Analisis Pesan Moral dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Masalah  
Setiap karya sastra yang berbentuk prosa selalu mempunyai pelaku yang memiliki karakter tertentu. Karakter dalam suatu karya prosa merupakan unsur yang sangat menentukan. Apabila penggambaran suatu karakter tidak selaras dengan sosok pelaku yang ditampilkan akan mengurangi bobot ceritanya. Oleh karena itu, penggambaran karakter sang pelaku atau tokoh haruslah sesuai dengan situasi yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu karya sastra yang berbentuk prosa haruslah dapat menampilkan tokoh atau pelaku dengan karakter yang masuk akal. Maksudnya tutur kata tingkah laku dan perbuatan yang menggambarkan karakter sang tokoh atau pelaku biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut dapat diterima secara wajar dan masuk akal. Setiap tindakan dan keinginan suatu pelaku haruslah mempunyai alasan yang dapat diterima. Dengan kata lain, tindakan tersebut mencerminkan watak/karakter pelaku tersebut.
Berdasarkan hal tersebut di atas, karakter pelaku suatu novel pun merupakan  karakter yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, karakter yang dimiliki oleh suatu pelaku dalam novel dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat untuk merealisasikan ilmu yang pernah penulis dapatkan selama kuliah terutama menganalisasikan sastra yang berbentuk prosa, maka penulis mencoba mengamati, menganalisis Pesan Moral yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi Andrea Hirata.
Penulis mengangkat judul Analisis Pesan Moral dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperolah di bangku kuliah, di samping itu pula karena dalam karya sastra terutama fiksi, aspek politik tidak kalah pentingnya menentukan terjalinnya cerita atau peristiwa apalagi novel ini novel bertendensi pendidikan dan pengajaran moral yang ada dalam novel ini sangat kuat.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini dirumuskan permasalahan untuk mengarahkan keseluruhan proses penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, maka yang menjadi permasalahan, yakni “Bagaimanakah Pesan Moral yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan Pesan Moral yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.



D.    Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diharapkan dapat:
1.       Memberikan pedoman bagi pembaca agar mengambil pesan moral yang baik dan menghindari pesan moral yang tidak sesuai dengan adat yang belaku lewat cerita yang dibacanya.                                                                                        
2.       Bermanfaat sebagai bahan perbandingan dengan karya-karya ilmiah lainnya.
3.       Memberikan sumbangsi pembina bahasa indonesia pada umumnya dan sastra pada khususnya.

E.     Sistematika Penulisan
Dalam penelitian ini, penulis mengambil judul : “Analisis Pesan Moral Dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”.
Penulis membaginya dalam tema bab yaitu:
Bab I                     Pendahuluan meliputi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
Bab II        Tinjauan pustaka dan kerangka pikir meliputi pengertian dan bagan     kerangka pikir
Bab III      Metode penelitian meliputi variabel dan desain penelitian, definisi variabel, data dan sumber data, Teknik pengumpulan Data, dan Teknik Analisis Data.
BAB IV Hasil analisis dan pembahasan meliputi penyajian hasil penelitian, pembahasan hasil analisis.
BAB V      Penutup meliputi Kesimpulan dan saran.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.    Tinjauan Pustaka
1.      Hakikat sastra
Sastra adalah suatu hasil karya seni yang muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan. Sastra bersifat otonom. Di katakan otonom, karena karya sastra memeliki dunia tersendiri dibandingkan dengan bidang-bidang kehidupan lainnya.
Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang moral, keyakinan, dan sebagainya. Sedangkan di dalam karya sastra terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi seperti yang telah terbukti dalam kehidupan sehari-hari.
Sastra seperti halnya karya seni lainnya, hampir setiap zaman memegang peranan penting karena sastra dapat mengekpresikan nila-nilai kemanusiaan yang berfungsi sebagai alat untuk meneruskan tradisi suatu bangsa dalam artian positif, baik masa sekarang maupun masa yang akan datang (Burnet dalam Semi, 1988: 20).
Rampan (1984: 14) mengemukakan bahwa sastra adalah refleksitas persoalan manusia sebagai hasil renungan pengarang terhadap kehidupan dan alam sekitarnya. Sastra adalah alat untuk menyampaikan ajaran, nasehat atu agama.
Realitas bagi sastrawan hanyalah bahan mentah. Ia hanyalah sumber pengambilan ilham. Untuk menjadi karya sastra masih diperlukan pengolahan dalam angan sastrawan. Bukan hanya sekedar pengolahan dalam arti cara penyampaiannya, malainkan menyangkut pada pembaerian nilai-nilai yang lebih tinggi dan lebih agung.
Oleh karena itu seorang pengarang jika menciptakan karya sastra bukan hanya sekedar memindahkan apa yang disaksikan dalam kehidupan ke dalam karyanya melainkan pengarang mempunyai tugas yang lebih berat, sebab pengarang harus memberi konstribusi dan tujuan, melainkan penafsiran tentang alam dan kehidupan itu.

2.      Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Itali, novella berarti sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa oleh Abrems (dalam Nurgiyantoro, 2000: 9).
Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang (Adhar, 1997: 9). Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga terjadi perubahan jalan hidup baru baginya (Wellek dan Austin, 1990: 182-183).
Secara etimologi, novel berasal dari bahasa Latin novellus yang diturunkan dari kata novles yang berarti baru.
Secara istilah, novel sebagai salah satu jenis karya sastra dapat didefinisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah yang menimbulkan rasa seni pada pembaca, seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo (1984: 3) sebagai berikut:
“Novel (sastra) adalah ungkapan pribadi manusia merupakan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.

Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk naratif dan berkesinambungan ditandai oleh adanya aksi dan reaksi antar tokoh, khususnya antara antagonis dan protagonis seperti diungkapkan oleh Semi (1988: 36).
“Fiksi (novel) merupakan salah satu bentuk narasi yang mempunyai sifat bercerita: yang diceritakan adalah manusia dengan segala kemungkinan tentangnya. Oleh karena itu ciri utama yang membedakan antara narasi (termasuk fiksi atau novel) dengan desripsi adalah aksi, tindak tanduk atau pelaku”. Clara Reeve (dalam Wellek, 1993: 282).

Pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel berisi tentang cerita kehidupan tokoh yang diciptakan secara fiktif, namun dinyatakan sebagai suatu yang nyata. Nyata yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang sebenarnya, melinkan nyata dalam arti sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima secara logis hubungan antara ssuatu peristiwa dengan peristiwa lain dalam cerita itu sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi kepada peminat sastra. Novel juga diartikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang  dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdibud, 1993: 694).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakn cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas yang menyajikan lebih dari objek berdasarkan stuktur tertentu.
Dengan demikian, novel sangat penting dipelajari dan dikaji untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal yang diungkapkan pengarang.
3.      Jenis Novel
Dalam arti luas, novel adalah cerita berbentuk prosa dalam unsur yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat diartikan cerita dengan plot (alur). Namun, yang kompleks, suasana yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun ukuran luas disini juga mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksi saja, misalnya sedang karakter dan setting hanya satu saja.
Sumardjo (1984: 16) membagi novel itu atas tiga jenis, yaitu novel percintaan, novel petualangan dan novel fantasi.
a.    Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria seimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan pelakunya.
b.    Novel petualangan hanya dominasi hanaya kaum pria, karena tokoh didalamnya pria dengan sendirinya melibatkan banyak masalah lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita.
c.    Novel fantasi bercerita tantang hal yang tidak logis yang tidak sesuai dengan keadaan dalam hidup manusia. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep dan gagasan sastrawan hanya dapat jelas kalau diutarakan bentuk cerita fantastic, artinya menyalami hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari.
Penggolongan di atas merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam praktek ketiga jenis novel tersebut sering dijumpai dalam suatu novel. Secara khusus Muchtar Lubis (dalam Tarigan 1985: 166) membagi novel atas beberapa bagian seperti:
a.        Novel avontur dipusatkan pada seseorang tokoh atau hero utama wanita, merupakan rintangan untuk mencapai suatu tujuan;
b.        Novel psikologis perhatian tidak ditujukan pada avontur lahir maupun rohani, terjadi lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari semua pikiran para pelaku;
c.        Novel detektif kecuali dipergunakan untuk meragukan pikiran pembaca, menunjukkan jalan penyasalan cerita. Untuk membongkar rahasia kejahatan, tentu dibutuhkan bukti agar dapat menangkap si pembunuh.
d.       Novel sosial dan politik pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat sebagai pendukung jalan cerita.
e.        Novel kolektif tidak hanya membawa cerita tetapi lebih mengutamkan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas, keseluruhan mencampur adukkan pandangan antrologis dan sosiologis.
f.         Novel sejarah hanya sekedar kenangan indah buat dukumen, mengisahkan kepahlawanan seorang gadis yang keluarganya menjadi korban revolusi.
g.        Novel keluarga pengalaman batin dijejahi pembaca tentang kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosial, kegelisahan batin maupun kegelisahan rumah tangga.
Tema adalah karya inti sari atau pokok bahasan karya sastra yang secara keseluruhan sehingga di dalam novel, tema menetukan panjang waktu yang diperlukan untuk mengungkapkan isi cerita, atau tema adalah gagasan utama/ pokok pikiran.
Menurut Aminuddin (1991: 91) istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan sesuatu perangkat”.
Tarigan (1985: 125) mengatakan bahwa tema pandangan-pandangan hidup yang terentu atau perasan tertentu mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra.
Tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah disinggung di atas, pembaca terlebih dahulu harus memehami unsur-unsur signifikan yang menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Tema tidak perlu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema biasanya hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Kesimpulannya, bahkan bahan mentah pengamatan saja. Pengarang bisa saja mengungkapkan suatu masalah kehidupan, dan problema tersebut tidak perlu dipecahkan.
4.      Unsur yang Membangun Novel
Dalam sastra dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik. Seperti  Karya sastra yang lain novel juga dibangun berdasarkan dua unsur tersebut.  Secara struktural unsur intrinsik terdiri dari  tema, plot, latar, karakter/penokohan, titik pengisah, dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat ditemukan namun tidak berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita ada yang bersama, namun mungkin ada salah satu diantarantaya yang mendapat perhatian khusus dari pengarang.
Pendekatan ekstrinsik adalah usaha menafsirkan seni sastra dalam ceritanya dalam lingkungan sosial. Pendekatan ekstrinsik juga berusaha mencari hubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti budaya, agama, dan lain-lain.
a.      Intrinsik
Dalam pendekatan aspek intrinsik merupakan suatu segi yang membangun karya sastra itu dari dalam misalnya yang berhubungan dengan struktur, alur, tokoh, latar dan pengungkapan tema dan amanat.


