ANALISIS NILAI KEPENDIDIKAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Karya sastra adalah hasil renungan, imajinatif, pengungkapan gagasan,. Ide, dan pikiran denga-n gambaran-gambaran pengalaman. Karya sastra merupakan kegiatan kreatif, imajinatif, dan artistik. Sastra merupakan bagian dari kebudayaan. Bila dikaji kebudayaan, kita tidak dapat melihatnya sebagai suatu yang statis yang tidak perna berubah, tetapi merupakan yang dinamis yang selalu berubah.
Karya sastra lahir sebagai perpaduan antara hasil renungan, pikiran, dan perasaan seorang pengarang. Keadaan karya sastra yang disajikan seseorang pengarang ditengah-tengah masyarkat manjadi suatu yang sangat diharapkan karena merupakan suatu cermin kehidupan yang memantulkan nilai-nilai yang ada dalam masyarakat.
Berdasrkan karya sastra yang demikian itu, kiranya tidak berlebihan apabila sastra digunakan sebagai alat pendidikan. Karya sastra itu sendiri itu sebenarnya ditulis dengan maksud menunjukan nilai-nilai kehidupan atau tidak mempersoalkan nilai-nilai yang dipandangnya kurang sesuai dengan kebutuhan jaman atau kebutuhan manusia pada umumnya (Sumarjo dalam Raksono Diprojo, 1989: 148)
Setiap karya sastra yang berbentuk prosa selalu mempunyai pelaku yang memiliki karakter tertentu. Karakter dalam suatu karya prosa merupakan unsur yang sangat menentukan. Apabila penggambaran suatu karakter tidak selaras dengan sosok pelaku yang ditampilkan akan mengurangi bobot ceritanya. Oleh karena itu, penggambaran karakter sang pelaku atau tokoh haruslah sesuai dengan situasi yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Suatu karya sastra yang berbentuk prosa haruslah dapat menampilkan tokoh atau pelaku dengan karakter yang masuk akal. Maksudnya tutur kata tingkah laku dan perbuatan yang menggambarkan karakter sang tokoh atau pelaku biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut dapat diterima secara wajar dan masuk akal. Setiap tindakan dan keinginan suatu pelaku haruslah mempunyai alasan yang dapat diterima. Dengan kata lain, tindakan tersebut mencerminkan watak/karakter pelaku tersebut.
Hampir semua peristiwa yang ada atau yang dirasakan oleh manusia dalam kehidupan ini dapat dikategorikan dalam sebuah gambaran dalam bentuk karya sastra. Objek tersebutlah yang menjadi dasar bagi seorang sastrawan untuk menuangkannya dalam sebuah karya sastra yang hasilnya dapat memberikan dampak bagi penikmatnya. Dampak itulah yang menambah dan memperkaya pengalaman. Dengan kata lain, bagaimana pun bentuk karya yang ditentukan penikmat dalam karya tersebut adalah sangat berkaitan dengan pengalaman batinnya dan sekaligus menjadi pengalaman dalam kehidupanya.
Dalam hal ini, novel adalah salah satu bentuk sastra yang menggambarkan pengalaman dan keberadaan manusia dalam kehidupan ini melalui sebuah novel, pengarang dapat menyampaikan beberapa ide. Antara pengarang yang satu dengan pengarang yang lain yang sekaligus berhadapan dengan kenyataan yang selalu dijumpai dalam kehidupan nyata dalam masyarakat.
Kehadiran suatu karya tentu untuk dinikmati oleh pembaca untuk menikmati karya sastra secara bersungguh-sungguh diperlukan seperangkat pengetahuan karya sastra tampa pengetahuan yang cukup, penikmat karya sastra pun bersifat dangkal dan sepintas.
Penikmat karya sastra dijumpai aneka ragam, baik ragam bentuk, ragam isi, maupun ragam bahasa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang ragam karya sastra ini akan membentuk penikmat dalam memahami sebuah karya sastra dalam berbagai bentuk dan variasinya. Dengan karya sastra juga seseorang dapat menambah pengetahuanya tentang pola kehidupan manusia.
