BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Karya sastra adalah hasil renungan,
imajinatif, pengungkapan gagasan,. Ide, dan pikiran denga-n gambaran-gambaran
pengalaman. Karya sastra merupakan kegiatan kreatif, imajinatif, dan artistik.
Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Bila dikaji kebudayaan, kita tidak
dapat melihatnya sebagai suatu yang statis yang tidak perna berubah, tetapi
merupakan yang dinamis yang selalu berubah.
Karya sastra lahir sebagai perpaduan
antara hasil renungan, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Keadaan karya
sastra yang disajikan seseorang pengarang ditengah-tengah masyarkat manjadi
suatu yang sangat diharapkan karena merupakan suatu cermin kehidupan yang
memantulkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Berdasrkan karya sastra yang demikian itu,
kiranya tidak berlebihan apabila sastra digunakan sebagai alat pendidikan.
Karya sastra itu sendiri itu sebenarnya ditulis dengan maksud menunjukan
nilai-nilai kehidupan atau tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dipandangnya
kurang sesuai dengan kebutuhan jaman atau kebutuhan manusia pada umumnya
(Sumarjo dalam Raksono Diprojo, 1989: 148)
Setiap karya sastra yang berbentuk prosa
selalu mempunyai pelaku yang memiliki karakter tertentu. Karakter dalam suatu
karya prosa merupakan unsur yang sangat menentukan. Apabila penggambaran suatu
karakter tidak selaras dengan sosok pelaku yang ditampilkan akan mengurangi
bobot ceritanya. Oleh karena itu, penggambaran karakter sang pelaku atau tokoh
haruslah sesuai dengan situasi yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu karya sastra yang berbentuk prosa
haruslah dapat menampilkan tokoh atau pelaku dengan karakter yang masuk akal.
Maksudnya tutur kata tingkah laku dan perbuatan yang menggambarkan karakter
sang tokoh atau pelaku biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga
hal tersebut dapat diterima secara wajar dan masuk akal. Setiap tindakan dan
keinginan suatu pelaku haruslah mempunyai alasan yang dapat diterima. Dengan
kata lain, tindakan tersebut mencerminkan watak/karakter pelaku tersebut.
Hampir semua peristiwa
yang ada atau yang dirasakan oleh manusia dalam kehidupan ini dapat
dikategorikan dalam sebuah gambaran dalam bentuk karya sastra. Objek
tersebutlah yang menjadi dasar bagi seorang sastrawan untuk menuangkannya dalam
sebuah karya sastra yang hasilnya dapat memberikan dampak bagi penikmatnya.
Dampak itulah yang menambah dan memperkaya pengalaman. Dengan kata lain,
bagaimana pun bentuk karya yang ditentukan penikmat dalam karya tersebut adalah
sangat berkaitan dengan pengalaman batinnya dan sekaligus menjadi pengalaman
dalam kehidupanya.
Dalam hal ini, novel
adalah salah satu bentuk sastra yang menggambarkan pengalaman dan keberadaan
manusia dalam kehidupan ini melalui sebuah novel, pengarang dapat menyampaikan
beberapa ide. Antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain yang
sekaligus berhadapan dengan kenyataan yang selalu dijumpai dalam kehidupan
nyata dalam masyarakat.
Kehadiran suatu karya
tentu untuk dinikmati oleh pembaca untuk menikmati karya sastra secara bersungguh-sungguh
diperlukan seperangkat pengetahuan karya sastra tampa pengetahuan yang cukup,
penikmat karya sastra pun bersifat dangkal dan sepintas.
Penikmat karya sastra
dijumpai aneka ragam, baik ragam bentuk, ragam isi, maupun ragam bahasa. Oleh
karena itu, pengetahuan tentang ragam karya sastra ini akan membentuk penikmat
dalam memahami sebuah karya sastra dalam berbagai bentuk dan variasinya. Dengan karya sastra juga
seseorang dapat menambah pengetahuanya tentang pola kehidupan manusia.
Kesusastraan
adalah bagian dari kebudayaan yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Di
dalam kehidupan manusia yang diwarnai dengan segala rupa nilaitata nilai
sejarah dan kehidupan sosial sedikitnya tercermin dalam karya sastra adalah
elemen masyarakat yang dapat memberikan ide dan pandangan dalam kehidupan
sehari-harinya sebagai mahluk hidup (Harjana, 1981: 10).
Berdasarkan
kutipan di atas dapat diketahui bahwa karya sastra mempunyai peranan penting
dalam kehidupan manusia. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang
selalu dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Kehidupan
sastra di tengah peradaban manusia merupakan salah satu realitas sosial budaya.
Sastra
adalah usaha memperlihatkan makna kehidupan, sedangkan kepuasan sastra adalah
menjadikan makna itu bisa dimengerti. Dihubungkan dengan makna kehidupan pada
tingkat imajinasi sastrawan adalah hasil dialog antara dunianya dan
realita. Suatu cerita biasanya
dituangkan dalam bentuk roman atau novel dan cerita pendek. Bentuk-bentuk karya
sastra inilah yang paling populer dan paling banyak dibaca orang. Tetapi dalam
perkembangan karya sastra kemudian dilahirkan dalam bentuk-bentuk campuran
antara dua bentuk tersebut. Ada novel yang lebih pendek disebut novelet atau
novel pendek. Baik novel maupun cerita pendek sebenarnya mempunyai pola bentuk
yang hampir sama (Sumarjo, 1984: 53).
Eksistensi sastra adalah sesuatu yang kongkret dalam perwujudan atau
mekanisme antar tokoh sebagai fenomena, sastra adalah cermin yang mendukung
proses kehidupan dan kemanusiaan. Kenyataan ini sebenarnya telah terjadi di
dalam fungsi sastra itu sendiri, sastra disamping sebagai hiburan yang
bermanfaat dan menyenangkan, ia berfungsi pula menyikap rahasia terhadap
manusia, memberikan makna terhadap eksistensi manusia dan membuka jalan kepada
kebenaran.
Pada
dasarnya, suatu karya sastra diteliti dan dikaji berdasarkan dua unsur yang
mendasarkannya. Unsur tersebut meliputi unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik.
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar, seperti
masalah sosial, kejiwaan, pendidikan, sejarah, agama dan sebagainya. Sedangkan
unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, seperti
tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut pandang.
Berdasarkan hal tersebut di atas,
karakter pelaku suatu novel pun merupakan
karakter yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari.
Artinya, karakter yang dimiliki oleh suatu pelaku dalam novel dapat dipahami
dan diterima oleh masyarakat untuk merealisasikan ilmu yang pernah penulis
dapatkan selama kuliah terutama menganalisis sastra yang berbentuk prosa, maka
penulis mencoba mengamati, menganalisis nilaipendidkan yang terdapat dalam
novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata.
Penulis mengangkat judul Analisis NilaiPendidikan
novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata untuk mengaplikasikan pengetahuan yang
diperolah di bangku kuliah, di samping itu pula karena dalam karya sastra
terutama fiksi, nilaipendidikan tidak kalah pentingnya menentukan terjalinnya
cerita atau peristiwa apalagi novel ini novel bertendensi pendidikan.
Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
yang bertendensi pendidikan, sosial, dan agama belum perna dianalisakan oleh
orang lain terutama dari nilai pendidikan. Oleh karena itu, penulis mencoba
untuk menganalisis dan mengungkapkan nilaipendidikan yang terdapat di dalamnya.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang
dikemukakan di atas, maka penelitian ini dirumuskan permasalahan untuk
mengarahkan keseluruhan proses penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, maka
yang menjadi permasalahan, yakni “Bagaimanakah nilai pendidikan yang terdapat
dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata.
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan nilai
pendidikan yang terdapat dalam novel Laskar
Pelangi karya Andrea Hirata.
D. Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh
berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat
yaitu: Mengambil pedoman dari pola-pola nilai pendidikan
yang baik, dan menghindari nilai pendidikan yang tidak sesuai dengan adat yang berlaku
dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Melanjutkan penelitian,
bermanfaat sebagai bahan perbandingan dengan karya-karya ilmiah lainnya.
Diharapkan memberikan sumbangsi terhadap orang banyak.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR
A. Tinjauan Pustaka
- Hakikat
Sastra
Sastra meurpakan suatu hasil karya seni yang
muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan. Kehidupan di dalam karya
sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar
belakang pendidikan, keyakinan, dan sebagainya. Sedangkan di dalam karya sastra
terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi
seperti yang telah telah terbuktidalam kehidupan sehari-hari.
Melalui karya sastra, pengarang mngungkapkan
gagasan tertentu dalam novelnya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya
tertentu, pendidikan tertentu dalam situasi tertentu yang menpengaruhi cara
berpikirnya. Hasil pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang
terdapat di kalangan masyarakar menengah. Pentingnya pendidikan tehadap seorang
penulis dapat meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai.
- Pengertian
Novel
Novel berasal dari bahasa Itali, novella berarti sebuah barang baru yang
kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa oleh Abrems
(dalam Nurgiyantoro, 2000: 9).
Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang
dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang
(Adhar, 1997: 9). Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga
terjadi perubahan jalan hidup baru baginya (Wellek dan Austin, 1990: 182-183).
Secara etimologi, novel berasal dari bahasa
Latin, novellus yang diturunkan dari
kata novles yang berarti baru.
Secara istilah, novel sebagai salah satu jenis
karya sastra dapat didefinisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah yang
menimbulkan rasa seni pada pembaca, seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo
(1984: 3) sebagai berikut:
“Novel (sastra) adalah ungkapan pribadi manusia
merupakan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu
bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.
Novel adalah suatu jenis karya sastra yang
berbentuk naratif dan berkesinambungan ditandai oleh adanya aksi dan reaksi
antar tokoh, khususnya antara antagonis dan protagonis seperti diungkapkan oleh
Semi (1988: 36).
“Fiksi (novel) merupakan salah satu bentuk
narasi yang mempunyai sifat bercerita: yang diceritakan adalah manusia dengan
segala kemungkinan tentangnya. Oleh karena itu ciri utama yang membedakan
antara narasi (termasuk fiksi atau novel) dengan desripsi adalah aksi, tindak
tanduk atau pelaku”. Clara Reeve (dalam Wellek, 1993: 282).
Pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel
berisi tentang cerita kehidupan tokoh yang diciptakan secara fiktif, namun
dinyatakan sebagai suatu yang nyata. Nyata yang dimaksudkan dalam hal ini
bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang sebenarnya, melainkan nyata dalam
arti sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima secara logis hubungan antara
sesuatu peristiwa dengan peristiwa lain dalam cerita itu sendiri, dan merupakan
alat untuk memberikan informasi kepada peminat sastra. Novel juga diartikan
sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan
seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat
setiap pelaku (Depdibud, 1993: 694).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat
disimpulkan bahwa novel merupakn cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas yang
menyajikan lebih dari objek berdasarkan stuktur tertentu. Dengan demikian,
novel sangat penting dipelajari dan dikaji untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal yang diungkapkan pengarang.
- Intrinsik
dan Ekstrinsik
Dalam sastra dikenal dua pendekatan yaitu
pendekatan intrinsik dan ekstrinsik.
i.
Intrinsik adalah pendekatan yang menyelidiki
unsur-unsur karya sastra yang membangun dari dalam seperti tema, alur, setting,
pusat pengisahan, dan penokohan.
ii.
Pendekatan ekstrinsik adalah usaha
menafsirkan seni sastra dalam ceritanya dalam lingkungan sosial. Pendekatan
ekstrinsik juga berusaha mencari hubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti
filsafat.
- Jenis
Novel
Dalam arti luas, novel adalah cerita berbentuk
prosa dalam unsur yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat diartikan cerita
dengan plot (alur). Namun, yang kompleks, suasana yang beragam, dan setting
cerita yang beragam pula. Namun, ukuran luas di sini juga mutlak demikian,
mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksi saja, misalnya sedang karakter
dan setting hanya satu saja.
Sumardjo (1984: 16) membagi novel itu atas tiga
jenis, yaitu novel percintaan, novel petualangan dan novel fantasi.
a.
Novel percintaan melibatkan
peranan tokoh wanita dan pria seimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita
lebih dominan pelakunya.
b.
Novel petualangan hanya dominasi
hanaya kaum pria, karena tokoh didalamnya pria dengan sendirinya melibatkan
banyak masalah lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita.
c.
Novel fantasi bercerita tantang
hal yang tidak logis yang tidak sesuai dengan keadaan dalam hidup manusia.
Jenis novel ini mementingkan ide, konsep dan gagasan sastrawan hanya dapat
jelas kalau diutarakan bentuk cerita fantastic, artinya menyalami hukum
empiris, hukum pengalaman sehari-hari.
Penggolongan di atas
merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam praktek ketiga jenis novel tersebut
sering dijumpai dalam novel. Secara khusus Muchtar Lubis (dalam Tarigan 1985:
166) membagi novel atas beberapa bagian seperti:
a.
Novel psikologis, perhatian tidak
ditujukan pada avontur lahir maupun rohani, terjadi lebih diutamakan
pemeriksaan seluruhnya dari pikiran para pelaku;
b.
Novel detektif kecuali
dipergunakan untuk meragukan pikiran pembaca, menunjukkan jalan cerita. Untuk
membongkar rahasia kejahatan, tentu dibutuhkan bukti agar dapat menangkap si
pembunuh.
c.
Novel sosial dan pendidikan,
pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat sebagai pendukung jalan
cerita.
d.
Novel kolektif tidak hanya membawa
cerita tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas,
keseluruhan mencampur-adukkan pandangan antrologis dan sosiologis.
e.
Novel sejarah hanya sekedar
kenangan indah buat dukumen, mengisahkan kepahlawanan seorang gadis yang
keluarganya menjadi korban revolusi.
f.
Novel keluarga pengalaman batin
dijejahi pembaca tentang kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosial,
kegelisahan batin maupun kegelisahan rumah tangga.
- Unsur
yang Membangun Novel
Karya sastra atau novel dibangun dari beberapa
unsur, seperti tema, plot, latar, karakter/penokohan, titik pengisah dan gaya
bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan.
Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat ditemukan namun tidak
berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita ada yang bersama, namun mungkin ada
salah satu diantarantaya yang mendapat perhatian khusus dari pengarang.
1) Intrinsik
Dalam pendekatan nilaiintrinsik
merupakan suatu segi yang membangun karya sastra itu dari dalam misalnya yang
berhubungan dengan struktur, alur, tokoh, latar dan pengungkapan tema dan
amanat.
a. Tema
Tema adalah karya inti sari atau pokok
bahasan karya sastra yang secara keseluruhan sehingga di dalam novel, tema
menetukan panjang waktu yang diperlukan untuk mengungkapkan isi cerita, atau
tema adalah gagasan utama/pokok pikiran.
Menurut Aminuddin (1991: 91) istilah
tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan sesuatu
perangkat”.
Tarigan (1985: 125) mengatakan bahwa
tema pandangan-pandangan hidup yang terentu atau perasan tertentu mengenai
kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra.
Tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi
oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah disinggung di atas,
pembaca terlebih dahulu harus memehami unsur-unsur signifikan yang
menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Tema tidak perlu berwujud moral, atau
ajaran moral. Tema biasanya hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap
kehidupan. Kesimpulannya, bahkan bahan mentah pengamatan saja. Pengarang bisa
saja mengungkapkan suatu masalah kehidupan, dan problema tersebut tidak perlu
dipecahkan.
b. Tokoh dan Penokohan
(Karakter)
Tokoh cerita adalah pelaku dalam sebuah
cerita baik fiksi maupun non fiksi yang dapat dibedakan atas beberapa jenis
penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan yakni tokoh utama
adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia
merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian
maupun yang dikenai kejadian
Tokoh protogonis merupakan tokoh yang
mewakili yang baik atau terpuji sehingga biasanya menarik simpati pembaca,
sebaliknya tokoh antagonis adalah tokoh yang mengimbangi atau membayang-bayangi
bahkan menjadi musuh palaku dan merupakan tokoh yang memiliki sifat yang jahat
sehingga dibenci olah pembaca. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki
suatu kualitas pribadi tertentu.
Tokoh statis memiliki sikap dan watak
yang relatif tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita berbeda dengan
tokoh berkembang, sedangkan tokoh perkembangan adalah tokoh cerita yang
mengalami perubahan dan perkembangan
perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa plot dikisahkan.
Tokoh tipikal adalah penggambaran,
pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau kelompok orang yang terikat
dalam sebuah lembaga atau seorang individu bagian dari suatu lembaga. Tokoh
netral adalah tokoh yang hanya hidup dan berekstensi, dalam cerita itu sendiri.
Penokohan adalah sifat atau ciri khas
pelaku yang diceritakan. Masalah penokohan atau perwatakan merupakan salah satu
di antara beberapa unsur dalam karya fiksi yang kehadirannya sangat memegang
peranan panting, dikatakan demikian karena tidak akan mungkin ada cerita tanpa
adanya tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak dan akhirnya
membentuk alur cerita. Sedangkan menurut Suroto (1989: 22) penokohah adalah
bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh tersebut ini tampil berarti ada dua
hal penting, yang pertama hubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang
kedua berhubungan dengan watak kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal
tersebut memiliki hubungan yang sangat erat.
Penokohan sebagai salah satu unsur
pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan suatu karya yang
berhasil, penokohan pasti terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan
unsur lain.
Penilaian terhadap cerita merupakan
ukuran tentang berhasil tidaknya pengarangnya mengisi cerita itu dengan
karakter-karakter yang menggambarkan manusia sebenarnya supaya pembaca dapat
memahami ide dan emosinya.
Menurut Aminuddin (1991: 80) pembaca
dapat menelusuri karakter melalui beberapa hal, antara lain:
1.
Lewat tuturan pengarang terhadap
karakteristik pelakunya,
2.
Gambaran yang diberikan pengarang
lewat penggambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaiannya,
3.
Menunjukkan bagaimana pelakunya,
4.
Melihat bagaimana tokoh itu
berbicara tentang dirinya sendiri,
5.
Mamahami bagaimana tokoh lain
berbicara tentangya,
6.
Melihat bagaimana tokoh lain
bebicara tentangnya,
7.
Melihat bagaimana tokoh lain itu
memberikan reaksi terhadapnya,
8.
Melihat bagaimana tokoh itu dalam
mereaksi tokoh lainnya.
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam
cerita fiksi sehingga peristiwa iru mampu menjalin suatu cerita disebut dengan
tokoh sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.
Dengan demikian, istilah “penokohan”
lebih luas pengartiannya sebab ia sekaligus mencakup masalah setiap tokoh
cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam
sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
i.
Karakter
(Suhaeb, 1979: 85) mengatakan bahwa,
karakter adalah sifat kemauan yang mengikuti seseorang pada beberapa prinsip
tertentu yang oleh rasionya dipastikan sebagai yang tidak dapat diubah, baik
fisik maupun moral yang membedakanya dengan orang lain secara khas.
Selanjutnya, Tarigan (1985: 89)
memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah totalitas keadaan
dan reaksi jiwa terhadap perangsangnya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan karakter adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi
pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Poerwadarminta, 1984: 445).
Watak sering disamakan artinya dengan
karakter. Sehubungan dengan hal iru maka penggambaran tokoh atau watak sang
tokoh harus wajar dan masuk akal. Maksudnya bahwa tutur kata, tingkah laku dan
perbuatan yang menggambarkan watak sang tokoh harus biasa terjadi kehidupan
sehari-hari, sehingga hal tersebut diterima secara wajar.
Dari beberapa batasan pengertian tentang
karakter, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa karakter adalah kondisi jiwa
manusia yang diakibatkan oleh faktor dari dalam diri manusia maupun dari luar,
yang membedakan seseorang dari orang lain secara khas. Baik yang dapat berubah
maupun yang tetap demi perkembangan kehidupannya yang ditampakkan dalam tingkah
laku.
Dari definisi di atas dapatlah dikatakan
bahwa pensifatan sebagai simbol diri seseorang atau tokoh merupakan pembawaan
yang melekat pada diri sebagai penggambaran ciri khas dirinya. Sifat seseorang
atau tokoh merupakan cermin karakter yang ditunjukkan dan sebagai alat
identifikasi yang membedakan dirinya dengan orang lain. Sehingga pensifatan
diri seseorang adalah perwujudan nilai, ideologi, cara pandang yang menjadi
anutan yang menyertainya.
c. Plot atau Alur
Plot adalah jalan cerita yang berupa
peristiwa-peristiwa yang disusu satu persatu dan saling berkaitan menutut hukum
sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Suroto, 1989: 89). Pendapat lain
mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi
atau drama, (Tarigan, 1985: 126).
Kalau diperhatikan dengan teliti sebuah
cerita, ternyata ia merupakan rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa
hingga membentuk satu kesatuan yang utuh, hubungan unsur cerita yang satu
dengan peristiwa yang lain.
Ada beberapa alur yang dikenal antara
lain: (a) alur maju, (b) alur mundur, (c) alur zikzak, (d) alur naik, (e) alur
turun, (f) alur tunggal, (g) alur datar, (h) alur ganda dan (i) alur longgar.
Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan
peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatan
tentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana yang
tentu pula.
d. Latar (setting)
Latar adalah latar belakang fiksi, unsur
tempat dan ruang dalam cerita, (Tarigan, 1985:136).
Pengertian latar atau setting dalam
karya fiksi adalah tempat peristiwa dalam karya fiksi serta memiliki fungsi
fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 1991: 67).
Sebuah cerita akan senantiasa
berlangsung pada ruang dan waktu tertentu, ruang dapat terwujud tempat tinggal,
desa, kota, atau wilayah yang lebih
luas. Waktu dapat tewujud siang, malam, hari, bulan atau tahun. Bahkan waktu
dapat menunjukkan lamanya cerita berlangsung, sejam, sehari, sebulan, dan
beberapa tahun.
Sehubungan dengan hal tersebut, Suroto
(1989: 94) mengatakan yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran
situasi tempat dan waktu serta terjadinya suatu peristiwa.
Latar atau setting dapat memberikan
gambaran kapan dan di mana peristiwa itu terjadi, latar dapat diketahui melalui
lima unsur, yaitu: (1) lokasi geografis yang aktual yang meliputi tipografi, cadangan
(2) pekerjaan dan cara hidup sehari-hari, (3) waktu peristiwa itu berlangsung,
(4) lingkungan religius, moral, intelektual dan sosial dan (5) alat yang
digunakan sang tokoh.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu,
tempat suasana terjadinya peristiwa srta memiliki fisikal dan fungsi psikologis
yang dituliskan dalam suatu karya sastra.
e. Amanah
Amanah adalah pemecahan persoalan
biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau
menghadapai persoalan tersebut, (Suroto, 1989: 89).
Menurut Zaidan, (1994: 27) amanah adalah
pesan pengarang kepada pembaca, baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan
melalui karya sastra.
Pendapat lain mengatakan bahwa amanah
adalah keseluruhan makna atau isi wacana konsep dan perasaan yang ingin
disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar (Kridalaksana,
(1982: 9-10).
Sebuah karya sastra betapa pun susahnya
atau rumitnya, senantiasa memuat dua hal yaitu:
1)
keindahan dan kenikmatan; dan
2)
ide, gagasan dan ajaran.
Menurut Junaedi, (1994: 98), ada dua
jenjang amanah yakni utama, amanah bawahan. Amanah utama adalah amanah dasar
cerita. Amanah bawahan adalah amanah tambahan atau amanah sampingan cerita.
f. Titik Pengisahan (Sudut
Pandang)
Titik pengisahan adalah kedudukan atau
posisi pengarang dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam
cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto,
1989: 96). Ini dapat dilihat dalam penggunaan kata ganti “aku” dan “dia” di
dalam karangan.
Lebih lanjut Suroto (1989: 96)
menguraikan penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam;
(1) pengarang sebagai tokoh utama; (2) pengarang sebagai tokoh bawahan dan (3)
pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita.
Titik pandang atau biasa diistilakan
dengan point of view atau titik
kisah, menurut Aminuddin (1999:90) meliputi: (1) narrator omniscent, (2) narrator
observer, (3) narrator observer omniscent and (4) narrator the third person
omniscent.
Narrator
observer omniscent adalah pengisah yang berfungsi
sebafai pelaku cerita. Karena pelaku juga dalam pengisah, maka akhirnya
pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam
benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya.
Narrator
observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai
pengamat terhadap permunculan para tokoh serta hanya dalam batas tertentu
tentang perilaku batin para pelaku. Dalam narrator omniscient pengarang
meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal ini juga menyebut nama
pelaku dengan ia, mereka.
Menurut pendapat Junaedi, jika kita
menghayati cerita fiksi dengan saksama akan ditemui cara pengisahan; (1)
pengarang berada di luar cerita; (2) pengarang terlibat di dalam pengisahan dan
(3) pengarang larut sepenuhnya dalam cerita (Junaedi, 1992: 172)
g. Gaya Bahasa
Istilah Style (gaya bahasa) berasal dari bahasa Latin, Stilus, yang mempunyai arti suatu alat untuk menulis di atas
kertas (yang telah dilapisi) lilin.
Soepomo Poedjosoedarmo membicarakan gaya
bahasa sebagai salah satu variasi bahas, yaitu termasuk ragam, ditandai oleh
“suasana indah”, dalam artikelnya “Kode dan Alih Kode”.
Dapatlah disimpulkan disini, bahwa
analisis gaya basasa sebuah fiksi, terutama menekankan gaya bahasa
perbandingan, sebab dalam gaya bahasa itulah tampak dengan jelas faktor
intelektialitas, emosionalitas pengarang dalam karyanya.
2) Ekstrinsik
Pendekatan esktrinsik adalah pendekatan yang menganalisis karya sastra
dari nilailuar atau unsur yang membangun novel dari luar yang di dalamnya
mencakup agama, motivasi, pendidikan,
dan moral.
a.
Agama
Agama dalam
sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari
karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana
lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa
pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial
pengarang.
Agama dalam
pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa
dan agama menurut istilah.Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta
yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi
”tetap di tempat,diwarisi turun temurun.
Menurut istilah agama
adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam
hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan
hubungan manusia deangan alam.
Manusia memiliki kemampuan
terbatas, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang
luar biasa diluar dirinya.sesuatu yang luar biasatentu berasal dari sumber yang
luar biasa juga. dan sumber yamg luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai
dengan bahasa manusianya sendiri misalnya tuhan atau dewa.
Sesuai dengan defenisi di atas maka pesan moral dalam konteks agama
merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salah satu
amanat untuk menambah khasana konsepsi epistemologi pembaca tentang hubungan
manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan diri sendiri,
dan manusia dengan tuhan.
b.
Motivasi
Motivasi merupakan suatu hal yang
terpenting dalam kehidupan manusia yang menjadi alat penggerak untuk melakukan
suatu perbuatan. Kekuatan penggerak
tersebut berasal dari berbagai sumber. Motivasi dipandang sebagai dorongan
mental yang menggerakkan prilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam
motivasi terkandung keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan
mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam pembelajaran
Motivasi atau dorongan berkembang untuk
memenuhi kebutuhan organisme. Disamping itu juga merupakan sistem yang
memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya.
Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab munculnya dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan
tingkah laku mengambalikan keseimbangna fisiologis organisme, Koeswara (dalam
Mudjiono, 2006: 80).
c.
Pendidikan
Di dalam Novel Laskar Pelangi, selain mengandung unsur moral dalam hal ini sikap atau
perbuatan yang juga mengandung nilai pendidikan. Sebab pada dasrnya pendidikan
merupakan modal utama yang harus dimiliki seorang didalam mencapai suatu tujuan
tertentu.
Moral dan pendidikan adalah sesuatu
yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu,
didalam penelitian ini keduanya tidak dapat dipisahkan moral dan pendidikan. Secara umum, pendidkan
dirumuskan sebagai suatu bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh pendidik
kepada peserta didik keaarah satu
tujuan.