1)      Tema
Tema adalah karya inti sari atau pokok bahasan karya sastra yang secara keseluruhan sehingga di dalam novel, tema menetukan panjang waktu yang diperlukan untuk mengungkapkan isi cerita, atau tema adalah gagasan utama/ pokok pikiran.
Menurut Aminuddin (1991: 91) istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan sesuatu perangkat”.
Tarigan (1985: 125) mengatakan bahwa tema pandangan-pandangan hidup yang terentu atau perasan tertentu mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra.
Tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah disinggung di atas, pembaca terlebih dahulu harus memehami unsur-unsur signifikan yang menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Tema tidak perlu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema biasanya hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Kesimpulannya, bahkan bahan mentah pengamatan saja. Pengarang bisa saja mengungkapkan suatu masalah kehidupan, dan problema tersebut tidak perlu dipecahkan.


2)      Tokoh dan Penokohan (Karakter)
                                            i.      Tokoh
Tokoh cerita adalah pelaku dalam sebuah cerita baik fiksi maupun non fiksi yang dapat dibedakan atas beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan yakni tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian
Tokoh protogonis merupakan tokoh yang mewakili yang baik atau terpuji sehingga biasanya menarik simpati pembaca, sebaliknya tokoh antagonis adalah tokoh yang mengimbangi atau membayang-bayangi bahkan menjadi musuh palaku dan merupakan tokoh yang memiliki sifat yang jahat sehingga dibenci olah pembaca.
Tokoh bulat adalah tokoh yang memiliki dan diungkap berbagai kemungkinan sisi kehidupannya dan jati dirinya. Sedengkan tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki sutu kualitas pribadi tertentu.
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita berbeda dengan tokoh berkembang, sedangkan tokoh perkembangan adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan  perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa plot dikisahkan.
Tokoh tipikal adalah penggambaran, pencerminan atau penunjukkan terhadap orang, atau kelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang individu bagian dari suatu lembaga. Tokoh netral adalah tokoh yang hanya hidup dan berekstensi, dalam cerita itu sendiri.
                                          ii.      Penokohan
Penokohan adalah sifat atau ciri khas pelaku yang diceritakan. Masalah penokohan atau perwatakan merupakan salah satu di antara beberapa unsur dalam karya fiksi yang kehadirannya sangat memegang peranan panting, dikatakan demikian karena tidak akan mungkin ada cerita tanpa adanya tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak dan akhirnya membentuk alur cerita. Sedangkan menurut Suroto (1989: 22) penokohah adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh tersebut ini tampil berarti ada dua hal penting, yang pertama hubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat.
Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan suatu karya yang berhasil, penokohan pasti terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan unsur lain.
Penilaian terhadap cerita merupakan ukuran tentang berhasil tidaknya pengarangnya mengisi cerita itu dengan karakter-karakter yang menggambarkan manusia sebenarnya supaya pembaca dapat memahami ide dan emosinya.
Menurut Aminuddin (1991: 80) pembaca dapat menelusuri karakter melalui beberapa hal, antara lain:
a.       Lewat tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya,
b.      Gambaran yang diberikan pengarang lewat penggambaran lingkungan  kehidupan maupun cara berpakaiannya,
c.       Menunjukkan bagaimana pelakunya,
d.      Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri,
e.       Mamahami bagaimana tokoh lain berbicara tentangya,
f.       Melihat bagaimana tokoh lain bebicara tentangnya,
g.      Melihat bagaimana tokoh lain itu memberikan reaksi terhadapnya,
h.      Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya.
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa iru mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.
Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengartiannya sebab ia sekaligus mencakup masalah setiap tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.
Suhaeb (1979: 85) mengatakan bahwa:
“Karakter adalah sifat kemauan yang mengikuti seseorang pada beberapa prinsip tertentu yang oleh rasionya dipastikan sebagai yang tidak dapat diubah, baik fisik maupun moral yang membedakanya dengan orang lain secara khas”.

Selanjutnya, Tarigan (1985: 89) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah totalitas keadaan dan reaksi jiwa terhadap perangsangnya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Poerwadarminta, 1984: 445).
Watak sering disamakan artinya dengan karakter. Sehubungan dengan hal iru maka penggambaran tokoh atau watak sang tokoh harus wajar dan masuk akal. Maksudnya bahwa tutur kata, tingkah laku dan perbuatan yang menggambarkan watak sang tokoh harus biasa terjadi kehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut diterima secara wajar.
Dari beberapa batasan pengertian tentang karakter, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa karakter adalah kondisi jiwa manusia yang diakibatkan oleh faktor dari dalam diri manusia maupun dari luar, yang membedakan seseorang dari orang lain secara khas. Baik yang dapat berubah maupun yang tetap demi perkembangan kehidupannya yang ditampakkan dalam tingkah laku.
Definisi di atas dapatlah dikatakan bahwa pensifatan sebagai simbol diri seseorang atau tokoh merupakan pembawaan yang melekat pada diri sebagai penggambaran ciri khas dirinya. Sifat seseorang atau tokoh merupakan cermin karakter yang ditunjukkan dan sebagai alat identifikasi yang membedakan dirinya dengan orang lain. Sehingga pensifatan diri seseorang adalah perwujudan nilai, ideologi, cara pandang yang menjadi anutan yang menyertainya.
                                        iii.      Plot atau Alur
Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusu satu persatu dan saling berkaitan menutut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Suroto, 1989: 89). Pendapat lain mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama, (Tarigan, 1985: 126).
Kalau diperhatikan dengan teliti sebuah cerita, ternyata ia merupakan rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk satu kesatuan yang utuh, hubungan unsur cerita yang satu dengan peristiwa yang lain.
Ada beberapa alur yang dikenal antara lain: (a) alur maju, (b) alur mundur, (c) alur zikzak, (d) alur naik, (e) alur turun, (f) alur tunggal, (g) alur datar, (h) alur ganda dan (i) alur longgar.
Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatan tentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana yang tentu pula.
                                        iv.      Latar (setting)
Latar adalah latar belakang fiksi, unsur tempat dan ruang dalam cerita, (Tarigan, 1985: 136).
Pengertian latar atau setting dalam karya fiksi adalah tempat peristiwa dalam karya fisi serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 1999: 67).
Sebuah cerita akan senantiasa berlangsung pada ruang dan waktu tertentu, ruang dapat terwujud tempat tinggal desa, kota atau wilayah yang lebih luas. Waktu dapat tewujud siang, malam, hari, bulan atau tahun. Bahkan waktu dapat menunjukkan lamanya cerita berlangsung, sejam, sehari, sebulan, dan beberapa tahun.
Sehubungan dengan hal tersebut, Suroto (1989: 94) mengatakan yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran sutuasi tempat dan waktu serta terjadinya suatu peristiwa.
Latar atau setting dapat memberikan gambaran kapan dan dimana peristiwa itu terjadi, latar dapat diketahui melalui lima unsur, yaitu: (1) lokasi geografis yang aktual yang meliputi tipografi, cadangan (2) pekerjaan dan cara hidup sehari-hari, (3) waktu peristiwa itu berlangsung, (4) lingkungan religius, moral, intelektual dan sosial dan (5) alat yang digunakan sang tokoh.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu, tempat-tempat suasana terjadinya peristiwa srta memiliki fisikal dan fungsi psikologis yang dituliskan dalam suatu karya sastra.
                                          v.      Amanah
Amanah adalah pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau menghadapai persoalan tersebut, (Suroto, 1989: 89).
Menurut Zaidan, (1994: 27) amanah adalah pesan pengarang kepada pembaca, baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan melalui karya sastra.
Pendapat lain mengatakan bahwa amanah adalah keseluruhan makna atau isi wacana konsep dan perasaan yang ingin disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar (Kridalaksana, (1982: 9-10).
Sebuah karya sastra betapa pun susahnya atau rumitnya, senantiasa memuat dua hal yaitu:
1)   Keindahan dan kenikmatan; dan
2)   Ide, gagasan dan ajaran.
Menurut Junaedi, (1994: 98), ada dua jenjang amanah yakni utama, amanah bawahan. Amanah utama adalah amanah dasar cerita. Amanah bawahan adalah amanah tambahan atau amanah sampingan cerita.
                                        vi.      Titik Pengisahan (Sudut Pandang)
Titik pengisahan adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto, 1989: 96). Ini dapat dilihat dalam penggunaan kata ganti “aku” dan “dia” di dalam karangan.
Lebih lanjut Suroto (1989: 96) menguraikan penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam; (1) pengarang sebagai tokoh utama; (2) pengarang sebagai tokoh bawahan dan (3) pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita.
Titik pandang atau biasa diistilakan dengan point of view atau titik kisah, menurut Aminuddin (1999: 90) meliputi: (1) narrator omniscent, (2) narrator observer, (3) narrator observer omniscent and (4) narrator the third person omniscent.
Narrator observer omniscent adalah pengisah yang berfungsi sebafai pelaku cerita. Karena pelaku juga dalam pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya.
Narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap permunculan para tokoh serta hanya dalam batas tertentu tentang perilaku batin para pelaku. Dalam narrator omniscient pengarang meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal ini juga menyebut nama pelaku dengan ia, mereka.
Menurut pendapat Junaedi, jika kita menghayati cerita fiksi dengan saksama akan ditemui cara pengisahan; (1) pengarang berada di luar cerita; (2) pengarang terlibat di dalam pengisahan dan (3) pengarang larut sepenuhnya dalam cerita (Junaedi, 1992: 172).