Kesusastraan adalah bagian dari kebudayaan yang berperan penting dalam kehidupan manusia. Di dalam kehidupan manusia yang diwarnai dengan segala rupa nilaitata nilai sejarah dan kehidupan sosial sedikitnya tercermin dalam karya sastra adalah elemen masyarakat yang dapat memberikan ide dan pandangan dalam kehidupan sehari-harinya sebagai mahluk hidup (Harjana, 1981: 10).
Berdasarkan kutipan di atas dapat diketahui bahwa karya sastra mempunyai peranan penting dalam kehidupan manusia. Sastra merupakan salah satu cabang kesenian yang selalu dalam peradaban manusia semenjak ribuan tahun yang lalu. Kehidupan sastra di tengah peradaban manusia merupakan salah satu realitas sosial budaya.
Sastra adalah usaha memperlihatkan makna kehidupan, sedangkan kepuasan sastra adalah menjadikan makna itu bisa dimengerti. Dihubungkan dengan makna kehidupan pada tingkat imajinasi sastrawan adalah hasil dialog antara dunianya dan realita.   Suatu cerita biasanya dituangkan dalam bentuk roman atau novel dan cerita pendek. Bentuk-bentuk karya sastra inilah yang paling populer dan paling banyak dibaca orang. Tetapi dalam perkembangan karya sastra kemudian dilahirkan dalam bentuk-bentuk campuran antara dua bentuk tersebut. Ada novel yang lebih pendek disebut novelet atau novel pendek. Baik novel maupun cerita pendek sebenarnya mempunyai pola bentuk yang hampir sama (Sumarjo, 1984: 53).
Eksistensi sastra adalah sesuatu yang kongkret dalam perwujudan atau mekanisme antar tokoh sebagai fenomena, sastra adalah cermin yang mendukung proses kehidupan dan kemanusiaan. Kenyataan ini sebenarnya telah terjadi di dalam fungsi sastra itu sendiri, sastra disamping sebagai hiburan yang bermanfaat dan menyenangkan, ia berfungsi pula menyikap rahasia terhadap manusia, memberikan makna terhadap eksistensi manusia dan membuka jalan kepada kebenaran.
Pada dasarnya, suatu karya sastra diteliti dan dikaji berdasarkan dua unsur yang mendasarkannya. Unsur tersebut meliputi unsur instrinsik dan unsur ekstrinsik. Unsur ekstrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari luar, seperti masalah sosial, kejiwaan, pendidikan, sejarah, agama dan sebagainya. Sedangkan unsur intrinsik adalah unsur yang membangun karya sastra dari dalam, seperti tema, alur, penokohan, gaya bahasa, setting, dan sudut pandang.
Berdasarkan hal tersebut di atas, karakter pelaku suatu novel pun merupakan  karakter yang dimiliki oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. Artinya, karakter yang dimiliki oleh suatu pelaku dalam novel dapat dipahami dan diterima oleh masyarakat untuk merealisasikan ilmu yang pernah penulis dapatkan selama kuliah terutama menganalisis sastra yang berbentuk prosa, maka penulis mencoba mengamati, menganalisis nilaipendidkan yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
Penulis mengangkat judul Analisis NilaiPendidikan novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata untuk mengaplikasikan pengetahuan yang diperolah di bangku kuliah, di samping itu pula karena dalam karya sastra terutama fiksi, nilaipendidikan tidak kalah pentingnya menentukan terjalinnya cerita atau peristiwa apalagi novel ini novel bertendensi pendidikan.
Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang bertendensi pendidikan, sosial, dan agama belum perna dianalisakan oleh orang lain terutama dari nilai pendidikan. Oleh karena itu, penulis mencoba untuk menganalisis dan mengungkapkan nilaipendidikan yang terdapat di dalamnya.
B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan di atas, maka penelitian ini dirumuskan permasalahan untuk mengarahkan keseluruhan proses penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, maka yang menjadi permasalahan, yakni “Bagaimanakah nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