Mengenai bimbingan atau bagaimana cara
memberikan bimbingan, materi apa yang diberikan dalam bimbingan, apa tujuan dan
hakikat pendidikan serta anak didik itu sendiri. Pendidikan merupakan tanggung
jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, termasuk juga dalam
hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dan
jalur pendidikan sekolah yang diselenggerakan dalam keluarga dan memberikan
keyakinan.
Nilai pendidikan masyarakat dan keluarga
mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan budaya manusia. Pendidikan
masyarakat (pemnas) adalah pendidikan yang diberikan diluar pendidikan
persekolahan (formal) yang ditujukan untuk memberikan bimbingan kepada rakyat
dengan mendidik kepribadiannya serta memperkuat kesanggpan lahir dan batin
untuk mencapai masyarakat sejahtera. Jadi tujuan pendidikan masyarakat ialah
mendidik masyarakt Indonesia untuk memiliki kemampuan mental, spiritual serta
keterampilan, guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila
sesuai pembukuan UUD 1945. Demikian juga pendidikan yang didapat di sekolah.
Tanggung jawab pendidikan diterima
berdasarkan kepercayaan asas-asas sebagai berikut:
1)
Langsung jawab formal kelembagaan
sesuai dengan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan
yang berlaku.
2)
Tanggung jawab keilmuan yang
berdasarkan bentuk izin, tujuan, dan tingkah pendidikan yang dipercayakan,
kepadanya, oleh masyarkat dan negara.
3)
Tanggung jawab fungsional, yaitu
tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan (guru) yang
menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatan.
Dalam berbagai deskripsi tentang
tujuan-tujuan pendidikan, seringkali diakui betapa pentingnya warga negara yang
mampu bertanggung jawab secara moral. Banyak pemuka masyarakat, tokoh-tokoh
politik bahkan juga pakar-pakar pendidikan yang mengakui betapa pentingnya
moral sebagai sebagai upaya untuk
mentransmisikan nilai-nilai moral dan spritual yang diperlukan dalam
menguraikan kehidupan yang lebih komplek ini.
Sementara itu guru dianggap sebagai
kekuatan sentral yang menempati posisi terdepan dalam upaya membentuk karakter
dan moralitas peserta didik. Tetapi kenyataanya masih terlihat perbedaan yang maish cukup tajam antara kenyataan
tersebut dengan kenyataan di lapangan.
Permsalahan yang dihadapi sekarang
adalah bagaimana pengkajian para sastrawan terhadap nilai-nilai pendidikan yang
terdapat dalam setiap karya sastra. Generasi baru sekarang seakan-seakan
menjadikan karya sastra hanya sebaga sarana hiburan, dan tidak menjadikan karya
sastra sebagai sarana pendidikan
d.
Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma
yang menjadi pegangan seseorang atau
suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah laku. Moral berasal dari
bahasa latin yaitu mores yang
merupakan bentuk jamak dari perkataan mos
yang berarti adab atau kebiasaan. Moral dalam kamus bahasa indonesia diartikan
sebagai penentuan terhadap perbuatan
baik buruk dan kelakuan.
Menurut Dhamananta (2002: 181) bahwa moral selalu berhubungan dengan
tingkah laku, perbuatan baik atau manghasilkan penderitaan ataupun kebahagiaan
itu tergantung pada individu masing-masing. Moral juga dapat diartikan sebagai
ajaran baik dan buruk, perbuatan dan kelakuan, ahlak kewajiban, dan sebagainya.
Pendidikan moral atau nilai
hendaknya difokuskan pada kaitan antara pemikiran moral dan tindakan bermoral.
Konsepsi moralitas perlu diintegrasikan dengan pengalaman dalam kehidupan
sosial. Pemikiran moral dapat dikembangkan antara lain dengan dilema moral,
yang menurut kemampuan subjek untuk mengambil keputusan dalam kondisi yang
sangat dilematis. Dengan cara ini, pemikiran moral dapat berkembang dari
tingkat paling rendah yang berorintasi
pada kepatuhan pada otoritas karena takut akan hukuman fisik ke tingkat-tingkat
yang lebih tinggi, yaitu yang berorientagsi pada pemenuhan keinginan pribadi,
loyalitas pada kelompok, pelaksanaan tugas dalam masyarakat sesuai dengan
peraturan atau hukum, sampai yang paling tinggi yakni mendukubg kebenaran atau
nilai-nilai hakiki, khususnya mengenai kejujuran, keadilan, penghargaan atas
hak asasi manusia, dan kepedulian sosial.
Namun, perlu diingat bahwa tindakan moral yang selaras dengan
pemikairan moral hanya mungkin dicapai pencerdasan emosianal dan spiritual serta pembiasaan. Sebagai contoh, seorang
yang mengerti bahwa melakukan korupsi itu merupakan tindakan buruk dan dosa,
tetap saja melakukan tindakan tercela tersebut apabila tidak sensitif terhadap
penderitaan masyarakat dan lemah iman. Suatu komunitas tidak akan terbiasa
bertindak sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianutnya apabila kondisi yang
ada tidak mendukung. Demikian juga tindakan demokratis tidak akan mewarnai
kehidupan suatu masyarakat, apabila kondisi yang ada tidak mendorong untuk
bertindak demokratis.
Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu
aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya
berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang
merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral
sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
Novel sebagai salah satu gendre sastra merupakan alat untuk
menyampaikan reaksi pengarang terhadap sesuatu yang di lihat, di rasa dan di
amati. Melalui karya sastra pengarang mengungkapkan gagasan tertentu
berdasarkan lingkungan, budaya, pendidikan, dalam situasi tertentu yang
mempengaruhi pikirannya.
Memahami sebuah karya sastra adalah bahan
pengetahuan yang sangat beharga dalam kehidupan penikmat sastra, sangat
dibutuhkan pemahaman yang lebih luas. Selain memahami karya sastra dan segi
hakikatnya, permasalahan yang tidaka kalah pentingnya adalah pendekatan. Sebab
dengan memahami segi pendekatan, penikmat sastra jugta dapat memungkinkan
dirinya akan dapat mengapresiasikan dan menganilisis sebuah hasil karya sastra
yang lebih mendalam. Oleh karena itu, penulis secara sengajamembahas
permasalahan pembahasan pendekatan dalam analisis karya sastra ini yang
berkaitan erat dengan dunia dan nilai pendidikan.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Aminudin
(1987: 45) bahwa beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam
mengapresiasikan karya sastra yaitu pendekatan analitis, didaktis, dan
soshopsikilogis.
Pendekatan anlitis yaitu pendekatan yang
mengacu pada peranan guru bidang studi bahasa dan sastra indonesia dalam
memahami unsur-unsur yang membangun dan berusaha memberikan makna sastra
tersebut terhadap siswanya, sehingga siswa atau penikmat sastra dapat
menganalisis dengan lbih jelas tentang sastra tersebut
Pendekatan didaktis merupakan pendekatan
yang berusaha menemukan dan memahami gagasan dan tanggan evaluatif maupun sikap
pengarang terhadap kehidupan.
Pendekatan soshopsikilogis adalah
pendekatan yang mengaitkan karya sastra dengan lingkungan sosial budaya dan
latar belakang pengarangnya.
Dari ketiga pendekatan yang dimaksud
diatas, penulis juga menambahkan suatu pendekata yakni pendekatan psikologis.
Maksudnya pendekatan psikologis tersebut
dalam memahami karya sastra karena penulis menganggap bahwa dengan pendekatan
psikologis memberikan sumbangsi untuk
menambah pengetahuan penikamat sastra. Karena psikologis itu sendiri memberikan
pengetahuan tentang ilmu yang ilmu yamg mempelajari respon yang diberikan oleh
simakluh hidup terhadap lingkungan
menurut Murphi dalam Wirawan (1992: 4).
Dalam pendekatan psikologis ini juga tidak
terlepas dari pendekatan instrinsik dan ekstrinsik, namun berkembang menjadi
tiga pendekatan, yaitu pendekatan psikologis itu sendiri, sosiologi, dan
pendekatan biografi.
Munculnya pendekatan psikologis tersebut
dalam dunis sastra disebabkan meluasnya
ajaran froid yang mengungkapkan aliran jiwa. Di antara kritikan-kritikan sastra
yang merintis dan menganjurkan pendekatan adalah I. A. Richards yang mencoba
menghubungkan kritik sastra dengan uraian psikologi simantik. Harjana, (1981:
36).
Dan munculnya pendekatan psikologis
tersebut lahirlah istilah-istilah lain akibat menikmati dunia sastra seperti
moral dan etika. Sebab hubungan dunia pendidikan dibidang sastra moral dan
etika sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Etika bukan sumber tambahan
moralitas melainkan lebih luas lagi mengarah kepada filsafat yang mereflesikan
ajaran-ajaran moral. Soesono, (1991: 3).
Hak asasi manusia di Indonesia mengacu
kepada pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dimana dalam hal ini
martabat manusia telah mendapat perumusan dalam kelimasilanya. Daftar hak asasi
manusia yang paling terkenal dan paling umum diakui dan dan juga ditandatangi
oleh pemerintah Indonesia adalah pernyataan umum hak asasi manusia yang
diproklamasikan oleh sidang sidang umum PBB di Istana Chailot Paris pada
tanggal 10 Desember 1948 Soseno (1991: 102).
Memahami dunia sastra sangatlah bernilai
tinggi dalam dunia pendidikan dan pembentukan jiwa, etika, dan moralitas
manusia.
Khusus pendidikan seperti yang diungkapkan
oleh Darmodbihadjo, (1981: 15) pendidikan bagi suatu bangsa sangat besar
harganya karena pendidikan berfungsi sebagai pelestari nilai-nilai terpuji
dalam masyarakat yang dikehendaki untuk di pertahankan. Memanglah tinggi
nilai-nilai pendidikan yang terus melaju dalam kehidupan, sehingga membentuk
kepribadian manusia yang mengarah ke
kehidupan yang lebih tentram dan dunia.
Seperti yang dikemukakan oleh Durkheim bahwa pribadi yang terdidik secara moral
pada dasarnya adalah pribadi yang bertindak selaras, sedangkan cita-cita
ataupun idealisasi moral adalah diperuntukan masyarakatnya sendiri dalam Harry
Cahyono,(1995: 359).
Secara umum moral mengarah pada pengertian
ajaran tentang baik buruknya yang
diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan
sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia bahwa moral merujuk pada pengertian tentang akhlak, budi pekerti,
dan susila.(KBBI, 1994: 96).
Dengan demikian, nilai pendidikan moral
yang dimaksud adalah sesuatu yang mempunyai sifat dan hal yang sangta dihargai
dan berguna dalam memberikan tuntunan hidup guna mengarahkan manusia pada
pembinaan sikap atau perbuatan yang mangacu pada pembentukan kepribadian kearah
yang lebih baik.
Jika sebelumnya dikemukakan bahwa
kebenaran dalam karya sastra tidak harus sejalan dengan kebenaran yang ada di
dunia nyata. Hal itu mengarah pada pesan moral tertentu. Pesan moral sastra
lebih menitikberatkan pada sifat kodrati manuasia yang hakiki, bukan pada
aturan-aturan yang dibuat oelh manusia.
Bila dikatakan bahwa karya sastra itu
tidak semata-mata alam maka dengan sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai
sesuatu yang tidak memperjuangkan kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran
merupakan ukuran yang sering digunakan dalam menilai sutu karya sastra. Pembaca
sering mempertanyakan tentang apakah yang diungkapkan pengarang itu mempunyai
hubungan dengan kebenaran, pendidikan moral atau yang lainnya dalam kehidupan
sehari-hari.
Memang tanggung jawab terhadap kebenaran
dan moral ini harus ada pada setiap sastrawan dengan hasil karyanya. Bila
pembaca tidak merasakan adanya suatu kebenaran
dan moral didalamnya, maka sadar atau tidak pembaca atau penikmat sastra
menolak kehadiran karya sastra tersebut. Yang harus dipersoalkan adalah tentang
istilah kebenaran dan moral itu sendiri.
Kebenaran dan moral itu diidentikan sebagai tiruan alam sebagaimana
adanya atau sebagaimana yang telah terjadi, maka tentu saja tidak dapat
diperoleh kebenaran dan moral itu didalam sastra atau didalam seni yang lain.
Kebenaran yang diartika disini adalah
kebenaran dalam kadar yang benar dan moral diartikan masih dalam kadar yang
baik. Kebenaran dan moral bukanlah
berdasarkan kanyataan pengalaman
sehari-hari. Tetapi kebenaran yang dituju adalah kebenaran dan moral yang
ideal, yang bukan saja bertumpu pada kehidupan nyata yang terjadi sekarang.
Tetapi juga kebenaran dan moral yang sepatutnya terjadi, yang diinginkan
sehingga perbuatan yang baik dalam novel dapat dijadikan contoh dalam kehidupan
sehari-hari.
Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut
hanyalah model, model atau sosok yang sengaja ditampilkan pengarang sebagai
contoh dan sikap dan tingkah laku yang baik, agar diikuti atau minimal
dicendrungi oleh pembaca.
B. Kerangka Pikir
Dengan memperhatikan uraian pada
tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang
dijadikan penulis sebagai landasan berpikir selanjutnya. Landasan berpikir yang
dimaksud tersebut akan mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi
dalam penelitian ini guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan untuk itu
akan menguraikan secara rinci landasan berpikir yang dijadikan pegangan dalam
penelitian ini:
1.
Karya prosa adalah karangan yang
bersifat menerangkan secara terurai mengenai sesuatu masalah atau hal peristiwa
dan lain-lain. Dengan demikian, karangan bentuk ini jelas tidak bisa disingkat
dan pendek karena harus menerangkan secara panjang lebar dan sejelas-jelasnya
akan sesuatu. Itulah sebabnya ketetapan dan kejelasan kalimat menjadi sangat
penting.
2.
Karya sastra bentuk prosa pada
dasarnya dibangun oleh dua unsur:
1)
Unsur instinsik; yaitu tema,
amanah, plot, perwatakan atau penokohan, latar, dan karakter, titik pengisahan
serta gaya bahasa. Selah satu bagian unsur instrinsik adalah karakter
perwatakan yang mempunyai peranan sangat penting, karena tanpa
karakter/perwatakan suatu cerita tidak akan tercipta.