                                      vii.      Gaya Bahasa
Istilah Style (gaya bahasa) berasal dari bahasa Latin, Stilus, yang mempunyai arti suatu alat untuk menulis di atas kertas (yang telah dilapisi) lilin.
Soepomo Poedjosoedarmo membicarakan gaya bahasa sebagai salah satu variasi bahas, yaitu termasuk ragam, ditandai oleh “suasana indah”, dalam artikelnya “Kode dan Alih Kode”
Dapatlah disimpulkan disini, bahwa analisis gaya basasa sebuah fiksi, terutama menekankan gaya bahasa perbandingan, sebab dalam gaya bahasa itulah tampak dengan jelas faktor intelektialitas, emosionalitas pengarang dalam karyanya.                                        
b.      Ekstrinsik
   Pendekatan esktrinsik adalah pendekatan yang menganalisis karya sastra dari aspek luar atau unsur yang membangun novel dari luar yang di dalamnya mencakup  budaya, pendidikan, dan agama.
1)      Aspek Moral
a)      Pengertian Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan  seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah laku. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan. Moral dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai penentuan  terhadap perbuatan baik buruk dan kelakuan.
Menurut Dhamananta (2002: 181) bahwa moral selalu berhubungan dengan tingkah laku, perbuatan baik atau manghasilkan penderitaan ataupun kebahagiaan itu tergantung pada individu masing-masing. Moral juga dapat diartikan sebagai ajaran baik dan buruk, perbuatan dan kelakuan, ahlak kewajiban, dan sebagainya.
Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
Novel sebagai salah satu gendre sastra merupakan alat untuk menyampaikan reaksi pengarang terhadap sesuatu yang di lihat, di rasa dan di amati. Melalui karya sastra pengarang mengungkapkan gagasan tertentu berdasarkan lingkungan, budaya, pendidikan, dalam situasi tertentu yang mempengaruhi pikirannya.
b)     Bentuk Pesan Moral
Berdasarkan objek Analisis Pesan Moral dalam novel Laskar Pelangi  karya Andrea Hirata, secara garis besar bentuk pesan moral yang menjadi objek penelitian adalah agama, budaya, dan pendidikan.
1)      Agama
 Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salahsatu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah.Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun.
Menurut istilah agama adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia deangan alam.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya  menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya.sesuatu yang luar biasatentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.Dan sumber yamg luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri misalnya tuhan atau dewa.
Sesuai dengan defenisi di atas maka pesan moral dalam konteks agama merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salahsatu amanat untuk menambah khasana konsepsi epistemologi pembaca tentang hubungan manusia dengan manusia, manusi dengan lingkungan, manusia dengan diri sendiri, dan manusia dengan tuhan.                             
2)     Budaya
Selain unsur agama, karya sastra juga erat kaitannya dengan budaya dalam kajian culture study sastra merupakan representasi dari budaya sehingga keberadaanya sangat sulit terpisahkan satu sama lainnya.
Budaya pada hakikatnya dapat di bagi menjadi dua bagian pertama, budaya yang mampu dilihat, dirabah atau dirasa dengan menggunakan panca indra dan kedua, merupakan merupakan akumulasi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan tradisi-taradisi lain, yang merupakan hasil dari akal budi manusia. Menurut Tylor (http: wikipedia. 2007) kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. 
Budaya juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan me  mpengaruhi tingkat pengetahuan  dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, budaya itu bersifat abstrak.
Novel merupakan salah satu gendre sastra sebagai media aktualisasi budaya yang representasikan budaya masyarakat atau komunitas tertentu. Oleh karena itu, budaya merupakan salah satu unsur yang selaluh hadir dalam sebuah karya sastra. 
3)      Pendidikan
Selain agama dan budaya, dalam novel laskar pelangi secara umum  pendidikan dirumuskan  sebagai suatu pembimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh pendidik kepada kepada peserta didik ke arah satu tujuan. Mengenai  pembimbingan atau bagaimana cara memberikan bimbingan,materi apa yang diberikan dalam pembimbingan, apa tujuan dan hakikat pendidikan serta anak didik itu sendiri, tergantung pada dasar falsafah pendidikan.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga dan pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan.
                   
B.     Kerangka Pikir
Dengan memperhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan berpikir selanjutnya. Landasan berpikir yang dimaksud tersebut akan mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian ini guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan untuk itu akan menguraikan secara rinci landasan berpikir yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini:
Karya prosa adalah karangan yang bersifat menerang jelaskan secara terurai mengenai sesuatu masalah atau hal perostiwa dan lain-lain. Dengan demikian, karangan bentuk ini jelas tidak bisa disingkat dan pendek karena harus menerangkan secara panjang lebar dan sejelas-jelasnya akan sesuatu. Itulah sebabnya ketetapan dan kejelasan kalimat menjadi sangat penting.
Karya sastra bentuk prosa pada dasarnya dibangun oleh unsur instinsik; yaitu tema, amanah, plot, perwatakan atau penokohan, latar, dan karakter, titik pengisahan serta gaya bahasa. Selah satu bagian unsur instrinsik adalah karakter perwatakan yang mempunyai peranan sangat penting, karena tanpa karakter/perwatakan suatu cerita tidak akan tercipta.



















Bagan Kerangka Pikir

KARYA SASTRA
 
                         

 




NOVEL
 LASKAR PELANGI
 

                 


ANALISIS
 PESAN MORAL
 
                   







BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Variabel dan Desain Penelitian
  1. Variabel Penelitian
Sebelum diuraikan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian variabel dalam suatu penelitian. Variabel tidak pernah lepas dari suatu penelitian, dan boleh dikatakan bahwa variabel merupakan syarat mutlak dalam suatu penelitian.
Arikunto (1992: 89) mendefinisikan variabel adalah sebagai karakteristik tertentu yang mempunyai nilai atau ukuran yang berbeda untuk unit observasi atau individu yang berbeda. Variabel adalah objek penelitian, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitas. Variabel dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu bariabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif misalnya luasnya kota, umur, banyaknya dan jam dalam sehari dan sebagainya. Contohnya variabel kualitatif adalah kemakmuran, kepandaian dan lain-lain.
Setelah memperhatikan uraian di atas, maka dapatlah ditentukan variabel sebuah penelitian yang digunakan untuk direncanakan, sehingga dengan itu pula maka jelaslah penelitian ini merupakan penelitian yang harus dibatasi variabelnya, agar data yang dikumpulkan dapat mengarah pada tujuan. Pesan Moral novell tersebut. Subvariabel adalah tuturan, gambaran, perilaku, bahasa, jalan pikiran, reaksi pelaku, reaksi tokoh.
  1. Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian. Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objekti atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti dalam menjaring data mendeskriftifkan Pesan Moral yang ada dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata sebagaimana adanya.