C.    Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengungkapkan nilai pendidikan yang terdapat dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.

D.    Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian yang diperoleh berdasarkan tujuan penelitian ini, maka diharapkan dapat memberikan manfaat yaitu: Mengambil pedoman dari pola-pola nilai    pendidikan yang baik, dan menghindari nilai pendidikan  yang tidak sesuai dengan adat yang berlaku dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Melanjutkan penelitian, bermanfaat sebagai bahan perbandingan dengan karya-karya ilmiah lainnya. Diharapkan memberikan sumbangsi terhadap orang banyak.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A.    Tinjauan Pustaka
  1. Hakikat Sastra
Sastra meurpakan suatu hasil karya seni yang muncul dari imajinasi atau rekaan para sastrawan. Kehidupan di dalam karya sastra adalah kehidupan yang telah diwarnai dengan sikap penulisnya, latar belakang pendidikan, keyakinan, dan sebagainya. Sedangkan di dalam karya sastra terkandung suatu kebenaran yang berbentuk keyakinan dan kebenaran indrawi seperti yang telah telah terbuktidalam kehidupan sehari-hari.
Melalui karya sastra, pengarang mngungkapkan gagasan tertentu dalam novelnya berdasarkan lingkungan tertentu, budaya tertentu, pendidikan tertentu dalam situasi tertentu yang menpengaruhi cara berpikirnya. Hasil pengaruh itu merupakan faktor kurangnya pendidikan yang terdapat di kalangan masyarakar menengah. Pentingnya pendidikan tehadap seorang penulis dapat meningkatkan mutu sastra yang ingin dicapai.


  1. Pengertian Novel
Novel berasal dari bahasa Itali, novella berarti sebuah barang baru yang kecil, kemudian diartikan sebagai cerita pendek dalam bentuk prosa oleh Abrems (dalam Nurgiyantoro, 2000: 9).
Novel merupakan suatu bentuk karya sastra yang dapat dijadikan sebagai sarana untuk menyampaikan ide atau gagasan pengarang (Adhar, 1997: 9). Novel adalah gambaran dari kehidupan dan perilakunya sehingga terjadi perubahan jalan hidup baru baginya (Wellek dan Austin, 1990: 182-183).
Secara etimologi, novel berasal dari bahasa Latin, novellus yang diturunkan dari kata novles yang berarti baru.
Secara istilah, novel sebagai salah satu jenis karya sastra dapat didefinisikan sebagai pemakaian bahasa yang indah yang menimbulkan rasa seni pada pembaca, seperti yang dikemukakan oleh Sumardjo (1984: 3) sebagai berikut:
“Novel (sastra) adalah ungkapan pribadi manusia merupakan pengalaman, pemikiran, perasaan, ide, semangat, keyakinan dalam suatu bentuk gambaran konkret yang membangkitkan pesona dengan alat bahasa”.
Novel adalah suatu jenis karya sastra yang berbentuk naratif dan berkesinambungan ditandai oleh adanya aksi dan reaksi antar tokoh, khususnya antara antagonis dan protagonis seperti diungkapkan oleh Semi (1988: 36).
“Fiksi (novel) merupakan salah satu bentuk narasi yang mempunyai sifat bercerita: yang diceritakan adalah manusia dengan segala kemungkinan tentangnya. Oleh karena itu ciri utama yang membedakan antara narasi (termasuk fiksi atau novel) dengan desripsi adalah aksi, tindak tanduk atau pelaku”. Clara Reeve (dalam Wellek, 1993: 282).
Pendapat di atas dapat dijabarkan bahwa novel berisi tentang cerita kehidupan tokoh yang diciptakan secara fiktif, namun dinyatakan sebagai suatu yang nyata. Nyata yang dimaksudkan dalam hal ini bukanlah hal yang merujuk pada fakta yang sebenarnya, melainkan nyata dalam arti sebagai suatu kebenaran yang dapat diterima secara logis hubungan antara sesuatu peristiwa dengan peristiwa lain dalam cerita itu sendiri, dan merupakan alat untuk memberikan informasi kepada peminat sastra. Novel juga diartikan sebagai karangan prosa yang panjang mengandung rangkaian cerita kehidupan seseorang dengan orang-orang disekelilingnya dengan menonjolkan watak dan sifat setiap pelaku (Depdibud, 1993: 694).
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa novel merupakn cerita berbentuk prosa dalam ukuran luas yang menyajikan lebih dari objek berdasarkan stuktur tertentu. Dengan demikian, novel sangat penting dipelajari dan dikaji untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal yang diungkapkan pengarang.