2)
Unsur ekstrinsik yaitu unsur yang
membangun karya sastra dari luar, seperti masalah sosial, pendidikan, dan
agama. Unsur inilah yang merupakan motivasi sehingga sastrawan dapat menulis
karya sastra berbentuk prosa berdasarkan masalah yang dihadapi atau imajinasi
dalam diri sastrawan yang perlu diterapkan.
BAGAN KERANGKA PIKIR
|
|
|
|
|
|
|
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Variabel dan Desain
Penelitian
- Variabel
Penelitian
Sebelum diuraikan mengenai variabel yang
digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian variabel
dalam suatu penelitian. Variabel tidak pernah lepas dari suatu penelitian, dan
boleh dikatakan bahwa variabel merupakan syarat mutlak dalam suatu penelitian.
Arikunto (1992:89) mendefinisikan variabel
adalah sebagai karakteristik tertentu yang mempunyai nilai atau ukuran yang
berbeda untuk unit obsetvasi atau individu yang berbeda. Variabel adalah objek
penelitian, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitas. Variabel dapat
dibedakan atas dua jenis, yaitu variabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel
kuantitatif misalnya luasnya kota, umur, banyaknya dan jam dalam sehari dan sebagainya.
Contohnya variabel kualitatif adalah kemakmuran, kepandaian dan lain-lain.
Setelah memperhatikan uraian di atas, maka
dapatlah ditentukan variabel sebuah penelitian yang digunakan untuk
direncanakan, sehingga dengan itu pula maka jelaslah penelitian ini merupakan
penelitian yang harus dibatasi variabelnya, agar data yang dikumpulkan dapat
mengarah pada tujuan nilai pendidikan novel tersebut. Subvariabel adalah
tuturan, gambaran, perilaku, bahasa, jalan pikiran, reaksi pendidikan.
Variabel yang diamati atau dianalisis dalam
penelitian adalah variabel tunggal, maksudnya penelitan ini hanya menggunakan
satu variabel yakni mendeskripsikan nilai-nilai kependidikan dalam novel “Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”
Adapun indikator variabel yaitu, moral, agama, dan motivasi.
- Desain
Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan
strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun
kesimpulan penelitian. Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian
deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang
berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan,
mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objekti atau
sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu,
peneliti dalam menjaring data mendeskriftifkan nilaipendidikan yang ada dalam
novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
sebagaimana adanya.
B. Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional pada hakekatnya
merupakan pendefinisian variabel dalam bentuk yang dapat diukur, agar lebih
lugas dan tidak menimbulkan bias atau membingungkan. Penelitian bebas
merumuskan, menentukan definisi operasional sesuai dengan tujuan penelitinya,
dan tatanan teoritik dari variabel yang ditelitinya (Adi, 1993: 17).
Nilai kependidikan pada novel Laskar Pelangi adalah salah satu unsur
penentu terciptanya suatu cerita dalam novel tersebut. Nilai pendidikan ini
mencerminkan watak, sifat, pribadi dan tingkah laku dalam pendidikan sebagai
pengembang amanah yang dipaparkan lewat peran yang dimainkan. Oleh karena itu, nilai
kependidikan diperankan diibaratkan sebagai “juru kunci” amanah pengarang.
Untuk memeperoleh pemaknaan yang sama
terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, penulis merasa perlu
mengemukakan defenisi berikut ini
Analisis adalah pegamatan yang dilakukan
untuk memperoleh data yang lebih akurat
misalnya agama, pendidikan,budaya pendidikan dan lain-lain. Sedangkan pendidikan
adalah memanusiakan manusia menjadi manusiawi. Artinya mengubah pengetahuan seseorang dari ketidaktauhuan
menjadu tahu.
C. Data dan Sumber Data
- Data
Data dalam penelitian ini adalah
keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni setiap kata, kalimat/ungkapan
yang mendukung nilai pendidikan atau strategi dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Studi pustaka mencoba sejumlah
buku dan tulisan yang relevan atau objek kajian.
- Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel
berjudul Laskar Pelangi karya Andrea
Hirata yang berjumlah 534 halaman diterbitkan oleh Bentang Anggota IKAPI pada
tahun 2008 di Jakarta Timur.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan
data yaitu teknik dokumentasi dengan jalan mengumpulkan data melalui sumber
tertulis.
Dengan cara penelitian pustaka yaitu:
1.
Membaca berulang-ulang novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
2.
Mencatat data yang termasuk nilaipendidikan
yang terdapat di dalam novel Laskar Pelangi, misalnya karakter dari watak,
sifat, tingkah laku dan lain-lain dalam kartu pencatatan data.
3.
Mengklasifikasikan data yang
termasuk nilaipendidikan misalnya
pendidikan moral, agama, dan motivasi dan lain-lain. dalam kartu
pencatatan data.
E. Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang
dipergunakan, maka unsur nilai pendidikan yang dapat dicocokkan dengan
pendidikan yang dimaksud, kemudian diseleksi kutipan atau data yang mana lebih
spesifik itulah yang akan diambil. Selanjutnya, menentukan watak, sifat, nilaipendidikan sesuai dengan bukti atau penunjuk yang telah
dipilih.
Sebagai hasil akhir, memaparkan watak,
sifat, nilaipendidikan dengan senantiasa mengutip bagian cerita yang
menunjukkan kebenaran analisis yang dimaksud, selanjutnya dideskripsikan
bedasarkan fenomena sosial yang dijadikan acuan penelitian meliputi:
1.
Menelaah/menganalisis seluruh data
yang telah diperoleh berupa nilaipendidikan
dalam novel Laskar Pelangi karya
Andrea Hirata.
2.
Mendeskripsi unsur yang membangun
karya sastra khususnya menyangkut nilaipendidikan dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan menguraikan secara
mendetail hasil penelitian dari “Novel
Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Juga membuktikan secara kongkrit hasil
penemuan yang menjadi target penelitian.
A.
Hasil Analisis Data
a.
Moral
Sebelum membahas persoalan moral terlebih
dahulu dapat didefinisikan pengertian dari moral. Moral adalah tingkah laku
atau sifat baik dan buruk yang
terkandung dalam diri seseorang. Lebih jelasnya dapat dilihat kutipan berikut;
Ia
sangat berbakti kepada orang tua, khususnya Ibunya. Sebaliknya, ia juga
diperhatikan ibunya layaknya anak emas. Mungkin karena ia satu-satunya
laki-laki di antara lima saudara perempuannya lainnya. Ayahnya adalah seorang
operator vessel boardI dikantor
telepon PN sekaligus tukang sirine. Meskipun rumahnya dekat dengan sekolah tapi
sampai kelas tiga ia masih diantar jemput Ibunya. Ibu adalah pusat gravitasi
hidupnya.( Laskar pelangi 2008: 75)
Kutipan di atas menggambarkan tentang
kehidupan seorang anak dengan orang tua yang saling menghormati satu sama
lainnya. Ibunya, orang tua yang sangat perhatian terhadap keluarganya dan
mendidik anak-anaknya dengan nilai moral dan mendidik ke hal yang baik.
Walaupun sekolahnya dengan ini berlangsung
sampai kelas tiga. Ini jelas seorang ibu tidak terbatas jasa. Jasanya
jika kita pikir ibu adalah segalanya dalam hidup ini yang umum adalah orang
tua. Tegaknya rumah tangga karena anggota keluarga hidup rukun dan tentram. Anak
yang memiliki moral dan saling memahami satu sama lain dalam segala urusan yang menyangkut persoalan
kebaikan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban seorang anak yang
tidak dapat ditinggalkan karena hal itu merupakan bentuk pengabdian yang harus
dilaksanakan sebagaimana layaknya kasih sayang yang telah mereka curahkan.
Dapat dilihat kutiran lain tentang moral:
Bodenga
dan Fragmen sore itu menciptakan cetak biru rasa belas kasihan dan kesedihan di
alam bawah sadarku. Mungkin aku masih terlau kecil untuk menyaksikan tragedy
sepedih itu. Ia mewakili sesuatu yang gelap di kepalaku. Pada tahun-tahun
mendatang bayangannya sering mengunjungiku. Jika aku dihadapkan pada situasi
yang menyedihkan maka perlahan-lahan ia akan hadir, mewakili citra kepedihan di
dalam otakku. Maka sore itu sesungguhnya Bodenga telah mengajariku ilmu
firasat. Ia juga yang pertama kali mempelihatkan padaku bahwa nasib bisa
memperlakukan manusia dengan sangat buruk, dan cinta bisa menjadi semakin buta.( Laskar pelangi 2008: 85)
Kutipan di atas menggambarkan seorang
anak yang larut dalam kesedihan setelah melihat penderitaan temannya dalam
kesusahan, kesusahan dalam rumah tangga. Sifat anak itu adalah contoh moral
yang patut dijadikan bahan perenungan
kita semua. Banyak orang ketika melihat orang lain tertimpah musibah malah
mengetawainya dengan kata lain tidak ingin membantu sesamanya yang terkena
musibah. Moral yang membuat manusia dihargai dan moral pula membuat manusia
untuk meningkatkan derajatnya. Jika orang tidak bermoral banyak yang
membencinya, yang akhirnya tersingkir dari kehidupan orang banyak. Dalam
perkataan kutipan di atas yang diucapakan oleh anak ini adalah: filsafat yang
hidup dalam diriku adalah pengalaman, dan yang pertama kalinya memperlihatkan
kepadaku bahwa nasib biasa memperlakukan manuasia dengan sangat buruk, dan
cinta bisa menjadikan semuanya buta. Ini jelas bahwa kehidupan adalah suatu yang
sangat misteri terkadang kita berada di atas dan terkadang juga berada sangat
bawah” Jatuh miskin” dan cinta terhadap kehidupan dunia yang membuat manusia
semakin sengsara karena meneruti hawa nafsunya. Mempelajari ilmu firasat
berarti kita dapat dan ingin mengatahui serta merasakan apa yang dialami orang
lain. Berbagi rasa memang telah menjadi hak dan kewajiban setiap insan yang
bernyawa agar dapat menikmati kebahagiaan maupun penderitaan antar sesama. Kehidupan
memang harus penuh dengan kehati-hatian. Tidak bertindak dengan hawa nafsu
namun, harus melalui pertimbangan akal sehat yang matang karena salah menilai
lingkungan kita akan terjebak suasana keduniawian yang lupa akan konsep moral dan
tidak mengakui ketentraman orang lain. Bermoral dengan masyarakat atau berteman
dengan siapa saja dan disenangi banyak orang sebaliknya, jika tidak memahami
kondisi masyarakat akan sendirinya kita tersingkir dari kehidupan orang
banyak. Dapat dilihat kutipan
berikutnya:
Lintang adalah pribadi yang unik. Banyak orang
merasa dirinya pintar lalu bersikap seenaknya, congkak, tidak disiplin, dan tak
punya integritas. Tapi Lintang sebaliknya. Ia tak perna tinggi hati, karena ia
merasa ilmu demikian luas untuk disombangkan dan menggali ilmu tak akan ada
habis-habisnya. ( Laskar pelangi 2008: 108)
Kutipan di atas menggambarkan seorang
anak yang bernama lintang yang berkepribadian unik, yang sangat menghargai ilmu
pengatahuan. Banyak orang yang jika pintar sangat sombong kepada orang lain
namun, pribadi lintang tidak demikian malah sebaliknya ia rendah hati, tidak
pernah congka dan tidak pernah menyombongkan diri dan selalu tekun belajar
untuk menimbah ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Baginya ilmu pengetahuan
adalah tidak ada habis-habisnya untuk di gali demi kemaslatan orang banyak dan
diri sendiri dan keluarga. Menggali ilmu pengetahuan berarti belajar dari
kebodohan, dan dalam menuntut ilmu harus penuh keiklasan karena tanpa keihlasan
tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan. Penggambaran ilmu pengatahuan
melalui Lintang memang dan sudah sepantasnya menjadi pedoman daalm kehidupan
agar kita tidak ragu dan sombong atau pun egois dalam membagi ilmu yang
dimiliki.
Belajar merupakan ruang kecerdasan karena
melalui belajar sesorang dapat menambah wawasan atau ingin menjadi lebih baik
demi masa depan dan cita-cita yang merupakan target utamanya. Makna belajar
bukan semata-mata apa yang diberikan oleh guru di sekolah. Namun harus belajar
dari banyak hal. Dapat dilihat kutipan berikutnya:
Jika
kami kesulitann, ia mengajari kami dengan sabar dan selalu mebesarkan hati
kami. Keunggulan tidak menimbulkan perasaan terancam bagi sekitarnya,
kecermelangnya tidak menerbitkan iri dengki, dan kehebatannya tidak sedikit pun
mengisyaratkan sifat-sifat angkuh. Kami bangga dan jatuh hati padanya sebagai
seorang sahabatnya dan sebagai seorang murid yang cerdas luar biasa. Lintang
yang miskin duafah adalah mutiara, galena, kuarsa, dan topas yang paling
berharga bagi kelas kami( Laskar pelangi 2008: 109)
Kutipan di atas menggambarkan dengan
hadirnya lintang adalah sebagai semangat bagi semua teman-temannya. Lintang
adalah kegembiraan bagi teman
sekelasnya. Penasehat bagi teman-temannya dan dorongan untuk menjadi yang lebih
baik. Teman-teman lintang bangga terhadap kepribadian lintang karena amanah
terhadap teman-temannya. Tidak juga bersifat dengkih malah sebagai pendorong
atau motivasi di kelasnya. Ini suatu bukti cerminan sikap yang ramah terhadap
siapapun dan jika dikaitkan dengan zaman sekarang jarang ditemukan anak yang
bermoral seperti itu. Malah mencaci maki teman-temannya jika salah dan tidak memberikan
nasehat apa pun apa bila salah. Sikap egoisme yang mewarnai kehidupan remaja
saat ini, individualisme sangat tinggi akhirnya moral pun jauh dari yang diinginkan
dari dunia pendidikan, ini juga sebagai bukti pengaruh modernisme yang semakin
merajalelah dimana-mana. Haruskah kita semua tergiur kepada modernisme yang
tidak mengenal lagi batas kemanusiaan, kenegaraan dan sebagainya? Mengambil
yang baik-baik tidak ada salahnya dan jika kita semua tidak mengambil hikmah
dari kejadian masa lalu susah untuk bengkit apa lagi ini menyangkut moral
pendidikan dan jika pendidikan telah merusak moralitasnya yakin semua ini akan
berpengaruh besar. Ini suatu bukti bahwa moralitas sangat penting diajarkan
oleh siapa pun baik orang tua, para pendidik, negarawan, dan elemen masyarakat
yang peduli terhadap pendidikan. Jika kita tidak mengajarkan dari sekarang
moral mungkin bangsa ini akan krisis moral nantinya. Jika krisis moral melanda
bangsa ini tunggu akan kehancuran bangsa” Indonesia”. Sebaiknya moral harus
betul-betul diperhatikan mulai dari sekarang. Maju mundurnya bangsa itu
ditentukan oleh generasi sekarang namun jika moralnya rusak apa yang bisa
dibanggakan malah makin menyengsaraakan rakyat kecil nantinya kalau sudah duduk
di parlamen atau instasi lain.