B.     Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional pada hakikatnya merupakan pendefinisian variabel dalam bentuk yang dapat diukur, agar lebih lugas dan tidak menimbulkan bias atau membingungkan. Penelitian bebas merumuskan, menentukan definisi operasional sesuai dengan tujuan penelitinya, dan tatanan teoriti dari variabel yang ditelitinya (Adi, 1993: 17).
Pesan moral pada novel Laskar Pelangi adalah salah satu unsur penentu terciptanya suatu cerita dalam novel tersebut. Karakter ini mencerminkan watak, sifat, pribadi dan tingkah laku sebagai pengembang amanah yang dipaparkan lewat peran yang dimainkan. Oleh karena itu, pesan moral diperankan diibaratkan sebagai “juru kunci” amanah pengarang.
Untuk memperoleh pemaknaan yang sama terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, penulis merasa perlu mengemukakan definisi berikut ini.
1.                Pengertian Analisis
Analisis adalah pengamatan yang dilakukan untuk memperoleh data yang lebih akurat  misalnya agama, budaya, pendidikan dan lain-lain.
        2.      Pengertian Pesan
                 Pesan adalah amanat yang terkandung dalam cerita baik secara tersirat mau
                 Pun tersurat.
  1.      pengertian moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan  seseorang dalam mengatur tingkah laku.
        
C.    Data dan Sumber Data
  1. Data
Data dalam penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni setiap kata, kalimat/ungkapan yang mendukung karakter tokoh atau perwatakan dalam
 novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Studi pustaka mencoba sejumlah buku dan tulisan yang relevan atau objek kajian.
  1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini novel ini berjudul Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berjumlah 534 halaman diterbitkan oleh PT. Bentang Pustaka IKAPI pada tahun 2008 di Jakarta.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik dokumentasi dengan jalan mengumpulkan data melalui sumber tertulis.
Dengan cara penelitian pustaka yaitu:
1.      Membaca berulang-ulang novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata
2.      Mencatat data yang termasuk Pesan moral, misalnya karakter dari watak, sifat, tingkah laku dan lain-lain serta berapa banyak dalam kartu pencatatan data.
3.      Mengklasifikasikan data yang termasuk Pesan moral misalnya  karakter, sifat, tingkah laku dan lain-lain di dalm novel tersebut.

E.     Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan, maka pesan moral dapat dicocokkan dengan tokoh yang dimaksud, kemudian diseleksi kutipan atau data yang mana lebih spesifik itulah yang akan diambil. Selanjutnya, menentukan watak, sifat, karakter sesuai dengan bukti atau penunjuk yang telah dipilih dalam novel tersebut.
Sebagai hasil akhir, memaparkan watak, sifat, karakter, dan kebiasaan tokoh dengan senantiasa mengutip bagian cerita yang menunjukkan kebenaran analisis yang dimaksud, selanjutnya dideskripsikan berdasarkan fenomena sosial yang dijadikan acuan penelitian meliputi:
1.       Menelaah/ menganalisis seluruh data yang telah diperoleh berupa pesan moral dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
2.       Mendeskripsi unsur yang membangun karya sastra khususnya menyangkut pesan moral dalam novel Laskar Pelangi karya Anrea Hirata
3.       Mendeskripsikan karakter tokoh yang terdapat pada novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.















  BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
          
Pembahasan dalam bab ini dengan uraian secara rinci terhadap novel Laskar Pelangi karya            Andrea Hirata yang terbagi dalam dua bagian. Bagian yang pertama mengemukakan hasil analisis data yang juga merupakan hasil penelitian sedangkan bagian kedua memuat pandangan penelitian dan merupakan pembahasan.

A.    Penyajian Hasil Analisis Data
              Pesan moral adalah amanat yang terkandung dalam cerita baik tersirat maupun tersurat yaitu nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan seseorang atau  masyarakat dalam mengatur tingkah laku. Pesan moral yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah pesan  moral  dalam bentuk  agama, budaya ,dan pendidikan.
  1. Pesan agama
Pesan moral dalam bentuk agama,merupakan undang-undang  atau  peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam.
Berikut ini,uraian tentang komponen pesan  moral dalam bentuk agama dalam kaitannya  dengan pesan moral yag terdapat dalam novel laskar pelangi karya Andrea Hirata. Dan dapat kita lihat dalam kutipan berikut ini:
“Pak harfan berdiri di depan para orang tua wajahnya muram beliau bersiap-siap memberikan pidato terakhir wajahnya tampak putus asa”(Hirata,2008:6)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa cobaan apa pun yang sedang terjadi kita harus bisa menghadapinya dengan bersikap sabar karna pasti ada hikma di balik cobaan itu.Begitulah pak harfan  menghadapi masalah yang terjadi disekolah muhammadiyah ternyata ada seorang anak laki-laki yang menjadi penyelamat sekolah muhammadiyah tidak jadi ditutup,seperti tertuang dalam kutipan berikut:
“Trapani berteriak sambil menunjuk kepinggir lapangan “harun”kami serentak menoleh dan di kejauhan tampak seorang pria kurus tinggi berjalan terseok-seok.pakaian dan sisiran rambutnya sangat rapi”(Hirata,2008:7)

Pria itu adalah harun,pria jenaka itu adalah pria terbelakang mental yang sudah berusia lima belas tahun,yang menjadi penolong sekolah muhammadiyah tetap dibuka.
Dalam kutipan berikut cara pak harfan memberikan pengajaran  dan pesan kepada  siswa muhammadiyah dengan penuh keikhlasan.
“Pak Harfan tampak amat bahagia menghadapi murid tipikal” (Hirata,2008:23)

Dalam kutipan di atas menunjukkan sikap pak harfan  dalam menghadapi dan memberikan pengajaran kepada siswa yang mempunyai karakter yang berbeda-beda.berikut kutipannya:
“Guru yang sesunggunya,seperti dalam lingua asalnya,india,yaitu orang yang tak hanya mentransfer sebuah pelajaran,tetapi juga yang secara pribadi sahabat dan pembimbing spritual bagi muridnya” (Hirata, 2008: 23)

Kutipan di atas menunjukkan pak harfan mengajarkan kepada siswanya bahwa guru bukan saja sebagai orang yang memberikan ilmu kepada siawanya,tetapi juga sebagai teman dan pembimbing agama bagi siswanya.
Pada hakekatnya manusia disamping sebagai makhluk individual, juga sebagai mahluk sosial yang tidak dapat seorang diri terpisah  dari manusia-manusia lain,dan pada dasarnya manusia diciptakan untuk dapat memberi kepada orang lain.Pernyataan di atas dapat kita lihat dalam kutipan di bawah ini:
“Memberilah sebanyak-banyaknya kepada orang lain ,bukan menerima sebanyak-banyaknya kepada orang lain”(Hirata, 2008: 24).

Kutipan di atas adalah pesan sang bapak kepala sekolah  secara berulang-ulang kepada anak didiknya.
Pesan moral selanjutnya  mengajarkan tentang budi pekerti kemuhammadiyaan yang menjelaskan tentang karakter yang dituntut islam dari seorang amir.amir dapat berarti pemimpin,seperti pada kutipan berikut:
“Barang siapa yang kami tunjuk sebagai amir dan telah kami tetapkan gajinya untuk itu,maka apapun yang ia terima selain gajinya itu adalah penipuan”(Hirata,2008:71)

Kutipan di atas menunjukkan  ibu mus  sedang geram dengan korupsi yang meraja lelah dan beliau juga  mengingatkan pentingnnya memegang amanah sebagai pemimpin dan alqur’an mengingatkan bahwa kepemimpinan seseorang akan dipertanggung jawabkan di akhirat.
Berikut ini dapat pula  kita lihat pesan moral dalam bentuk agama yang didapatkan oleh Ikal  di sekolah Muhammadiyah Belitong. Berikut kutipannya:
“Di sekolah ini aku memahami arti keikhlasan, perjuangan dan integritas” (Hirata, 2008: 84)

Kutipan di atas menunjukkan rasa cinta Ikal terhadap sekolah Muhammadiyah yang bukan hanya mengajarkan tentang keikhlasan, perjuangan, dan integritas tetapi juga mewariskan  tentang ide-ide besar Islam.
“Lebih dari itu, perintis perguruan ini mewariskan pelajaran yang amat berharga tentang ide-ide besar islam yang mulia, keberanian untuk merealisasi ide itu meskipun tak putus-putus dirundung kesulitan  dan konsep menjalani hidup dengan gagasan memberi manfaat sebesar-besarnya untuk orang lain melalui pengorbanan tanpa pamrih” (Hirata, 2008: 85)

Kutipan di atas menunjukkan pujian  yang disampaikan oleh Ikal kepada  guru yang telah banyak  memberikan ilmu tentang ajaran islam  yang sangat berharga kepadanya dan juga kepada  anggota Laskar Pelangi yang lain dan juga mengajarkan bagaimana cara  menghadapi cobaan atau kesulitan  dengan penuh kesabaran serta memberikan manfaat atau pertolongan kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan.
Kutipan berikut ini pak Harfan memberikan pidato yang berisi  motivasi kepada siswa Muhammadiyah untuk menunjukkaan kepada dunia bahwa sekolah Muhammadiyah masih bisa bersaing dengan sekolah lainya karna sekolah Muhammadiyah adalah sekolah yang mengedepankan ajaran Islam. berikut kutipannya:
“sekolah kita adalah sekolah islam yang mengedepankan pengajaran nilai-nilai  religi, kita hurus bangga dengan hal itu” (Hirata, 2008 :222)