  1. Intrinsik dan Ekstrinsik
Dalam sastra dikenal dua pendekatan yaitu pendekatan intrinsik dan ekstrinsik.
                    i.       Intrinsik adalah pendekatan yang menyelidiki unsur-unsur karya sastra yang membangun dari dalam seperti tema, alur, setting, pusat pengisahan, dan penokohan.
                  ii.      Pendekatan ekstrinsik adalah usaha menafsirkan seni sastra dalam ceritanya dalam lingkungan sosial. Pendekatan ekstrinsik juga berusaha mencari hubungan dengan ilmu-ilmu lain seperti filsafat.

  1. Jenis Novel
Dalam arti luas, novel adalah cerita berbentuk prosa dalam unsur yang luas. Ukuran yang luas di sini dapat diartikan cerita dengan plot (alur). Namun, yang kompleks, suasana yang beragam, dan setting cerita yang beragam pula. Namun, ukuran luas di sini juga mutlak demikian, mungkin yang luas hanya salah satu unsur fiksi saja, misalnya sedang karakter dan setting hanya satu saja.
Sumardjo (1984: 16) membagi novel itu atas tiga jenis, yaitu novel percintaan, novel petualangan dan novel fantasi.
a.       Novel percintaan melibatkan peranan tokoh wanita dan pria seimbang, bahkan kadang-kadang peranan wanita lebih dominan pelakunya.
b.      Novel petualangan hanya dominasi hanaya kaum pria, karena tokoh didalamnya pria dengan sendirinya melibatkan banyak masalah lelaki yang tidak ada hubungannya dengan wanita.
c.       Novel fantasi bercerita tantang hal yang tidak logis yang tidak sesuai dengan keadaan dalam hidup manusia. Jenis novel ini mementingkan ide, konsep dan gagasan sastrawan hanya dapat jelas kalau diutarakan bentuk cerita fantastic, artinya menyalami hukum empiris, hukum pengalaman sehari-hari.
Penggolongan di atas merupakan penggolongan pokok saja, sehingga dalam praktek ketiga jenis novel tersebut sering dijumpai dalam novel. Secara khusus Muchtar Lubis (dalam Tarigan 1985: 166) membagi novel atas beberapa bagian seperti:
a.       Novel psikologis, perhatian tidak ditujukan pada avontur lahir maupun rohani, terjadi lebih diutamakan pemeriksaan seluruhnya dari pikiran para pelaku;
b.      Novel detektif kecuali dipergunakan untuk meragukan pikiran pembaca, menunjukkan jalan cerita. Untuk membongkar rahasia kejahatan, tentu dibutuhkan bukti agar dapat menangkap si pembunuh.
c.       Novel sosial dan pendidikan, pelaku pria dan wanita tenggelam dalam masyarakat sebagai pendukung jalan cerita.
d.      Novel kolektif tidak hanya membawa cerita tetapi lebih mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas, keseluruhan mencampur-adukkan pandangan antrologis dan sosiologis.
e.       Novel sejarah hanya sekedar kenangan indah buat dukumen, mengisahkan kepahlawanan seorang gadis yang keluarganya menjadi korban revolusi.
f.       Novel keluarga pengalaman batin dijejahi pembaca tentang kegelisahan, baik berupa kegelisahan sosial, kegelisahan batin maupun kegelisahan rumah tangga.