Jika
satu di antara sejuta kemungkinan-orang ini tak pernah menghampiri seseorang
yang sesungguhnya berbakat, maka hanya nasib yang menentukan apakah bakat
seseorang tersebut pernah ditemukan atau tidak, pelajaran moral nomor empat:
ternyata nasib yang juga yang sangat misterius itu adalah seprang pemendu bakat! Hal ini paling tidak dibuktikan oleh Forest
Gump, jika ia tidak mendaftar menjadi tentara dan jika tidak mengikuti kegiatan
ekstakurikuler dibarak pada suatu sore maka mungkin ia tak pernah tahu kalau ia
sangat berbakat bermain tenis meja. Ritchhie Blackmore juga begitu, kalau orangtuanya
membelikan papan catur untuk hadiah ulang tahun mungkin ia tak pernah tahu
kalau ia berbakat menjadi seorang gitaris,classic rock. (Laskar pelangi 2008: 129)
Kutipan di atas menggambarkan bahwa bakat
adalah soal misterius yang harus diasah terus baik terhadap dorongan orang lain
atau motivasi diri sendiri itu lebih penting karena ada seorang pernah
menyesali dirinya pada pada akhir hidupnya bertanya seperti ini: Jika saya
besar nanti saya akan bercita-cita mengubah dunia dan hal yang diusahakannya
pun tidak berhasil lambat laun akan berkata lagi karena tidak mampu mengubah
dunia, maka berkata lagi, saya akan mengubah negara saya dia berusaha terus
menerus tidak berhasil karena usianya semakin tua dan termakan oleh waktu dia
berkata lagi, saya akan mengubah keluarga saya, terus dan terus berusaha namun
usahanya untuk mengubah keluarga pun gagal namun sadar diakhir hayatnya
seandainya saya mengubah diri sendiri terlebih dahulu kemungkinan besar saya
akan menjadi panutan terhadap keluarga dan akhirnya mampu mengubah negara
bahkan dunia sekali pun seandainya saya
tabahkan diri terlebih dahulu. Ini jelas bahwa yang terpenting yang harus
dilakukan adalah menghargai diri sendiri
dan memperlakukan diri sendiri dengan baik, harusnya jangan memandang enteng
dengan moral yang tidak baik dan mulai menggali kelebihan yang ada dalam diri
kita dan yang terpenting adalah moral dan kerja harus berjalan dengan
beriringan dan ini akan memunculkan bakat baru dalam diri kita. Kutipan lain
mengenai moral:
Kami
juga tak memerhatikannya bernyanyi. Lintang sibuk dengan rumus Phitagoras,
Harun tertidur pulas sambil mendengkur, Samson menggambar seorang pria yang
mengangkat sebuah rumah dengan satu tangan kiri. Sahara asyik menyulam kruistik
kaligrafi tulisan Arab Kulil Haqqu Walau
Kana Muron artinya: Katakan kebenaran walaupun pahit dan Trapani melipat-lipat sapu tangan Ibunya.
Sementara itu Syahdan, aku, dan kucai sibuk mendiskusikan rencana kami
menyembunyikan sandal Pak Fahimi (guru kelas empat yang galak itu) di Masjid
Al-Hikmah. Mahar adalah orang satu-satunya yang menyimaknya. Sedangkan Bu Mus
menutup wajahnya dengan ke dua tangan, beliau berusaha keras menahan kantuk dan
tawa mendengar lolongan A Kiong. (Laskar
pelangi 2008: 130)
Kutipan di atas menggambarkan kehidupan murid
yang masing-masing mempunyai keahlian dibidang yang sibuk dengan keahliannya
dan ada pula yang tidak mendengarkan gurunnya menerangkan. tidak memperhatikan
apa yang telah diterangkan oleh gurunya acu tak acu mendengarkan seruan
gurunya. Namun pribadi lintang tetap bijak dengan kebiasaan giat belajar tanpa
mengenal waktu. Hari-harinya dilalui dengan terus belajar dan belajar hanya itu
yang ada dalam pikirannya dan hari-harinya di isi dengan belajar. Orangnya sangat giat berusaha
semaksimal mungkin apa yang menjadi cita-citanya. Kemauan didukung oleh gurunya
yang sangat rajin dan pantang menyerah dalam mendidik murid-muridnya walaupun mengantuk
dia tetap mengajar. Guru yang bagus misalnya menanggapi ilmu pengetahuan dan
menghargai dunia pendidikan. Tidak mengenal batas lagi tentang lelah namun, bagaimana
bisa seluruh siswanya bisa cerdas dan jika guru seperti ini semua mungkin dunia
pendidikan di Indonesia akan terus meningkat dan alumninya bisa bersaing di
forum internasional. Namun kebanyakan guru sekarang hanya semaunya mengikuti
kamauan dan mempertinggi titel yang dalam ukuran intelektuan kosong “hanya
mencari dan mengharapkan gaji yang tinggi kemudian banyak berharap trehadap
pemerintah” Guru sepertinya sangat jauh dari realitas pendidikan yang di
gunakan. Bagaimana bisa maju dunia pendidikan jika pengajarnya bobrok paradigma
perilakunya.
Pendidikan bisa maju apa bila para
pengajarnya sadar untuk mecerdaskan murid-muridnya dari kebodohan. Guru yang
paling baik adalah bagaiman dia bisa membuat muridnya betah di dalam ruang
belajar dan mendengarka apa yang diucapkan oleh gurunya. Yang tidak kalah
pentingnya juga menyeimbangkan ilmu dengan moral. Itulah sebabnya banyak orang
cerdas bukan malah mencerdaskan sesamanya dan menuangkan ilmunya kepada orang
bodoh dan semakin sombong terhadap apa yang dimilikinya. Itulah akibatnya jika
ilmu pengetahuan tidak dibarengi dengan moral. Dan kutipan di atas
menggambarkan juga tentang seorang murid yang hanya senang menyembunyikan
sandal gurunya karena beralasan gurunya itu ”Galak” mungkin karena anak ini mau
menunjukan kenakalannya kepada gurunya atau kurangnya perhatian dan
pembelajaran moral dilingkungan keluarga sehingga anak melakukan perbuatan
tidak terpuji atau sekedar hanya ingin balas dendam dengan alasan, gurunya
galak. Guru galak bukan karena tidak beralasan namun demi untuk mencerdaskan
murid-muridnya namun murid-muridnya salah mengartikan tentang perbuatan
gurunya. Ini jelas bahwa seorang guru dan murid harus saling memahami jangan
karena persoalam sepeleh langsung melapor kepada orang tuanya dan pengaduan
dilembaga hukum.
Guru adalah segalanya setelah orang tua
jadi tidak ada guru yang ingin menjerumuskan muridnya dari yang hina dini.
Bagaiman pun pelanggaran tetap guru adalah orang tua yang sangat istimewa
setelah kedua orang tua. Jadi guru harus memahami betul anak didiknya. Kutipan
lain mengenai moral:
Karena
kekacaun persoalan manajemen keuangan ini, orang Sawang tak jarang menjadi
korban stereotip di kalangan mayoritas Melayu. Setiap perilaku minus tak ayal
langsung diasosiasikan dengan mereka. Discredit ini adalah refleksi sikap
diskriminatif sebagian orang Melayu yang takut direbut pekerjaannya karena
malas bekerja kasar. Sejarah menunjukan bahwa orang-oarang Sawang memiliki
integritas, mereka hidup eksklusif dalam komunitasnya sendiri, tidak usil
dengan urusan orang lain, memiliki etos kerja tinggi, jujur, dan tak pernah
berurusan dengan hokum. Lebih dari itu, mereka tidak perna lari dari
utang-utangnya. (Laskar pelangi 2008: 168)
Kutipan di atas menggambarkan tentang
kesukuan yang tidak mau mengala satu sama lain. Adanya gensi yang masih tinggi,
tidak mau bekerja dengan kasar itulah sering terjadi pertentangan pendapat bahkan
saling mencurigai satu sam lain, antara suku yang satu dengan suku yang lainnya
karena ingin semua di atas. Namun, tidak melihat dari segi kapasitasnya dimana
saya layak. Itu juga yang menyebabkan adanya saling curiga mencuriga kerena tidak
adanya saling mempercayai suku yang satu maunya selalu di atas sedangkan suku
yang satunya selalu mengala dan bertindak sesuai dengn norma adat dan
perundangan yang berlaku. Misal orang Melayu hanya senang memperebutkan
pekerjaan karena malas bekerja kasar. Orang-orang sawang memiliki integritas tinggi,
tidak usil dengan pekerjaan orang lain, memiliki etos kerja tinggi, jujur dan
tidak perna berusan dengan hukum. Orang-orang yang seperti ini betul-betul
memahami konsep sosial yang sesungguhnya karena tidak lagi mebedakan dari mana
asalnya namun, berdasarkan kemampuannya. Sifat seperti ini seharusnya dimiliki
oleh bangsa Indonesia pada umumnya baik sifat ini dipergunakan dalam bidang
politik, hukum, pendidikan, atau pun agama. Tindakan seperti ini mengandung
banyak manfaat dibanding jika saling mencurigai. Moral seperti ini sangat
disukai di masyarakat karena bagaimana pun masyarakat juga menginginkan
kedamaian. Kesadaran antara orang yang satu dengan yang lain harus betul-betul
saling memahami dalam hal ini moral harus berperan aktif dalam menyikapi
kehidupan.
b. Motivasi
Motivasi memang sangat perlu sebagai
jembatan utama dalam menggapai cita-cita untuk lebih jelasnya dapat dilihat
kutipan di bawah ini;
Kucai
sedikit tak beruntung. Kekurangan gizi yang parah ketika kecil mungkin
menyebabkan ia menderita myopia alias rabun jauh. Selain itu pandangan matanya
tidak focus, melenceng sekitar 20 derajat. Maka jika ia memandang lurus kedepan
artinya yang ia lihat adalah benda disamping benda yang ada persis di depannya
dan demikian sebaliknya, sehingga saat berbicara dengan seseorang ia tidak
memandang lawan bicaranya tapi ia menoleh ke samping. Namaun, kucai adalah
orang paling optimis yang pernah aku jumpai. Kekurangannya secara fisik tak
sedikit pun membuatnya minder. Sebaliknya, ia memiliki kepribadian populis,
oportunis, bermulut besar, banyak teori, dan sok tau. (Laskar pelangi 2008: 69)
Kutipan di atas menggambarkan seorang
anak yang tidak begitu sempurna dengan manusia lain yang sering menjadi bahan
tawaan bagi teman-temannya karena ketidak sempunaan yang ia miliki. Namun anak
itu tidak berkurang sedikit pun rasa padanya dengan penampilan yang paspasan.