Kutipan di atas menunjukkan  pak Harfan memotivasi siswanya agar bisa menjaga nama  sekolah  Muhammadiyah dan harus mengedepankan nilai-nilai agama. Setelah mendengar pidato pak Harfan para siswa Muhammadiyah bersorak gembira dan berusaha untuk bisa ikut dalam acara karnaval. Berikut kutipannya:
“Kita harus karnaval,apapun yang terjadi” (Hirata, 2008: 222)

Kutipan di atas menunjukkan  perkataan pak Harfan  yang terus memotivasi  Mahar dan kawan-kawanya agar bisa ikut karnaval.
Segala yang akan kita lakukan harus didasari dengan doa agar apa yang kita cita-citakan dapat terkabul, begitulah yang  yang dilakukan siswa Muhammadiyah saat.Pertandingan karnaval akan dimulai. Berikut kutipannya:
“Sebelum parade kami berkumpul berpegangan tangan menundukkan kepala sambil berdoa mengharukan” (Hirata, 2008: 233)

Kutipan di atas menunjukkan siswa Muhammadiyah sedang berdoa sebelum pertandingan karnaval dimulai. Kesopanan merupakan salah satu pesan moral yang dijunjung tinggi dalam kehidupan menjadi baik buruk perilaku manusia dalam, berinteraksi dengan sesamanya sehingga kesopanan menjadi prinsip moral, apalagi di hadapan kitab Allah. Berikut kutipannya:
jaga adatmu di muka kitab Allah anak muda (Hirata, 2008: 253)
Kutipan di atas menunjukkan peringatan yang disampaikan kepada Syahdan pada saat sedang melakukan Khatam  Alqur’an. Ikal memperingati Syahdan yang sedang berbicara kepada Ikal mengenai A Ling, tapi Syahdan tetap tak memperdulikan peringatan Ikal dia tetap melanjutkan pembicaraanya mengenai info tentang A Ling.berikut kutipannya:
“A Ling adalah sepupu A Kiong “ (Hirata, 2008: 253)

Kutipan di atas  menunjukkan Syahdan sedang memberitahu Ikal bahwa A Ling adalah  sepupu A Kiong, meskipun sedang melakukan Khatam Alqur’an.
Menyekutukan Allah merupakan hal yang harus kita hindari  agar kita tidak tergolong kedalam orang yang musyrik,agama melarang kita agar tidak melakukan hal yang termasuk menyekutukan allah,seperti perdukunan dan jangan berteman dangan orang yang sering bermain dukun karna itu bisa menarik kita kedalam kemusyrikan,dapat kita lihat dalam kutipan berikut:
“Jangan bersahabat dengan orang yang gila perdukunan” (Hirata, 2008: 326)
Kutipan di atas menunjukkan larangan untuk tidak bersahabat dengan orang yang gila perdukunan. Didunia ini tidak ada manusia yang tidak memiliki cita-cita,semuaya pasti memiliki cita-cita maka dari itu senangtiasalah memanjatkan doa kehadirat Allah SWT. Berikut kutipannya:
“Cita-cita adalah doa”(Hirata, 2008: 343)

Kutipan di atas menujukkan Sahara memberikan nasehat kepada Syahdan yang bercita-cita  menjadi seorang  bintang film meskipun nasehatnya mengandung sindiran.
“Kalau tuhan mengabulkan doamu, dapatkah kubayangkan apa jadinya dunia perfilman Indonesia” (Hirata , 2008: 343).

Kutipan di atas menunjukkan Sahara sedang memberikan motivasi kepada Syahdan tapi disertai dengan sindiran.karna syahdan sebenarnya tidak mempunyai bakat di bidang akting. Kutipan berikut  mengajarkan tentang pedoman kemuhammadiyaan yang disampaikan oleh ibu Mus kepada Mahar yang telah membelakangi ayat-ayat Allah demi perbuatan sesat yang telah ia lakukan selama ini yaitu perdukunan. Tampak dalam kutipan berikut ini:
“hiduplah dari ajaran Alqur’an, Hadits, dan Sunatullah, itulah pokok-pokok tuntunan muhammadiyah.insya allah nanti setelah besar engkau akan dilimpahi rejeki yang halal dan pendamping hidup yang sakinah”(Hirata, 2008: 350)

Kutipan di atas menunjukkan betapa pentingnya ajaran Alqur’an, Hadits, dan Sunatullah bagi keselamatan kita di dunia (akhirat) dan tidak ada duanya ajaran yang paling berharga selain ajaran yang ada pada kutipan di atas dan janganlah sekali-kali menyekutukan Allah dan jangan pula berbuat Syirik. Tampak pada kutipan berikut:
“Syirik adalah larangan tertinggi dalam islam” (Hirata, 2008: 351)
Syirik merupakan larangan tertinggi begitupun  dengan Musyrik karna kedua perbuatan tersebut tidak bermanfaat tetapi malah menjerumuskan kita kedalam lembah dosa. Berikut kutipannya:
“Camkan ini anak muda, tidak ada hikmah apa pun dari kemusyrikan” (Hirata, 2008: 352)

Kutipan di atas  menunjukkan ekspresi ibu muslimah yang sedang memarahi Mahar yang tidak  menghiraukan perkataan ibu Muslimah yang  menyuruh agar ia secepatnya bertobat tetapi malah membantah perkataan ibu Muslimah dengan perkataan yang sudah kelewat batas. Maka janganlah mengikuti jejak Mahar yang sudah masuk ke dalam dunia gelap.
Ketabahan merupakan sikap yang harus kita tonjolkan ketika kita mengalami ujian dan kegelisahan begitulah yang dinasehatkan Trapani kepada Ikal, ketika Ikal cemas pada saat partandingan cerdas cermat akan dimulai tetapi bukan Trapani yang menjadi pasangan cerdas cermas melainkan Sahara yang tidak harapkannya menjadi pasangan cerdas cermat tersebut. Berikut kutipannya:
“Tabahkan hatimu Ikal” (Hirata, 2008: 367)

Kutipan di atas menunjukkan Trapani sedang memberikan nasehat kepada Ikal yang kelihatan cemas pada saat perlombaan cerdas cermat akan dimulai yang akhirnya menghasilkan kemenangan bagi siswa Muhammadiyah karna kecerdasan Lintang yang tak ada duanya.

2.      Pesan budaya
Pesan moral dalam bentuk budaya merupakan sesuatu yang akan mempengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia  sehingga dalam kehidupan sehari-hari, budaya itu bersifat abstrak. Budaya juga merupakan keseluruhan yang kompleks yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, dan adat istiadat.
Budaya tak lepas dari ide-ide atau gagasan dari orang yang akan melakukan kebudayaan tersebut, sehingga budaya tampak lebih mengesankan, seperti halnya dalam kutipan di bawah ini yang merupakan  kebudayaan dalam kehidupan sehari-hari orang Belitong. Berikut kutipannya:
“Drama, opera, dan orkestra yang manggung di dahan filicium sepanjang hari dengan panggung sandiwara yang dilakoni homo sapiens  di sebuah kelas dibawahnya” (Hirata, 2008: 66)

Kutipan di atas menunjukkan sebuah kebudayaan yang keseharian dilakukan oleh para warga Belitong, seperti kegiatan yang setiap harinya dilakukan oleh anggota Laskar Pelangi. Pada kutipan di bawah ini:
“Aku mau ikut ke pasar,cai” (Hirata, 2008: 66)

Kutipan di atas menunjukkan Syahdan ingin ikut Kucai ke pasar, dalam rangka pelajaran pekerjaan tangan dan harus membeli kertas kajang di pasar. Bakat seseorang merupakan landasan yang akan membawa orang itu menuju puncak kesuksesan, orang memiliki bakat yang berbeda-beda, ada yang bakatnya menjadi penari, pemain film dan bahkan ada yang bakatnya menjadi seorang penyanyi, bahkan ada yang memiliki bakat lebih dari satu dalam memperingati kebudayaan sering kita jumpai hiburan-hiburan yang berupa tarian, nyanyian dan sebagainya, jika keadaan yang mengharuskan kita harus melakukan sesuatu hal, meskipun kita tidak mengetahuinya. Maka buatlah hal tersebut menjadi sesuatu hal yang berharga bagimu, seperti pelajaran seni suara di salah satu sudut kumuh perguruan miskin Muhammadiyah di siang panas yang menggelegak ibu Muslimah dan para anggota Laskar Pelangi mengadakan pengajaran seni suara yang dimulai dengan salah seorarng siswa Muhamadiyah keturunan Tionghoa, dia adalah A Kiong. Berikut kutipannya:
“...Berkibarlah Benderaku...” 
“...Lambang Suci Gagah Perwira...”
“...Bergelak-Bergelak! Selentak...Selentak...!” (Hirata, 2008: 129)

Kutipan di atas adalah lagu yang dibawakan A Kiong yang berjudul berkibarlah benderaku karya ibu sud yang sudah delapan kali dibawakan oleh A Kiong. Semua anggota Laskar Pelangi mendapat bagian bernyanyi  tapi belum satu orang pun yang berhasil  menyanyikan lagu dengan baik sampai pada giliran Ikal yang takkalah membosankan meskipun hanya pelecehan  yang ia dapatkan tapi Ikal tetap bersemangat menyanyanyikan lagu sorak-sorai bergembira. Berikut kutipannya:
“...sorak-sorai bergembira...bergembira semua...”
“...telah bebas negeri kita...Indonesia merdeka...” (Hirata, 2008: 131)