  1. Unsur yang Membangun Novel
Karya sastra atau novel dibangun dari beberapa unsur, seperti tema, plot, latar, karakter/penokohan, titik pengisah dan gaya bahasa. Ketujuh unsur tersebut dapat dibedakan, tetapi sukar dipisahkan. Artinya, dalam sebuah novel ketujuh unsur ini dapat ditemukan namun tidak berdiri sendiri. Pemunculan dalam cerita ada yang bersama, namun mungkin ada salah satu diantarantaya yang mendapat perhatian khusus dari pengarang.
1)      Intrinsik
Dalam pendekatan nilaiintrinsik merupakan suatu segi yang membangun karya sastra itu dari dalam misalnya yang berhubungan dengan struktur, alur, tokoh, latar dan pengungkapan tema dan amanat.

a.      Tema
Tema adalah karya inti sari atau pokok bahasan karya sastra yang secara keseluruhan sehingga di dalam novel, tema menetukan panjang waktu yang diperlukan untuk mengungkapkan isi cerita, atau tema adalah gagasan utama/pokok pikiran.
Menurut Aminuddin (1991: 91) istilah tema berasal dari bahasa Latin yang berarti “tempat meletakkan sesuatu perangkat”.
Tarigan (1985: 125) mengatakan bahwa tema pandangan-pandangan hidup yang terentu atau perasan tertentu mengenai kehidupan yang membentuk gagasan utama dari suatu karya sastra.
Tema adalah kaitan hubungan antara makna dan tujuan pemaparan prosa fiksi oleh pengarangnya, maka untuk memahami tema, seperti telah disinggung di atas, pembaca terlebih dahulu harus memehami unsur-unsur signifikan yang menghubungkan dengan tujuan penciptaan pengarangnya.
Tema tidak perlu berwujud moral, atau ajaran moral. Tema biasanya hanya berwujud pengamatan pengarang terhadap kehidupan. Kesimpulannya, bahkan bahan mentah pengamatan saja. Pengarang bisa saja mengungkapkan suatu masalah kehidupan, dan problema tersebut tidak perlu dipecahkan.

b.      Tokoh dan Penokohan (Karakter)
Tokoh cerita adalah pelaku dalam sebuah cerita baik fiksi maupun non fiksi yang dapat dibedakan atas beberapa jenis penamaan berdasarkan dari sudut mana penamaan itu dilakukan yakni tokoh utama adalah tokoh yang diutamakan penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Ia merupakan tokoh yang paling banyak diceritakan, baik sebagai pelaku kejadian maupun yang dikenai kejadian
Tokoh protogonis merupakan tokoh yang mewakili yang baik atau terpuji sehingga biasanya menarik simpati pembaca, sebaliknya tokoh antagonis adalah tokoh yang mengimbangi atau membayang-bayangi bahkan menjadi musuh palaku dan merupakan tokoh yang memiliki sifat yang jahat sehingga dibenci olah pembaca. Tokoh sederhana adalah tokoh yang hanya memiliki suatu kualitas pribadi tertentu.
Tokoh statis memiliki sikap dan watak yang relatif tidak berkembang, sejak awal sampai akhir cerita berbeda dengan tokoh berkembang, sedangkan tokoh perkembangan adalah tokoh cerita yang mengalami perubahan dan perkembangan  perwatakan sejalan dengan perkembangan peristiwa plot dikisahkan.
Tokoh tipikal adalah penggambaran, pencerminan, atau penunjukkan terhadap orang, atau kelompok orang yang terikat dalam sebuah lembaga atau seorang individu bagian dari suatu lembaga. Tokoh netral adalah tokoh yang hanya hidup dan berekstensi, dalam cerita itu sendiri.
Penokohan adalah sifat atau ciri khas pelaku yang diceritakan. Masalah penokohan atau perwatakan merupakan salah satu di antara beberapa unsur dalam karya fiksi yang kehadirannya sangat memegang peranan panting, dikatakan demikian karena tidak akan mungkin ada cerita tanpa adanya tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya tokoh yang bergerak dan akhirnya membentuk alur cerita. Sedangkan menurut Suroto (1989: 22) penokohah adalah bagaimana pengarang menampilkan tokoh-tokoh tersebut ini tampil berarti ada dua hal penting, yang pertama hubungan dengan teknik penyampaian sedangkan yang kedua berhubungan dengan watak kepribadian tokoh yang ditampilkan. Kedua hal tersebut memiliki hubungan yang sangat erat.
Penokohan sebagai salah satu unsur pembangun lainnya. Jika fiksi yang bersangkutan merupakan suatu karya yang berhasil, penokohan pasti terjalin secara harmonis dan saling melengkapi dengan unsur lain.
Penilaian terhadap cerita merupakan ukuran tentang berhasil tidaknya pengarangnya mengisi cerita itu dengan karakter-karakter yang menggambarkan manusia sebenarnya supaya pembaca dapat memahami ide dan emosinya.
Menurut Aminuddin (1991: 80) pembaca dapat menelusuri karakter melalui beberapa hal, antara lain:
1.          Lewat tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya,
2.          Gambaran yang diberikan pengarang lewat penggambaran lingkungan kehidupan maupun cara berpakaiannya,
3.          Menunjukkan bagaimana pelakunya,
4.          Melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri,
5.          Mamahami bagaimana tokoh lain berbicara tentangya,
6.          Melihat bagaimana tokoh lain bebicara tentangnya,
7.          Melihat bagaimana tokoh lain itu memberikan reaksi terhadapnya,
8.          Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh lainnya.
Pelaku yang mengemban peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa iru mampu menjalin suatu cerita disebut dengan tokoh sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku disebut penokohan.
Dengan demikian, istilah “penokohan” lebih luas pengartiannya sebab ia sekaligus mencakup masalah setiap tokoh cerita, bagaimana perwatakan dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca.