Teman-temannya menjulukinya manusia pertama yang dijumpai dalam hidup ini yang
penuh dengan motivasi tinggi namun, mempunyai kepribadian populis dan tidak
minder jika berhadapan dengan orang banyak. Sikap seperti ini bukan mala
mencerdaskan namun malah membuat orang itu tidak mampu berbuat apa-apa karena
sifat malunya tinggi. Sifat seperti ini harus dilawan dengan banyak belajar dan
berlatih karena tanpa belajar dan berlatih mustahil untuk menemukan diri kita
yang lebih baik hari ini masa depan apa lagi masa kini adalah masa dunia
modern. Jika tidak tidak mempunyai keahlian dalam diri dan penerjamahan yang
kuat, kita akan tersingkirkan dari dunia modernisasi. Tidak ada kata tidak
untuk tidak menyatakan hal-hal yang berguna dan membentengi diri dengan dengan
kebulatan tekad yang tinggi. Dapat dilihat kutipan berikutnya mengenai motivas;
Kucai
juga bertahun-tahun menjadi ketua kelas kami namun bagi kami ketua kelas adalah
jabatan yang paling tidak menyenangkan. Jabatan itu menyebalkan antara lain
karena harus mengingatkan anggota kelas agar jangan berisik padahal diri
sendiri tak bisa diam. Ini menyebabkan tak ada dari kami yang ingin menjadi
ketua kelas, apalagi kelas kami ini sudah terkenal susah dikendalikan. Berulang
kali kucai menolak diangkat kembali menduduki jabatan itu, namun setiap kali Bu
Mus metapa muliahnya menjadi seorang pemimpin, kucai pun luluh dan dengan
terpaksa bersediah menjabat lagi. (Laskar
pelangi 2008: 70)
Kutipan di atas menggambarkan betapa
tinggi motivasi seorang guru terhadap anak didiknya dan tidak pernah surut
memberikan motivasi sedikit pun dari anak didiknya. Guru memang jika dilihat
peranannya sebagai orang tua murid sekolah harus memang mempetahankan anak
didiknya sebagai anaknya sendiri namun harus juga melihat prosedur lain bahwa
juga tidak boleh terlalu memanjakan
murid-murid agar ada sebatas pandangan antara guru dengan muridnya melalui
moralitas. Namun, harus memotivasi secara terus menerus ke hal-hal yang baik
dan mendapatkan hasil belajar yang memuaskan. Dan jika guru seperti ini dalam melihat
peserta didiknya kemungkinan besar anak didiknya merasa nyaman belajar dan
dekat dengan gurunya. Tingginya motivasi guru itu juga sebagai penunjang
behasil tidaknya seorang anak didik
Kutipan di atas juga menggambarkan
adanya seorang murid yang tidak mau menjadi ketua kelas karena dengan alasan
pertimbangan pertanggungjawaban di dunia dan setelah di akhirat kelak. Namun
jika kita melihat dunia zaman sekarang malah orang berlomba-lomba ingin menjadi
pemimpin walaupun tidak mempunyai keahlian di bidang itu atau bisa saja orang
berlomba-lomba menjadi pemimpin karena adanya jaminan masa depan yang
menjanjikan. Ini jelas merugikan orang banyak jika dimaknai, pemimpin hanya mencari
kerja dan bertanding. Namun zaman ini masih ada saja orang yang tidak mau
menjadi pemimpin karena katanya dosanya besar dan tidak mampu untuk
dipertangjawabkan nanti. Memang menjadi seorang pemimpin adalah pekerjaan yang
sangat berat. Kutipan berikutnya mengenai motivasi;
Sejak itu borek tidak tertarik lagi dengan hal
lain dalam hidup ini selain sesuatu yang berhubungan dengan upaya membesarkan
ototnya. Karena latihan keras, ia berhasil, dan mendapat julukan Samson. Sebuah
gelar ninggrat yang disandangnya dengan penuh rasa bangga. Agak aneh memang,
tapi paling tidak sejak usia mudah Borek sudah menjadi dirinya sendiri dan
sudah tahu pasti ingin menjadi apa dia nanti, lalu secara konsisten ia berusaha
ia mencapainya. Ia melompati suatu tahap pencarian identitas yang tak jarang
mengombang-ambingkan orang sampai tua. (Laskar
pelangi 2008: 78)
Kutipan di atas menggambarkan kehidupan
Borek yang tidak lagi bermain dengan permainan anak-anak. Seperti anak-anak
lainnya yang tidak lain hanyalah ingin membesarkan ototnya karena terinspirasi
melihat Samsong. Itulah sebabnya mereka rajin berlatih mengangkat besi dan
melakukan apa saja yang sifatnya bisa membuat otot yang lebih besar. Obsensinya
sangat tinggi untuk memperbesar ototnya. Walau pun seperti itu otot-ototnya,
namun, Borak sudah bisa menjadi dirinya sendiri. Dia mampu menjadi dirinya
sendiri dan meninggalkan sifat kenak-kanaknya. Ini suatu kemajuan bagi dunia
anak-anak yang tidak lagi bermain-main layaknya anak-anak lainnya. Pelajaran
seperti ini sangat manjur sekali untuk diajarkan atau sebagai motivasi untuk
bangkit dari kemalasannya. Karena tanpa adanya dorongan bagi dunia anak-anak
mustgahil untuk bisa berhasil. Motivasi sangat penting mendorong semgangat anak
agar selalu begejolak setiap saat dalam mengelolah kepribadian diri. Menjadi
diri sendiri adalah lebih baik dari pada memaksakan kehendak untuk menjadi
orang lain. Dengan mengenali diri sendiri berarti cerminan sikap untuk mengarah
yang lebih baik. Dapat dilihat kutipan berikutnya mengenai motivasi.
Maka
sejak waktu virtual tercipta dalam definisi
hipotesis manusia tatkala nebula mengeras
dalam teori lubang hitam, di antara titik-titik kurunnya yang menentang
panjang tak tahu akan berhenti sampai kapan, aku pada titik ini, di tempat ini
merasa bersyukur menjadi orang Melayu Belitong yang sempat menjadi murid
Muhammadiyah. Dan sembilan teman sekelasku memberiku hari-hari yang lebih dari
cukup untuk suatu ketika di masa depan nanti kuceritakan pada setiap orang
bahwa masa kecilku amat bahagia. Kebahagiaan yang spesifik karena kami hidup
dengan persepsi tentang kesenangang sekolah dan persahabatan yang kami
terjemahkan sendiri. (Laskar pelangi 2008: 85)
Kutipan di atas menggambarkan tentang
pershabatan yang terjalin dengan baik pada waktu masih bersekolah di
Muhammadiyah yang sarat dengan persahabatan. Persahabatan sangat penting untuk
menjaling hubungan yang lebih akrab
dengan teman-teman dan bisa bertukar pikiran dengan adanya sahabat apalagi
sahabat karib. Sangat bagus yang namanya sahat karib karena bisa membantu suka
maupun duka yang kita alami.
Persahabtan juga merupakan kebersamaan.
Tingginya kebersamaan didukung oleh persahabatan yang kuat dan keakraban
terjalin karena saling berteman dan bercanda. Alangkah nikmatnya persahabatan
jika kita terjamahkan sendiri karena kita saling mengerti satu sama lain tanpa
ada tekanan dari mana pun. Sebab bagaimana pun, persahabatan itu penting untuk
kita jaga. Namun, persahabatan juga harus kita pilah dan pintar-pintar
bersahabat dengan orang-orang yang baik. Karena jika sahabat kita pemabuk
akhirnya juga kita yang akan dijerumuskan terhadap hal-hal yang sifatnya
merusak moral dan cara berpikir kita. Banyak anak-anak yang hancur karena
persahabatan. Boleh-bolehlah yang namanya persahabatan namun, harus mengarah
yang baik-baik dan ada nilai positifnya untuk diri sendiri. Pergaulan itu
sangat penting jika ditanggapi secara positif ke arah yang lebih baik. Karena
tanpa persahabatan dan pertemanan tidak akan tercipta yang namanya solidaritas.
Jadi persahabatan dan pertemanan ada dua arah yang jika digabungkan akan
menjadi hal yang istimewa. Kutipan berikutnya mengenai motivasi.
Lintang hanya dapat belajar setelah agak larut
karena rumahnya gaduh, sulit menemukan tempat kosong, dan arena harus berebut
lampu minyak. Namun sekali ia memegang buku, terbanglah ia meninggalkan gubuk
doyang berdinding kulit itu. Belajar
adalah hiburan yang membuatnya lupa pada seluruh penat dan kesulitan hidup.
Buku baginya adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu meberi kekuatan
baru agar ia mampu mangayu sepeda menantang angin setiap hari. Jika berhadapan
dengan buku ia akan terisap oleh setiap kalimat ilmu yang dibacanya, ia tergoda
oleh sayap-sayap kata yang diucapkan oleh para cerdik cendekia, ia melirik
maksud tersembunyi dari sebuah rumus, sesuatu yang mungkin tak kasat mata bagi
orang lain. (Laskar pelangi 2008: 100)
Kutipan di atas menggambarkan seorang
murid yang begitu rajin dalam belajar dan memaknai ilmu pengetahuan. Namun juga
ada kendala untuk belajar karena rumahnya sempit dan tidak ada lampu listrik
yang masuk kerumahnya dan hanya menggunakan lilin kecil sebagai penerang malam
di dalam rumahnya. Di tambah lagi ruangan sangat sempit namun, semuanya itu
tidak membuat Lintang surut sedikit pun untuk belajar. Belajar baginya adalah
kunci kesuksesan untuk meraih masa depan yang lebih baik walaupun ditambah
kesusahan di dalam rumah tangganya namun baginya belajar dan mempelajari buku
adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan. Karena
pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Ini
sangat jelas betapa tingginya motivasi hidup yang dimiliki oleh seorang Lintang.
Namun jika dikaitkan dengan anak-anak dunia zaman sekarang yang semakin lengkap
peralatan canggih namun tidak lebih dari apa adanya hasil pendidikan. Banyak
orang beranggapan ini konsep pendidikan seperti apa di Indonesia. Apa memang
telah di atur oleh para politikus sedemikian rupa sehingga pendidikan di
Indonesia bukan penemu para lulusannya namun sebagai ilmu terapan dan penghafal
teori. Haruskah kita berpangku tangan melihat pendidikan yang kira rasakan
dewasa ini. Memikirkan akan jalan dan intelektual akan berkembang kalau
peningkatan dalam dunia pendidikan tidak dicampur adukan dengan kepentingan.
Kutipan lain mengenai motivasi.
Hari
demi hari semangat Lintang bukan semakin pudar tapi mala meroket karena ia
sangat mencintai sekolah, mencintai teman-temannya, menyukai persahabatan kami
yang mengasyikkan, dan mulai kecanduan pada daya tarik rahasia ilmu. Jika tiba
di rumah ia tak langsung beristrahat melaingkan segera bergabung dengan
anak-anak seusia di kampungnya untuk bekerja sebagai kuli kopra. Itulah
penghasilan sampingan keluarganya dan juga sebagai kompensasi terbebasnya dia
dari pekerjaan di laut serta ganjaran yang ia dapat dari “kemewahan” bersekolah.
(Laskar pelangi 2008: 95)
kutipan di atas menggambarkan bukanya motivasi lintang semakin berkurang namun, semakin bertambah. Suatu peningkatan yang dahsyat. Banyak orang ketika mengalami keberhasilan mala cenderung menurun motivasinya dan tidak mau berusaha lagi karena sudah didapatkan apa yang menjadi prioritasnya. Tidak memaknai proses yang namanya proses adalah sangat penting untuk menghasilkan semaksimal mungkin apa yang kita ingingkan. Kemaun adalah kunci suskses yang akan membawa seseorang menloncat ke atas yang lebih baik dari hari ini. Tanpa kemauan tidak akan ada apa-apa yang bisa kita hasilkan selain angan-agan. Kemaun itu adalah kunci kesusksesan. Persahabatan sangat perlu untuk mendukung dan memotivasi apa yang kita ingin capai hari ini. Karena tanpa yang namanya persahabatan dan mencintai teman-teman sulit menemukan hal-hal baru. Sebab bagaimanapun yang namanya pertemanan kalau dimaknai positif akan membawa perubahan yang lebih baik dari hari kemarin. Dengan adanya teman kita dapat bertukar pikiran banyak melakukan diskusi, bercanda, dan sebagainya. Dari pada berpangku tangan itu tidak akan menghasilkan apa-apa lebih baik menyibukkan diri sejak dari sekarang atau menemukan hal-hal yang baru yang sifatnya untuk kemaslahatan. Menggali ilmu itu sangat penting apa lagi kecanduan membaca. Dengan membaca kita bisa mengutip jendela dunia, maksudnya kita bisa mengetahui budaya lain. Membaca tidak sekedar hanya membaca namun harus penuh dengan pemahaman untuk menciptakan atau menghasilkan hal baru di mata masyarakat berdasarkan ilmu yang dimiliki. Apalagi menuntut ilmu sambil bekerja itu semua adalah fenomena menuju keberhasilan yang ingin dicapai. Bekerja keras adalah orang yang ingin berhasil dalam usahanya dan lebih menyenangkan lagi jika dipadukan antara ilmu dengan kerja keras. Maksudnya menuntut ilmu sambil bekerja keras itu juga sangat baik untuk menutupi biaya sehari-hari. Bukan untuk membebankan orang tua namun membantunya mengurangi beban mereka apalagi jika orang tua telah lanjut usia atau tua maka anaklah yang seharusnya bertanggung jawab penuh. Alangkah bahagianya yang namanya orang tua jika anaknya berhasil. Belum berhasil jika ada yang bisa dilihat secara kasat mata betapa bahagianya orang tua. Apalagi sudah bekerja dan rajin mengunjungi. Itu adalah kebanggaan yang terbesar. Apalagi aktifitas sekarang kita membawa manfaat yag penuh dengan semangat tinggi. Bukan hanya kita yang membanggakan keberhasilan kita namun menjadi kegembiraan orang lain disekitar kita apalagi mengerjakan sesuatu yang bermanfaat kepada mereka atau orang lain.
Menuntut ilmu pengetahuan dan bekerja
keras menggalinya terus menerus dengan melibatkan membaca buku dan menghadiri
forum-forum diskusi itu akan semakin menambah ilmu pengetahuan apalagi masi
kita kuat untuk mengatur waktu semaksimal mungkin. Karena jika kita yang diatur
oleh waktu maka sulit untuk mengerjakan banyak hal.
Orang yang berhasil adalah karena keinginannya kuat. Oleh sebab itu,
pandai-pandailah mengatur waktu dalam memanfaatkan kondisi yang beraturan untuk
mencapai hal baru yang kita inginkan dan memotivasi diri secara terus menerus
untuk mendukung usaha kita. Berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan bayak
aktifitas setiap hari dan memperbanyak bahan baca apa pun bentuknya baik navel,
cerpen, puisi, karya ilmiah, dan sebagainya. Dan yang terpenting adalah
mengenal medan kerja dan strategi ketika kita telah berada di lapangan dan
mempratekkan apa yang kita dapatkan dilingkungan masyarakat. Teori harus
beriringan denga praktek . teori tanpa pratek hanyalah onani intgelektual.
Keduanya harus bejalan beriringan. Dapat dilihat kutipan lain mengenai
motivasi.
Seluruh
kalangan di perguruan Muhammadiyah sekarang menjadi satu hati dan mendukung
penuh konsep Mahar. Semangat kami berkobar, kepercayaan diri kami meroket. Kami
saliong berpelukan dan meneriakan nama Mahar. Ia laksana pahlawan. Kami akan
menampilkan sebuah tarian spektakuler yang belum pernah ditampilkan sebelumnya.
Dengan suara tabla bergemuruh, dengan
kostum suku Masai yang eksotis, dengan koreografi yang memukau, maka semua itu
akan seperti festifal Rio . Kami sudah
membayangkan penonton yang terpesona. Kali ini, untuk pertama kalinya, kami
berani bersaing. (Laskar pelangi 2008: 227)
Kutipan di atas menggambarkan sekolah
Muhammadiyah dengan gigi bertanding memperebutkan piala antara sekolah dan
motivasi yang mendorong sehingga dapat bersaing antara sesama sekolah. Sekolah
lain berkat dorongan juga dari seluruh muhammadiyah dan guru-guru. Sudah
saatnta guru mendukung murid-muridnya jika perbuatan yang dilakukan mengarah
kepada kebaikan dan bersifat universal melalui murid-muridnya dan bukan mendidik hanya melalui buku-buku formal yang
diajarkan di sekolah saja namun harus mengajarkan segalanya menyangkut ilmu
pengetahuan, karena tanpa ilmu pengetahuan sulit untujk bersaing di luar san
apalagi sekarang adalah dunia modern jika tidak di persiapkan sedini mungkin
kita akan ketinggalan dan kalah bersaing dengan negara lain pada konteks
nasional. Sudah saatnya mempelajari segala macam ilmu pengetahuan untuk
bersaing dengan negara-negara lain berkembang pesat mutuh pendidikannya.