Kutipan di atas menunjukkan lagu yang yang dinyanyikan Ikal tapi tidak berhasil ia nyanyikan dengan baik karna beberapa Oktaf secara drastis tanpa dapat dikendalikan sehingga tak ada keselarasan nada dan tempo.sampai pada akhirnya ditemukan bakat. Yang betul-betul adalah bakat yang dicari selama ini dalam anggota Laskar Pelangi, anggota Laskar Pelangi yang dimaksud adalah Mahar.Berikut kutipan:
“Aku akan membawakan sebuah lagu tentang cinta ibunda guru, cinta yang   teraniaya tepatnya” (Hirata, 2008: 135)

Kutipan di atas  menunjukkan Mahar  mengucapkan semacam  prolog kepada ibu Muslimah. Bagi ibu Muslimah, Mahar adalah anak muda yang menghargai seni. Prolog yang dilakukan Mahar belum pernah dilakukan oleh anggota Laskar Pelangi sebelummya, ibu Mus termenung ragu-ragu. Beliau menatap Mahar tersenyum penuh tanya sambil tersenyum penuh canda tawa ibu mus mengambil keputusan yang puitis. Berikut kutipannya:
“Jalan keladan berliku-liku, jangan lewat hutan cemara, segera nyanyikan lagumu, biar kutahu engkau merana” (Hirata, 2008: 136)

Kutipan di atas ibu Muslimah  mempersembahkan  puisi yang mengandung makna menyuruh Mahar agar secepatnya menyanyikan lagunya, puisi tersebut mendapat balasan dari Mahar dengan ucapan seperti pada kutipan berikut:
Terima kasih ibunda guru (Hirata, 2008: 136)
Kutipan di atas menunjukkan Mahar berterima kasih kepada ibu Muslimah yang telah mempersilahkannya menyanyi. Ucapan terima kasih merupakan pesan moral yang sering diucapkan para penampil ketika ingin tampil atau setelah tampil dan juga pada saat mendapat sesuatu dari orang lain, akhirnya tibalah saat yang ditunggu-tunggu ibu Muslimah dan anggota Laskar Plangi. Berikut kutipannya:
“... i was dancing with my darling to the tennesse waltz... “
“...when an old friend happened to see...”
“....intoduced her to my love one while they were dancing...” (Hirata, 2008: 137)

Kutipan di atas adalah lagu yang dibawakan oleh Mahar dengan penuh kreativitas  yang membuat guru dan teman-temannya terkagung-kagung padanya. Mahar adalah seorang yang berjiwa seni. Budaya  pada hakekatnya  harus mampu dilihat dan dirabah, dan dirasa dengan menggunakan panca indra, merupakan akumulasi pengetahuan, kepercayaan. Moral, hukum, adat istiadat, dan tradisi lain merupakan hasil dari akal budi manusia, seperti pada kutipan berikut:
“Karnaval 17 Agustus sangat potensial untuk meningkatkan gengsi sekolah” (Hirata, 2008: 216)

Kutipan di atas menunjukkan hari karnaval 17 Agustus  yang sebentar lagi akan diadakan butuh persiapan yang sangat mapang untuk manjaga gengsi sekolah, sekolah Muhammadiyah, sudah bersiap-siap mengikuti karnaval tersebut, demikian halnya dengan sekolah negeri yang sudah mempersiapkan segalanya untuk  hari karnaval nanti. Berikut kutipannya:
“Sekolah-sekolah  negeri mampu menyewa pakaian adat lengkap sehingga tampil memesona”(Hirata, 2008: 216)

Kutipan di atas menunjukkan sekolah-sekolah negeri  rela menyewa pakaian-pakaian adat demi penampilannya di hari karnaval nanti agar bisa tampil lebih mempesona.Demikian halnya dengan sekolah-sekolah PN yang penampilannya lebih keren. Berikut kutipannya:
“Parade mereka berlapis-lapis  paling panjang dan posisinya selalu berada di posisi paling strategis” (Hirata, 2008: 216).

Kutipan di atas menunjukkan bahwa untuk tampil lebih bagus, dilakukan dengan kreatifitas dan kerja sama yang bagus, sehingga memberikan kesan yang dapat dilihat dan dirasakan oleh setiap orang yang melihatnya.
Bukan hanya  sekolah negeri dan sekolah PN yang  merasa gembira  menyambut hari karnaval tetapi juga sekolah Muhammadiyah  juga sudah berinisiatif untuk mengikuti hari karnaval. Seperti halnya sekolah-sekolah lain, bahkan sekolah Muhammadiyah lebih terinspirasi  untuk mengikuti karnaval tersebut agar sekolah yang selama ini dilecehkan bisa eksis dimuka bumi ini.`Seperti kutipan berikut:
“Karnaval ini adalah satu-satunya cara untuk menunjukkan kepada dunia bahwa sekolah ini masih eksis di muka bumi ini”(Hirata, 2008: 222)

Kutipan di atas menunjukkan suara pak harfan memberikan pidato kepada siswanya yang berisi motivasi untuk bisa  tampil mengikuti hari karnaval 17 agustus nanti.

  1. Pesan pendidikan
Pesan moral dari segi pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga dan pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya panyelenggaraan pendidikan.mengenai pembimbingan atau bagaimana cara memberikan pembimbingan atau materi yang diberikan dalam pembimbingan, apa tujuan dan hakikat pendidikan serta anak didik itu sendiri tergantung pada falsafah pendidikan.
Pendidikan moral merupakan sebuah bentuk atau wujud tingkah laku yang menuju kepada kepribadian yang mencakup etika baik dan buruk. Berikut ini  uraian tentang komponen moral dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata dan dapat kita lihat dalam  kutipan berikut:
“Menyekolahkan anak berarti mengikatkan diri pada biaya selama belasan tahun  dan hal ini bukan perkara gampang bagi keluarga kami” (Hirata, 2008: 3)

Kutipan di atas  menunjukkan bahwa pendidikan itu membutuhkan biaya selama bertahun-tahun.dan itu merupakan  tanggungan orang tua yang harus beliau tanggung sendiri:
“Kasihan ayahku”(Hirata, 2008: 3).
Kutipan di atas menunjukkan rasa kasihan Ikal kepada ayahnya karna harus menanggung biaya sekolahnya demi mendapatkan pendidikan agar terlepas dari buta huruf. Dapat kita lihat dari kutipan berikut:
“Pagi ini mereka terpaksa berada di sekolah ini untuk menghindari diri dari aparat desa karna tak menyekolahkan anak-anak atau sebagai orang yang  terjebak tuntunan memerdekakan anak dari buta huruf” (Hirata, 2008: 3)

Dalam kutipan berikut ini  yang dialami oleh Sahara yang bersih keras ingin sekolah di SD Muhammadiyah, berikut kutipannya:
“Sahara menangis terisak-isak mendekap ibunya karna ia benar-benar  ingin sekolah di SD Muhammadiyah” (Hirata, 2008: 6)

Kutipan di atas menunjukkan keinginan besar sahara untuk sekolah di sekolah Muhammadiyah sangat kuat sampai ia mengeluarkan air matanya  sambil mendekati ibunya, pendidikakan merupakan modal utama bagi setiap individu untuk meraih cita-citanya, demi mendapatkan   pendidikan Lintang rela menempuh kota kecamatan tempat  ia sekolah  dengan sepeda sejak subuh. Seperti pada kutipan berikut:
“Ah!anak sekecil itu”(Hirata, 2008: 11)

Kutipan di atas menunjukkan bahwa seseorang yang ingin mendapatkan pendidikan tidak meski orang besar, anak sekecil Lintang pun bisa mendapatkan pendidikan asalkan dengan kemauan dan tekad yang bulat.
Pendidikan merupakan perilaku yang muklat dimiliki oleh mahkluk yang namanya. Jika ia menyadari keberadaan sebagai mahkluk sosial yang telah terbangun sebelummya sebagai nilai universal yang diperaktekkan dalam tingkah laku atau aktivitas keseharian, seperti yang dilakukan oleh ibu muslimah dalam aktivitas keseharian. Berikut kutipannya:
“Bu Mus adalah seorang guru yang pandai, karismatik, dan memiliki pandangan jauh ke depan. Beliau menyusun sendiri  silabus pelajaran budi pekerti dan mengajarkan  kepada kami sejak dini pandangan-pandangan dasar moral, demokrasi, hukum, keadilan, dan hak-hak asasi jauh hari sebelum orang-orang sekarang  meributkan soal materialisme versus pembangunan spritual dalam pendidikan” (Hirata, 2008: 30)

Kutipan di atas menunjukkan kegigihan ibu Mus sebagai  seorang guru sangat patut dibanggakan karna beliau merupakan seorang guru yang selain pandai, juga memiliki tanggung jawab besar. Ibu Mus memiliki tanggung jawab yang besar sedangkan Lintang sebagai seorang siswa memiliki hak dan kewajiban, meski perjalananya ke sekolah banyak mendapat rintangan tetapi demi mendapatkan ilmu lintang terus melangkah agar dia bisa sampai ke sekolahnya. Berikut kutipannya:
“Ilmu menyebabkan aku berani maju beberapa langkah lagi”(Hirata,  2008: 88)