                            i.          Karakter
(Suhaeb, 1979: 85) mengatakan bahwa, karakter adalah sifat kemauan yang mengikuti seseorang pada beberapa prinsip tertentu yang oleh rasionya dipastikan sebagai yang tidak dapat diubah, baik fisik maupun moral yang membedakanya dengan orang lain secara khas.
Selanjutnya, Tarigan (1985: 89) memberikan batasan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah totalitas keadaan dan reaksi jiwa terhadap perangsangnya. Pendapat lain mengatakan bahwa yang dimaksud dengan karakter adalah tabiat, watak, sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain (Poerwadarminta, 1984: 445).
Watak sering disamakan artinya dengan karakter. Sehubungan dengan hal iru maka penggambaran tokoh atau watak sang tokoh harus wajar dan masuk akal. Maksudnya bahwa tutur kata, tingkah laku dan perbuatan yang menggambarkan watak sang tokoh harus biasa terjadi kehidupan sehari-hari, sehingga hal tersebut diterima secara wajar.
Dari beberapa batasan pengertian tentang karakter, dapat disimpulkan secara sederhana bahwa karakter adalah kondisi jiwa manusia yang diakibatkan oleh faktor dari dalam diri manusia maupun dari luar, yang membedakan seseorang dari orang lain secara khas. Baik yang dapat berubah maupun yang tetap demi perkembangan kehidupannya yang ditampakkan dalam tingkah laku.
Dari definisi di atas dapatlah dikatakan bahwa pensifatan sebagai simbol diri seseorang atau tokoh merupakan pembawaan yang melekat pada diri sebagai penggambaran ciri khas dirinya. Sifat seseorang atau tokoh merupakan cermin karakter yang ditunjukkan dan sebagai alat identifikasi yang membedakan dirinya dengan orang lain. Sehingga pensifatan diri seseorang adalah perwujudan nilai, ideologi, cara pandang yang menjadi anutan yang menyertainya.