Mahar sebagai toko dalam dunia seni karena
semangat yang dimiliki berbeda dengan teman-temannya yang lain. Semangat yang
dimilki oleh Mahar berkobar-kobar dan gigi berani bertanding dengan sekolah
lain. Mahar juga menampilkan karya seni yang belum pernah ditampilkan
sebelumnya oleh siapa pun. Berarti ide Mahar memang sangat cemerlang dalam
menghasilkan karya di bidang seni. Seni adalah keindahan yang membawa seseorang
terhadap kemampuan jiwa yang mendalam. Walaupun oarng lain beranggapan bahwa
seni itu haya untuk seni. Bagi dunia Mahar
seni ini adalah universal tergantung oarang menilainya dari sudut
pandang sepeti apa. Orang berbeda-beda menafsirkan seni. Siapa pun itu, yang
namanya seni adalah keindahan dan marupakan milik siapa pun. Kutipan lain
mengenai motivasi.
“Sekolah
Muhammadiyah telah menciptakan daripada suatu arwah baru dalam karnaval ini.
Maka dari itu mereka telah mencenangkan suatu daripada standar baru yang
semakin kompetitif daripada mutu festival seni ini. Mereka mendobrak dengan ide
kreatif, tampil all out, dan berhasil
menginterprestasikan dengan sempurna daripda sebuah tarian dan musik dari
negeri yang jauh. Para penarinya tampil penuh
penghayatan, dengan spontanitas dan totalitas yang mengagumkan sebagai suatu
manifestasi darp pad penghargaan daripada mereka terhadap pertunjukan itu
sendiri. (Laskar pelangi 2008: 246)
Kutipan di atas menggambarkan sekolah
muhammadiyah telah menciptakan wajah baru dalam karnaval adalah suatu bukti
yang luar biasa walaupun sekolahnya hampir roboh dimakan waktu namun semangat
orang-orang di dalam tidak perna memudar mala semakin meningkat dan sangat
nampak terlihat dalam menggali ilmu pengetahuan. Memang sangat menakjubkan jika
dipikir-pikir memunculkan wajah baru dalam dunia pendidikan memang sangat sulit
jika hanya berpangku tangan melihat keadaan yang ada. Sudah saatnya kita tanpil
sebagai generasi muda dalam menggapai hasil yang memuaskan agar kita sebagai
peerus generasi bagsa mampu bersaing dengan negarfa lain di forum internasional.
Banyak sekolah-sekolah yang mampu secara bangunan dan dimanjakan peralatan
namun jika siswanya acu tak acu dalam menanggapi ilmu pengetahuan sama saja
dengan kebohongan yang pada gilirannya tidak menghasilkan apa-apa.
Dunia pendidikan zaman sekarang
siswa-siswa hanya sifatnya berftauran dimana-mana dan semangatnya hanya
menikmati dunia mudahnya dan senangnya hanya menghadikri konser musik, hiburan
yang sifatnya sangat peribadi yang hanya kenikmatgan sesaat. Bagaimanapun yang
namanya pendidikan dia sangatlah penting untuk menyadari segala kekurangan yang
kita miliki karefna tanpa kesadaran diri siapa pun guru mengajari kita jika
bukan kesadaran diri mustahil untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Jadi
kesadaran diri tidak kalah pentingnya dengan ilmu-ilmu lain dan saatnya untuk
bangkit dari dunia kebodohan yang melanda negeri ini untuk masa depan yang
lebih cerah. Mengambil pelajaran dari masa lalu untuk memperoleh hikmah.
Sebaliknya
kami, delapan ekor ternak dalam kereografi hebat itu, tetap tak tahu semua
kejadian yang menggamparkan itu, dan kami juga masih tahu ketika Mahar diarak
warga Muhammadiyah setelah sekolah menerima trofi bergensi Penampil seni
terbaik tahun ini. Trofi yang telah dua puluh tahun kami idamkan dan selama itu
pula bercokol di sekolah PN. Baru
pertama kali ini tropi itu di bawa pulang oleh sekolah kampung. Trofi yang
takkan membuat sekolah kami dihina lagi. (Laskar
pelangi 2008: 247)
Kutipan di atas menggambarkan sekolah
Muhammadiyah yang terhina oleh sekolah lain akibat bangunannya hampir roboh
oleh awaktu karena tidak adanya perhatian oleh pemerintah setempat. Haruskah
sekolah muahammadiyah menanggung beban yang sangat tidak masuk akal jika tidak
bisa dibangun seperti sekolah lain. Apakah pemerintah harus lepas tangan jika
yang namanya sekolah keagamaan ”swasta” yang hanya sederhana. Jika dilihat
semuanya semuanya ada dalam naungan republik ini. Namun, dilupakan oleh
pemerintah kalau alasan mendasar karena swasta. Itulah sebagai yang tertuang
dalam undang-undang bahwa seluruh warga negara indonesik berhak memperoleh
pendidikan yang layak. Nnyatanya pasal ini masih jauh dari realita yang
diungkapkan karena banyaknya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Marilah kita
membuktikan melalui jendela dunia khususnya indonesia yhang biaya pendidikan
semakin meningkat, ditambah buku-buku yang semkin melompat mahal. Jadi
logikanya adalah pendidikan hanyalah bagi orang-orang kaya dan yang mampu atau
bisa dikategorikan bahwa pendidikan saat ini sesungguhnya hanyalah milik
orang-orang yang berduit. Pendidikan sangat memprihatinkan di negara ini,
banyak eksploitasi pendidikan yang dilakukan oleh negara ini dan ditambah lagi dengan
guru-guru yang hanya mempertinggi titel atau pangkatnya sementara anak didiknya
berjalan dengan kebodohan dan tanpa arah yang jelas.
Sekolah muhammdiyah walaupun dilihat
dari segi manapun yang digambarkan dalam novel Laskar Pelangi namun, murid-muridnya semuanya pintar dan mempunyai
keahlian masing-masing dan pengajarannya pun sangat dibatasi oleh fasilitas
sekolah. Ini suatu bukti bahwa jangan dimaknai pendidikan sebatas materi dan
perlengkapan pembelajaran yang memadai dan mampu memfasilitasi dalam
menyikapi pendidikan.
Akhirnya,
aku mampu melangkah menyebrangi garis ujian tabiat mengasihani diri dan
sekarang aku berada di wilayah positif dalam menilai pengalamanku. Aku mulai
bangkit untuk menata diri. Aku mempelajari metode-metode ilmiah modern agar
dapat bangkit dari keterpurukan. Aku rajin membaca berbagai buku kiat-kiat
sukses, pergaulan yang efektif, cara cepat menjadi kaya, langkah-langkah
menjadi pribadi magnetik, dan bungai rampai manajemen pengembangan pribadi.
Mahar mengelus-elus koper bututnya dan A Kiong semakin fanatik padanya. Mereka
berdua tenggelam dalam kesesatan
memersepsikan diri sendiri. (Laskar
pelangi 2008: 339)
Kutipan di atas menggambarkan betapa
pentingnya pengalaman. Pengalaman itu sangat menyenangkan namun, juga penuh
suka duka yang kita lalui. Suka duka itu lahir karena dengan adanya pengalaman
dan peristiwa dasyat yang dialami. Kisah hidup yang menggelora jika pengalaman
itu ditafsirkan menuju hal yang bermanfaat. Karena tanpa pengalaman sulit untuk
mengetahui dunia yang kita jalani atau lalui. Pengalaman juga dapat membawa
kita ke hal-hal yang tidak diinginkan. Karnanya haruslah berhati-hati dalam
melihat masa lalu itu. Banyak orang terpenjara dengan masa lalu karena tidak
bisa menyeimbangkan dengan realitas yang ada. Selalu ke angan-angan dan hidup
dimasa lalunya, masa lalu biarlah ia berlalu dan yang kita inginkan saat ini
adalah pencapain masa depan. Malihat ke depan adalah cara terbaik untuk masa
depan yang baik pula.
Untuk bangkit dari keterpurukan adalah
hal yang baik namun, jika tidak belajar dari masa lalu tentang kegagalan maka yang
dialamii terkadang keberhansilan yang tidak memuaskan. Mencuri peluang memang
benar-benar bisa mengarahkan untuk menjadi manusia yang lebih baik dari
sebelumnya, serta tidak boleh fanatik dalam memiliki diri sendiri dan orang
lain. Terkadang hal itu yang menjadi kendala untuk membangkitkan kita.
Penghalang yang terbesar dalam hidup
adalah selalu hidup di masa lalu itu sendiri. Namun pengalaman dan prinsip
sangat penting untuk menjadikan diri kita berani mengambil resiko. Orang yang tidak
mempunyai prinsip dan pengalaman akan
kering dengan praktek terhadap ilmu yang dimilikinya.
c. Agama
“Ibunda Guru, Ibunda musti tahu bahwa anak-anak kuli ini kelakuannya
seperti setan. Sama sekali tak bias disuruh diam, terutama Borek, kalau tak ada
guru ulahnya ibarat pasien rumah sakit jiwa yang buas. Aku sudah tak tahan,
ibunda, aku menuntut pemungutan suara yang demokratis untuk memilih ketua kelas
baru. Aku juga tak sanggup mempertanggungjawabkan kepemimpinanku di padang masyar nanti,
anak-anak kumal ini yang tak biasa diatur ini hanya akan memberatkan hisabku. (Laskar pelangi 2008: 71)
Kutipan di atas menggambarkan tentang
seorang anak yang tidak ingin lagi menjadi ketua kelas karena perlakuan
teman-temannya jika tidak gurunya tidak mau diatur yang perlakuannya seperti
setan. “Akhirnya tidak mau menjadi ketua kelas”. Memang jika tidak tegas
memimpin akhirnya kita tidak mampu mengatur orang disekeliling kita. Seorang
pemimpin adalah bemental cengeng namun harus memiliki kepribadian yang selalu bersemangat
dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Seorang
pemimpin adalah orang yang berani mengambil resiko. Apa pun itu resikonya jika
mengarah kepada yang lebih baik. Namun juga tidak boleh bretindak semena-mena dalam
menjalangkan tugas. Bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, bukan
menambah-nambah hukum yang sudah ada. Lebih sederhana hukum jangan seperti
pisau jika di bawah tumpul dan jika di atas tajam. Gambaran lain tentang
kutipan di atas adalah bagaimana memilih pemimpin yahng demokratis dan
pemelihannya sangat sederhana dan tidak bertele-tele namaun tidak merugikan
salah satu pihak. Seorang pemimpin harus bertanggungjawan dan menjalangkan
amanah sebaik-baiknya.
Ia mahluk yang merdeka. Ia seperti angin. Ia bukan Melayu, bukan
Tionghoa, dan bukan pula Sawang, bukan siapa-siapa. Tak ada yang tahu
asal-usulnya. Ia tak memiliki agama dan tak bisa bicara. Ia bukan mengemis
bukan pula penjahat. Namanya tak terdaftar di kantor desa. Dan telinga sudah tak bias mendengar ikarena
ia perna menyelami dasar Sungai Lenggang untuk mengambil bijih-bijih timah,
demikian dalam hingga telinganya mengeluarkan darah, setelah itu menjadi tuli.
(Laskar pelangi 2008: 91)
Kutipan di atas menggambarkan adanya
manusia yang merdeka dari segalanya dan tidak memiliki agama kemudian tidak
berbicara apa-apa. Namunn, perlakuannya tidak jahat, tidak juga merusak
lingkungan dan tidak mengganggu ketentraman orang lain. Tidak memiliki agama
kemungkinan besar karena pengajar agama jauh dari tempat tinggalnya sehingga
guru agama tidak menjangkaunya. Namun itu tidak penting untuk dibicarakan
karena hanya kita mengada-ngada jika dibahas barng yang tidak pasti dari mana
asalnya dan dia bukan pengemis buka pula penjahat, namanya pun tidak terdaftar
di kepala desa, kelaukuannya juga sangat aneh dan misterius kehidupannya. Kutipan
lain mengenai agama:
Tuhan menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang
agar dapat memberi pencerahan pada sekelilingnya. Dan di malam yang tua dulu
ketika Copernicus dan Lucretius duduk di samping Lintang, ketika angka-angka
dan huruf menjelma menjadi kunang-kunang
yang berkelap-kelip, saat itu Tuhan menyemaikan biji zarah kecerdasan,
zarah yang jatuh dari langit dan menghantam kening langit. (Laskar pelangi 2008: 105)
Kutipan di atas menggambarkan tuhan
menakdirkan orang-orang tertentu memiliki hati yang terang untuk memberi pencerahan
kepada orang lain disekelilingnya. Hal inilah yang harus kita renungkan bahwa
ada memang utusan Allah dalam hal ini adalah pencerahan bagi yang tidak tahu
menjadi tahu segala apa yang menjadi prioritas dalam hai ikhwan. Sudah banyak
utusan Allah memberikan pencerahan di muka bumi untuk kita pelajari bersama.