Kutipan di atas menunjukkan demi mendapatkan ilmu Lintang harus berjuang dari buaya yang menghadangnya untuk bisa sampai ke sekolahnya, itu menandakan bahwa pendidikan sangat berharga bagi kehidupan Lintang. Bukan hanya satu kali Lintang mengalami pengalaman seperti itu, tapi Lintang sudah beberapa kali mengalaminya setiap ia pergi ke sekolahnya. Berikut kutipannya:
“Lintang memang tak memiliki pengalaman emosional dengan bodenga seperti yang aku alami, tapi bukan sekali ini dihadang buaya dalam perjalannya ke sekolah. Dapat dikatakan tak jarang lintang mempertaruhkan nyawa  demi menempuh pendidikan.namun tak sehari pun ia pernah bolos. Delapan puluh kilo meter pulang pergi ditempuhnya dengan sepeda setiap hari.”(Hirata.2008:93)

Kutipan di atas menunjukkan rasa cinta Lintang terhadap dunia pendidikan sangat besar walaupun harus nyawa yang jadi taruhan Lintang tetap menempuh jalan itu demi pendidikannya. Semua manusia didunia ini tidak ingin menjadi orang yang bodoh pasti mereka ingin menjadi orang yang pintar. Berikut kutipannya:
“Aku harus menjadi manusia pintar” (Hirata, 2008: 96)

Kutipan di atas menunjukkan ikrar lintang bahwa ia harus bisa menjadi manusia pintar. Untuk menjadi manusia yang pintar tentu saja harus disertai oleh usaha yaitu belajar. Seperti yang sering dilakukan oleh Lintang. Berikut kutipannya:
“Belajar adalah hiburan yang membuatnya lupa pada kesulitan dan penat dalam hidup” (Hirata, 2008: 100)

Kutipan di atas menunjukkan belajar bagi Lintang bukan sekedar untuk mendapatkan ilmu tetapi juga merupakan hiburan baginya dari rasa penat dalam hidupnya. Berikut ini dapat pula kita lihat tentang pesan moral dari segi pendidikan yang berupa nasehat  agar rajin membaca buku dalam hal ini sahara menasehati A Kiong yang tidak mengerti dengan perumpamaan yang di ucapkan  oleh Mahar. Berikut kutipannya:
“Apa kau tak paham  kalau itu perumpamaan! banyak-banyaklah membaca buku sastra” (Hirata, 2008: 230)

Kutipan di atas menunjukkan sahara sedang menasehati A kiong yang tidak paham  oleh kata-kata atau  perumpaan yang yang di ucapkan oleh mahar, maka dari itu sahara mengatakan kepada  A Kiong supaya rajin membaca buku sastra.
Berikut ini ungkapan hati Ikal yang merasa bahwa ia telah gagal meraih cita-citanya. Berikut kutipannya:
“Aku telah gagal” (Hirata, 2008: 443)

Kutipan di atas menunjukkan Ikal sedang meratapi nasibnya bahwa ia telah gagal, apa yang ia cita-citakan selama ini tidak tercapai. Gagal sekali bukan berarti akhir segalanya, maksudnya  Ikal terus berusaha untuk mendapatkan apa yang selama ini ia cita-citakan. Dan akhirnya ia berhasil mendapatkan beasiswa dan proposalnya mendapat pujian dari mantan menteri. Berikut kutipanya:
“saya tertarik dengan motivation letter anda, alasan dan cara anda menyampaikannya dalam kalimat inggris sangat mengesankan,” katanya” (Hirata, 2008: 461)

Kutipan di atas menunjukkan pujian dari mantan menteri terhadap proposal  Ikal. Ini sudah menunjukkan  satu kebanggaan Ikal karna keinginannya untuk mendapat beasiswa pendidikan akhirya tercapai.

B.     Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis data secara keseluruhan pesan moral dalam novel laskar pelangi dibagi atas pesan agama, budaya, dan pendidikan. Pesan moral tersebut didapat dengan mencermati  proses percakapan/ dialog serta peran para tokoh dalam novel Laskar Pelangi . temuan penulis berdasarkan penyajian hasil analisis data akan diuraikan berikut ini sesuai dengan sistematika pembahasan dari seluruh aspek.
a.      Agama
Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salahsatu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.
Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah.Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun.
Menurut istilah agama adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia deangan alam.
Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya  menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya.sesuatu yang luar biasatentu berasal dari sumber yang luar biasa juga.Dan sumber yamg luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri misalnya tuhan atau dewa.
Sesuai dengan defenisi di atas maka pesan moral dalam konteks agama merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salahsatu amanat untuk menambah khasana konsepsi epistemologi pembaca tentang hubungan manusia dengan manusia, manusi dengan lingkungan, manusia dengan diri sendiri, dan manusia dengan tuhan.                             
b.      Budaya
Selain unsur agama, karya sastra juga erat kaitannya dengan budaya dalam kajian culture study sastra merupakan representasi dari budaya sehingga keberadaanya sangat sulit terpisahkan satu sama lainnya.
Budaya pada hakikatnya dapat di bagi menjadi dua bagian pertama, budaya yang mampu dilihat, dirabah atau dirasa dengan menggunakan panca indra dan kedua, merupakan merupakan akumulasi pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan tradisi-taradisi lain, yang merupakan hasil dari akal budi manusia. Menurut Tylor (http: wikipedia. 2007) kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat. 
Budaya juga dapat diartikan sebagai sesuatu yang akan me  mpengaruhi tingkat pengetahuan  dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, budaya itu bersifat abstrak.
Novel merupakan salah satu gendre sastra sebagai media aktualisasi budaya yang representasikan budaya masyarakat atau komunitas tertentu. Oleh karena itu, budaya merupakan salah satu unsur yang selaluh hadir dalam sebuah karya sastra. 
c.        Pendidikan
Selain agama dan budaya, dalam novel laskar pelangi secara umum  pendidikan dirumuskan  sebagai suatu pembimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh pendidik kepada kepada peserta didik ke arah satu tujuan. Mengenai pembimbingan atau bagaimana cara memberikan bimbingan, materi apa yang diberikan dalam pembimbingan, apa tujuan dan hakikat pendidikan serta anak didik itu sendiri, tergantung pada dasar falsafah pendidikan.
Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga dan pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dan jalur pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan.
          

                                                     



BAB V
PENUTUP

A.    Simpulan
Setelah memperhatikan uraian di depan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pesan moral yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata adalah pesan moral, agama, budaya,  dan pendidikan.
       Pesan moral merupakan sebuah bentuk atau wujud tingkah laku yang menuju kepada kepribadian yang mencakup etika baik dan buruk.yang mengandung pesan moral dari segi agama, budaya, dan pendidikan.agama merupakan undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dengan tuhannya. Budaya merupakan  adat istiadat yang erat kaitannya dengan seni,sedangkan pendidikan merupakan sarana dalam meraih cita-cita atau angan-angan.      

B.     Saran
Berdasarkan peneliti yang telah dicapai, peneliti menyampaikan beberapa saran sebagai berikut:
  1. Dalam memahami karya sastra khususnya novel perlu dibaca lebih                          mendalam agar dapat mengambil hikmahnya yang terdapat di dalamnya.
  2. Pada dasarnya novel mengandung pesan moral yang perlu dibaca oleh mahasiswa agar dapat mengambil hikmahnya.
  3. Kegiatan menganalisis pesan moral, dalam karya sastra sangat bermanfaat dalam keagamaan, kebudayaan, dan pendidikan.




















DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. Sutjarso. 1993. Penelitian Sastra. Ujung Pandang: FPBS IKIP.

Adhar, Al-Fisah. 1997. Penokohan dalam Novel Harimau-harimau Karya Mukhtar Lubis. Skripsi. Ujung Pandang: Unismuh.

Akasa, Akhyar. 2007. Nilai-nilai Pendidikan dalam Novel Dua Rembulan karya Luna Torashyngu. Skripsi.Makassar: Unismuh.

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Bagus, Loren. 2005. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka

Depdikbub. 1993. Kamus Besar  Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Ewon,2009.http://www.yahuid.net/2007/11/4/pesan-moral-tersirat-dalam-film-laskar-pelangi. Diakses 18 juli 2009.

            2009.http://massofa/wordpress.com/2008/11/17/pengertian-Etika-moral-dan-etiket.Diakses 18 juli 2009.

Hirata, Andrea. 2008. Laskar Pelangi. Yogyakarta: PT. Bentang Pustaka IKAPI.

Jais,Amin.2009.http:id.wikipedia.org/wiki/Agama/pokok-pokok-ajaran-Islam.kopri Unit PT.Asuransi Jasa Indonesia jakarta,1980.Diakses 18 juli 2009.

Junaedi, Moha. 1992. Apresiasi Sastra Indonesia. Ujung Pandang: CV. Putra Maspul Ujung Pandang.

_______, 1994. Apresiasi sastra Indonesia. Ujung Pandang: CV. Putra Maspul Ujung Pandang.

Kridalaksana, Harimukti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta: Gramedia.