Manusia memang membutuhkan yang namanya dengan pencerahan karena sifat manusia
tidak luput dari kesalahan. Secara teologis yang namnya iman kadang naik dan
kadang juga turun. Dapat dilihat kutipan berikutnya mengenai agama:
“Persoalannya apakah Anda seorang religius, seorang Darwinian, atau
sekadar seorang oportunis? Pilihan sesungguhnya hanya antara religius dan
Darwinian, sebab yang tidak memilih adalah opotunis! Yaitu mereka yang berubah-ubah sikapnya sesuai situasi mana
yang akan lebih menguntungkan mereka. Lalu pilihan itu seharusnya menentukan
prilaku dalam menghargai hidup ini. Jika anda seorang Darwinian, silakan
berperilaku seolah tak ada tuntunan akhirat, karena bagi Anda kitab suci yang
memaktub bahwa manusia berasal dari Nabi Adam adalah dusta. Tapi jika anda
adalah seorang religius maka Anda tahu bahwa teori evolusi itu palsu, dan
ketika Anda tak kunjung mempersiapkan diri untuk dihisab nanti dalam hidup
setelah mati, maka dalam hal ini Anda tak lebih dari seorang sekuler opotunis
yang akan dibakar di dasar neraka!” (Laskar
pelangi 2008: 121)
Kutipan di atas menjelaskan teori
perbandingan antara buatan manusia dan teori buatan manusia dengan wahyu Allah.
Ini sangat jelas dan patuh dibicarakan karena yang namanya teori tidak semuanya
benar. Makanya kitga harus melihat teori dari sisi baik dan buruknya, jika baik
kita ambil. Teori adalah buatan manusia, sedangkan manusia adalah mahluk yang
terbatas pemahamannya dan tidak menutup kemungkinan tegori itu tercipta hanya
sebagai pelampiasan intelektual atau pemuas diri. Terkadang teori tidak mampu
melahirkan praktek dan masi jauh yang diinginkan oleh manusia misalnya, teori
dari Darwin beranggapan bahwa asal manusia itu adalah kera atau nenek moyangnya
berasal dari kera. Itulah sebabya tgeori itu dicermati mana yang mendekati
kebenaran dan mana yang sama sekali jauh dari kebenaran (yang terpenting adalah
mengambil hikmah dan membuang yang tidak
baik). Kutipan lain mengenai agama:
Lintang menepuk-nepuk punggung Mahar, menghargai ceritanya yang
menakjubkan, tapi ia tersenyum simpul dan pura-pura batuk untuk menyamarkan
tawanya. Kami terus memanddngi keindahan pelangi tapi kali ini kami tak lagi
berdebat. Kami diam sampai matahari membenamkan diri. Azan magrib menggema
dipantulkan tiang-tiang tinggi rumah panggung orang Melayu, sahut-menyahut dari
masjid ke masjid. Sang lorong waktu perlahan hilang ditelan malam. Kmai diajari
tak bicara jika azan berkumandang. “
diam dan simaklah panggilan menuju kemenangan itu…,” pesan orangtua kami. (Laskar
pelangi 2008: 162)
Kutipan di atas menggambarkan
orang-orang belitong dalam memaknai hidup dalam konsep agama namun, banyak juga
yang mempercayai dunia mistik tapi yang paling berpengaruh adalah agama islam
dan pada saat azan dikomandangkan semua orang berbondong-bondong melakukan
shalat berjamaah. Ini suatu bukti bahwa orang-orang belitong sangat menghargai
yang namanya agama dan taat melaksanakn shalat lima waktu “kemungkinan begitu”.
Orang tua mengajari anaknya jika azan maka jangan bicara, simaklah azan itu,
kata orang tua belitung “sebagian untuk memenuhi panggilan yang maha kuasa
B.
Pembahasan
Berdasarkan
analisis data, maka diketahui bahwa novel laskar
pelangi karya Andrea Hirata mempunyai nilai pendidikan adalah sebagai
berikut:
a.
Agama
Agama
yang dilukiskan dalam novel laskar pelangi memang sangat menakjubkan dan sesuai
dengan apa yang terjadi dalam kehidupan manusia. Walaupun banyak bumbu-bumbu
mistik yang disajikan dalam pencarian untuk dihapus karena itu merupakan bentuk
pengingkaran terhadap agama. Banyaknya praduga dan sampel yang dilukiskan dalam
novel Laskar Pelangi sehingga mampu untuk dicerna dan sederhana untuk di
amalkan walupun masih banyak kekurangan namun patut untuk dijadikan sebagai
contoh dewasa ini dalam mengarungi hidup yang lebih baik dari sekarang. Namun,
banyak orang melihat agama itu sendiri sebagai ajaran hanya persoalan rohani
yang dikedepankan. Persoalan dunia disepelehkan. Ini juga jelas telah
mengabaikan konsep agama itu sendiri, karena didalam agama islam itu dengan
sesuai dengan penjelasan hadist yang artinya bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan
beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau meninggal besok. Ini
menunjukan bahwa kita harus menyeimbangkan alam dunia dengan alam akhirat.
Penggambaran
agama dalam novel Laskar Pelangi sangat nyata disisi lain agama islam mencoba
melawan hemistik dan syirik atau melawan perdukunan dengan konsep muhammadiyah
itu sendiri yang dilukiskan dalam novel laskar pelangi. Ini suatu bukti bahwa
masi ada gerakan yang peduli terhadap keaagmaan. Agama dianggap sebagai
penolong dunia sebagai bekal sebagai penolong di akhirat kelak, walau pun
penggambarannya masih bersifat kedaerahan namun itu juga sebagai usaha demi
kemaslahatan orang banyak.
Tanpa
agama hidup ini akan terasa tidak memiliki tujuan yang jelas dan kehancuran
menjadi penguasa. Kebebasan tindakan
jelas akan menjadi juri kesesatan bagi
semua insan. Lahirnya agama agar dapat menjadi pembebasan karena agama
merupakan atau untuk meninekatkan keimanan, pemahaman, pengahayatan, dan
pengamalan kepada setiap insan agar dapat mengenal penciptanya.
b.
Moral
Dalam
novel laskar pelangi penggambaran moral sangat jelas dan kental dalam melihat
sisi-sisi kehidupan baik pesoalan individu mau pun persoalan publik. Moral
memang terkadang menjadi perbincangan dan jika salah melihat diri individu misalnya
dari pergaulan yang paling pertama dinilai adalah segi moral. Jika moral bagus
maka segala penilain akan semuanya bagus dalam diri kita. Patut menjadi
pelajaran jika terkadang orang membenci kita hari ini untuk memperbaiki di esok
hari apalagi saat ini banyak remaja kita yang tidak memiliki moral yang tahunya
hanya tawuran dimana-mana sangat jauh dari moral yang diharapkan. Namun
terkadang juga dari segi keluarga sehingga anak itu bertindak di luar batas
kewajaran kamanusiaan. Pembelajaran moral dalam keluarga sangat penting demi
kelangsungan hidup yang lebih baik karena tanpa pembelajarn moral bagi
anak-anak mungkin itulah sebab anak-anak tidak menghargai orang tua dan orang
lain. Kesemuanya itu orang tua harus berperan aktif dalam mendidik anak agar
nantinya ketika terjun ke masyarakat sangat memahami keadaan seseorang dengan
tidak bertindak semena-mena.
Moral
dalam Laskar Pelangi sangat kental menyajikan pembelajaran moral dan sangat
bagus untuk menjadikan bahan bacaan dan perenung bersama. Pengganbarannya
sangat mudah dipahami dalam mendorong seseorang untuk berbuat baik dan ditambah
lagi dengan contoh kehidupan yang disajikan untuk pembelajaran moral walau pun
penggambarannya seputar lingkup muhammadiyah namun sangat menarik dalam
memerangi yang tidak baik dalam masyarakat.
c.
Motivasi
Lahirnya
motivasi karena adanya dorongan drai luar atau isnpirasi sehingga termotivasi
ingin berbuat atau melihat keberhasilan teman-teman sehingga termotivasi untuk
melakukan hal yang sama. Motivasi buka lahir serta merta lahir begitu saja
namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga atau pergaulan. Banyak orang
termotivasi ingin kaya karena melihat
oarng kaya disekelilingnya dan banyak orang belajara lebih giat karena melihat
orang-orang cerdas yang begitu dihormati di hadapan orang banyak.
Motivasi
lahir karena adanya juga dorongan dari teman-teman, sahabat, pacar, guru, dan
banyak membaca buku. Hal-hal seperti inilah membuat kaita termotivasi dalam
melakukan hal yang berbeda dengan orang lain. Dalam novel laskar pelangi
digambarkan motivasi ke sepuluh murid Muhammadiyah betapa tinggi motivasinya
misalnya, sangat menghargai yang namnya pendidikan sehingga ia rajin belajar.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
hasil analisis data penelitian ini
diperoleh kesimpulan bahwa nilai pendidikan dalam novel laskar pelangi karya Andrea Hirata adalah sebagai berikut;
- Agama
Nilai agama dalam novel laskar pelangi sangat kental menggambarkan
pendidikan keagaman dan menawarkan nilai agama supaya diajarkan agama sedini
mungkin bagi generasi kita supaya nantinya kalau sudah hidup dalam ruang
lingkup mayarakat dapat memberikan contoh di masyarakat dan menghindari ketidak
beresan moral generasi kita “bangsa Indonesia di masa mendatang”.
- Moral
Dengan adanya pengajaran
dalam pendidikan agama baik di sekolah
atau lingkungan keluarga dengan sendirinya akan timbul moral yang nanti bisa
sebagai panutan baik di lingkungan keluarga dan di masyarakat pada umumnya dan
moral yang digambarkan dalam novel laskar
pelangi sangat cocok sebagai pembelajaran bagi anak-anak , remaja, dewasa,
ataupun tenaga pendidik. Karena moral yang ditawarkan sangat jelas dan
mendidik. Apalagi generasi muda kita sekarang ini mengalami kerisis moral.
- Motivasi
Semangat berapi-api yang
digambarkan dalam novel laskar pelangi begitu tinggi dan sangat bagus untuk
diajarkan dalam pengajaran sastra untuk membentuk keperibadian anak “utamanya
remaja”.
B.
Saran
Dengan hasil penelitian ini, dikemukakan beberapa saran
diantaranya :
1.
Sudah sepatutnya uraian dalam
tulisan ini tidak hanya sekedar kritik
ilmiah bagi penulis dan pembaca, tetapi dapat memberikan hikmah ilmiah
dan dapat dijadikan pelajaran berharga menyikapi permasalahan dalam kehidupan.
2.
Kiranya dalam penelitian ini
merupakan motivasi bagi pembaca untuk mengkaji aspek-aspek lain dari novel
berbobot lainnya sebagai suatu motivasi. Jika perlu ada baiknya kalangan
mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia memberdayakan pengkajian semacam
ini sebagai suatu bentuk kegiatan apresiasi.
DAFTAR PUSTAKA
Adi, S. Sutjarso. 1993. Penelitian Sastra. Ujung Pandang : FPBS
IKIP.
Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung :
Sinar Baru.
Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta
: Rineka Cipta.
Adhar, Al-Fisah. 1997. Penokohan dalam Novel Harimau-harimau Karya
Mukhtar Lubis. Skripsi. Ujung Pandang : UNISMUH.
Depdikbub. 1993. Kamus Besar
Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Junaedi, Moha. 1992. Apresiasi Sastra
Indonesia. Ujung Pandang : CV. Putra Maspul Ujung
Pandang.
_______, 1994. Apresiasi sastra Indonesia. Ujung Pandang : CV.
Putra Maspul Ujung Pandang.
Kridalaksana, Harimukti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta :
Gramedia.
Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Rumah
Kaca. Jakarta Timur :
Lentera Dipantara.
Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta :
Gajah Mada Universitas Press.
Mudjiono. 2006. Belajar dan
Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.
Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan
Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus
Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Poedjosoedarmo, Soepomo. 1978. “Kode dan Alih Kode” Widya Parwa 15. Yogyakarta
: Balai Penelitian Bahasa.
Ratna, Nyoman Kutha. Sastra dan Cultural Studies. 2007.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 1988. Apresiasi
Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.
Sumarjo, Joko. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung : Alumni.
Suhaeb. 1979. Karaktorologi. Ujung Pandang : IKIP.
Sudirman, Panuti. 1984. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta :
Pustaka Jaya.
Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMA. Bandung : Erlangga.
Sukada, Madu. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung
: Angkasa.
Tarigan, Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung :
Angkasa.
_______, 1981. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung :
Angkasa.
Wellek, Rene dan Weren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan
(Terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia.
_______, 1993. Teori
Kesusastraan Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Zaidan, Abdul Razak, dkk. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta :
Balai Pustaka.
Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi
Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
RIWAYAT HIDUP
RAMADHAN OHOIRAT, anak
pertama dari empat bersaudara
Lahir di Labobar pada
tanggal 17 Februari 1987, tepatnya pada
hari kamis. Ia mulai
menjalani pendidikan dibangku sekolah pada usia 05 tahun, yaitu pada tahun 1995
di SD negeri Labobar selama 6 tahun, pada tahun 2001 duduk di bangku MADRASAH
TSANAWIA NEGERI MASTUR dan tamat pada tahun 2003, dan melanjutkan Sekolah di
SMA pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2005 di MADRASAH ALIYA NEGERI TUAL,
Kemudian lanjut pada salah satu Universitas yang ada di Makassar, yaitu
Universitas Muhammadiyah Makassar ( UNISMUH ) dalam usia 18 tahun dan mengambil
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tahun 2009
bulan November mengikuti ujian penyelesaian studi S1 di Universitas
Muhammadiyah Makassar dengan judul Skripsi “ANALISIS NILAI KEPENDIDIKAN NOVEL
LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA”
BIOGRAFI
SINGKAT ANDREA HIRATA
ANDREA HIRATA, lahir di Belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari
sains dan tentu saja sastra. Edonsor adalah novel ketiganya setelah novel best seller Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi.
Andrea lebih mengidentikan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker.
Sekarang ia tengah mengejar mimpinya yang lain untuk tingggal di Kye Gompa,
desa tertinggi di dunia, di Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi dari Universitas
Indonesia. Ia mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi master of science di
Universite de Paris, Sarbonne, prancis dan Sheffeld Hallam University, United
Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi telkomunikasi mendapat penghargaan dari
kedua Universitas tersebuat dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasi
ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telkomunikasi
pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai
referensi ilmiah. Saat ini Andrea Hirata tinggal di Bandung dan masih bekerja
di kantor pusat PT Telkom. Hobinya naik komidi putar. Komunikasi dengan Andrea
dapat melalui www.sastrabelitong.multiply.com