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada Universitas Press.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1978. “Kode dan Alih Kode” Widya Parwa 15. Yogyakarta: Balai Penelitian Bahasa.

Semi, M. Atar. 1988. Apresiasi  Kesusastraan. Jakarta: Gramedia.

Sumarjo, Jako. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung: Alumni.
Suhaeb. 1979. Karaktorologi. Ujung Pandang: IKIP.

Sudirman, Panuti. 1984. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMA. Bandung: Erlangga.

Sukada, Madu. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung: Angkasa.

Tarigan, Henri Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Tylor,     Edwar Burnet.2009. http:// id./.wikipedia.org\wiki budaya.Diakses tanggal       
                18 juni 2009.

_______, 1981. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung: Angkasa.

Wellek, Rene dan Weren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan (Terjemahan). Jakarta: PT. Gramedia.

_______, 1993. Teori Kesusastraan Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zaidan, Abdul Razak, dkk. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta: Balai Pustaka.






Sinopsis

Diangkat dari kisah nyata yang dialami oleh penulisnya sendiri, buku "Laskar Pelangi" menceritakan kisah masa kecil anak-anak kampung dari suatu
komunitas Melayu yang sangat miskin Belitung. Anak orang-orang 'kecil' ini
mencoba memperbaiki masa depan dengan menempuh pendidikan dasar dan menengah di sebuah lembaga pendidikan yang puritan. Bersebelahan dengan sebuah
lembaga pendidikan yang dikelola dan difasilitasi begitu modern pada
masanya, SD Muhammadiyah-sekolah penulis ini, tampak begitu papa
dibandingkan dengan sekolah-sekolah PN Timah (Perusahaan Negara Timah).
Mereka, para native Belitung ini tersudut dalam ironi yang sangat besar
karena kemiskinannya justru berada di tengah-tengah gemah ripah kekayaan PN
Timah yang mengeksploitasi tanah ulayat mereka.
Kesulitan terus menerus membayangi sekolah kampung itu. Sekolah yang
dibangun atas jiwa ikhlas dan kepeloporan dua orang guru, seorang kepala
sekolah yang sudah tua, Bapak Harfan Efendy Noor dan ibu guru muda, Ibu
Muslimah Hafsari, yang juga sangat miskin, berusaha mempertahankan semangat
besar pendidikan dengan terseok-seok. Sekolah yang nyaris dibubarkan oleh
pengawas sekolah Depdikbud Sumsel karena kekurangan murid itu,
terselamatkan berkat seorang anak idiot yang sepanjang masa bersekolah tak
pernah mendapatkan rapor. Sekolah yang dihidupi lewat uluran tangan para
donatur di komunitas marjinal itu begitu miskin: gedung sekolah bobrok,
ruang kelas beralas tanah, beratap bolong-bolong, berbangku seadanya, jika
malam dipakai untuk menyimpan ternak, bahkan kapur tulis sekalipun terasa
mahal bagi sekolah yang hanya mampu menggaji guru dan kepala sekolahnya
dengan sekian kilo beras-sehingga para guru itu terpaksa menafkahi
keluarganya dengan cara lain. Sang kepala sekolah mencangkul sebidang kebun
dan sang ibu guru menerima jahitan.
Kendati demikian, keajaiban seakan terjadi setiap hari di sekolah yang dari
jauh tampak seperti bangunan yang akan roboh. Semuanya terjadi karena sejak
hari pertama kelas satu sang kepala sekolah dan sang ibu guru muda yang
hanya berijazah SKP (Sekolah Kepandaian Putri) telah berhasil mengambil
hati sebelas anak-anak kecil miskin itu.
Dari waktu ke waktu mereka berdua bahu membahu membesarkan hati kesebelas anak-anak marjinal tadi agar percaya diri, berani berkompetisi, agar
menghargai dan menempatkan pendidikan sebagai hal yang sangat penting dalam
hidup ini. Mereka mengajari kesebelas muridnya agar tegar, tekun, tak mudah
menyerah, dan gagah berani menghadapi kesulitan sebesar apapun. Kedua guru
itu juga merupakan guru yang ulung sehingga menghasilkan seorang murid yang
sangat pintar dan mereka mampu mengasah bakat beberapa murid lainnya. Pak
Harfan dan Bu Mus juga mengajarkan cinta sesama dan mereka amat menyayangi
kesebelas muridnya. Kedua guru miskin itu memberi julukan kesebelas murid
itu sebagai para Laskar Pelangi.
Keajaiban terjadi ketika sekolah Muhamaddiyah, dipimpin oleh salah satu
laskar pelangi mampu menjuarai karnaval mengalahkan sekolah PN dan
keajaiban mencapai puncaknya ketika tiga orang anak anggota laskar pelangi
(Ikal, Lintang, dan Sahara) berhasil menjuarai lomba cerdas tangkas
mengalahkan sekolah-sekolah PN dan sekolah-sekolah negeri. Suatu prestasi
yang puluhan tahun selalu digondol sekolah-sekolah PN.
Tak ayal, kejadian yang paling menyedihkan melanda sekolah Muhamaddiyah
ketika Lintang, siswa paling jenius anggota Laskar Pelangi itu harus
berhenti sekolah padahal cuma tinggal satu triwulan menyelesaikan SMP. Ia
harus berhenti karena ia anak laki-laki tertua yang harus menghidupi
keluarga sebab ketika itu ayahnya meninggal dunia. Native Belitong kembali
dilanda ironi yang besar karena seorang anak jenius harus keluar sekolah
karena alasan biaya dan nafkah keluarga justru disekelilingnya PN Timah
menjadi semakin kaya raya dengan mengekploitasi tanah leluhurnya.
Meskipun awal tahun 90-an sekolah Muhamaddiyah itu akhirnya ditutup karena
sama sekali sudah tidak bisa membiayai diri sendiri tapi semangat,
integritas, keluruhan budi, dan ketekunan yang diajarkan Pak Harfan dan Bu
Muslimah tetap hidup dalam hati para laskar pelangi. Akhirnya kedua guru itu
bisa berbangga karena diantara sebelas orang anggota Laskar Pelangi sekarang
ada yang menjadi wakil rakyat, ada yang menjadi research and development
manager di salah satu perusahaan multi nasional paling penting di negeri
ini, ada yang mendapatkan bea siswa international kemudian melakukan
researsh di University de Paris, Sorbonne dan lulus S2 dengan predikat with
distinction dari sebuah universitas terkemuka di Inggris. Semua itu, buah
dari pendidikan akhlak dan kecintaan intelektual yang ditanamkan oleh Bu Mus
dan Pak Harfan. Kedua orang hebat yang mungkin bahkan belum pernah keluar
dari pulau mereka sendiri di ujung paling Selatan Sumatera sana.
Banyak hal-hal inspiratif yang dimunculkan buku ini. Buku ini memberikan
contoh dan membesarkan hati. Buku ini memperlihatkan bahwa di tangan seorang
guru, kemiskinan dapat diubah menjadi kekuatan, keterbatasan bukanlah
kendala untuk maju, dan pendidikan bermutu memiliki definisi dan dimensi
yang sangat luas. Paling tidak laskar pelangi dan sekolah miskin
Muhammadiyah menunjukkan bahwa pendidikan yang hebat sama sekali tak
berhubungan dengan fasilitas. Terakhir cerita laskar pelangi memberitahu
kita bahwa bahwa guru benar-benar seorang pahlawan tanpa tanda jasa









BIOGRAFI ANDREA HIRATA

Andrea Hirata, lahir di belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains fisika, kimia, biologi, astronomi dan tentu saja sastra. Edensor  adalah novel ketiganya setelah novel-novel best seller laskar pelangi dan sang pemimpi. Andrea lebih mengedentikkan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sekarang ia tengah mengejar mimpinya yang lain untuk tinggal di Key Gompa, desa tertinggi di dunia, di himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi dari universitas indonesia. Ia mendapat beasiswa  uni eropa untuk studi master of science di universite de Paris, Sorbonne, Prancis danSheffield Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea dibidang ekonomi telekomunikasi mendapat penghargaan dari kedua universitas tersebut dan lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasi ke dalam bahasa indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telekomunikasi pertama yang ditulis oleh orang indonesia. Saat ini Andrea tinggal di bandung. Hobinya naik komidi putar.







RIWAYAT HIDUP
 

FATMAWATI. Lahir di Tompotanah Kecamatan Mappakasunggu kabupaten takalar,tepatnya tanggal 3 mei 1986, sebagai anak pertama dari tujuh bersaudara pasangan Patta Tombong dan Hafiah dg .ngangki
Jenjang pendidikan yang pernah ditempuh yaitu pendidikan di sekolah SD Inpres Tompotanah Kecamatan Mappakasunggu Kabupaten Takalar dari tahun 1993 hingga 1999, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 2 Mappakasunggu Kabupeten Takalar dan tamat tahun 2002, selanjutnya pada tahun yang sama juga melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Polong Bangkeng Utara Kabupaten Takalar  dan tamat tahun 2005. Pada tahun 2005  melanjutkan pendidikan di Universitas Muhammadiyah Makassar pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
Diakhir studinya ia menyusun skripsi dengan judul:” Analisis Pesan Moral dalam Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”