c.       Plot atau Alur
Plot adalah jalan cerita yang berupa peristiwa-peristiwa yang disusu satu persatu dan saling berkaitan menutut hukum sebab akibat dari awal sampai akhir cerita (Suroto, 1989: 89). Pendapat lain mengatakan bahwa alur atau plot adalah struktur gerak yang terdapat dalam fiksi atau drama, (Tarigan, 1985: 126).
Kalau diperhatikan dengan teliti sebuah cerita, ternyata ia merupakan rangkaian peristiwa yang disusun sedemikian rupa hingga membentuk satu kesatuan yang utuh, hubungan unsur cerita yang satu dengan peristiwa yang lain.
Ada beberapa alur yang dikenal antara lain: (a) alur maju, (b) alur mundur, (c) alur zikzak, (d) alur naik, (e) alur turun, (f) alur tunggal, (g) alur datar, (h) alur ganda dan (i) alur longgar.
Tahapan plot dibentuk oleh satuan-satuan peristiwa, setiap peristiwa selalu diemban oleh pelaku-pelaku dengan perwatan tentu, selalu memiliki setting tertentu dan selalu menampilkan suasana yang tentu pula.

d.      Latar (setting)
Latar adalah latar belakang fiksi, unsur tempat dan ruang dalam cerita, (Tarigan, 1985:136).
Pengertian latar atau setting dalam karya fiksi adalah tempat peristiwa dalam karya fiksi serta memiliki fungsi fisikal dan fungsi psikologis (Aminuddin, 1991: 67).
Sebuah cerita akan senantiasa berlangsung pada ruang dan waktu tertentu, ruang dapat terwujud tempat tinggal, desa, kota, atau  wilayah yang lebih luas. Waktu dapat tewujud siang, malam, hari, bulan atau tahun. Bahkan waktu dapat menunjukkan lamanya cerita berlangsung, sejam, sehari, sebulan, dan beberapa tahun.
Sehubungan dengan hal tersebut, Suroto (1989: 94) mengatakan yang dimaksud dengan latar atau setting adalah penggambaran situasi tempat dan waktu serta terjadinya suatu peristiwa.
Latar atau setting dapat memberikan gambaran kapan dan di mana peristiwa itu terjadi, latar dapat diketahui melalui lima unsur, yaitu: (1) lokasi geografis yang aktual yang meliputi tipografi, cadangan (2) pekerjaan dan cara hidup sehari-hari, (3) waktu peristiwa itu berlangsung, (4) lingkungan religius, moral, intelektual dan sosial dan (5) alat yang digunakan sang tokoh.
Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa latar atau setting adalah segala keterangan mengenai waktu, tempat suasana terjadinya peristiwa srta memiliki fisikal dan fungsi psikologis yang dituliskan dalam suatu karya sastra.


e.       Amanah
Amanah adalah pemecahan persoalan biasanya berisi pandangan pengarang tentang bagaimana sikap kita kalau menghadapai persoalan tersebut, (Suroto, 1989: 89).
Menurut Zaidan, (1994: 27) amanah adalah pesan pengarang kepada pembaca, baik tersurat maupun tersirat yang disampaikan melalui karya sastra.
Pendapat lain mengatakan bahwa amanah adalah keseluruhan makna atau isi wacana konsep dan perasaan yang ingin disampaikan pembicara untuk dimengerti dan diterima pendengar (Kridalaksana, (1982: 9-10).
Sebuah karya sastra betapa pun susahnya atau rumitnya, senantiasa memuat dua hal yaitu:
1)                  keindahan dan kenikmatan; dan
2)                  ide, gagasan dan ajaran.
Menurut Junaedi, (1994: 98), ada dua jenjang amanah yakni utama, amanah bawahan. Amanah utama adalah amanah dasar cerita. Amanah bawahan adalah amanah tambahan atau amanah sampingan cerita.


f.       Titik Pengisahan (Sudut Pandang)
Titik pengisahan adalah kedudukan atau posisi pengarang dalam cerita tersebut. Apakah ia ikut terlibat langsung dalam cerita itu atau hanya sebagai pengamat yang berdiri di luar cerita (Suroto, 1989: 96). Ini dapat dilihat dalam penggunaan kata ganti “aku” dan “dia” di dalam karangan.
Lebih lanjut Suroto (1989: 96) menguraikan penempatan diri pengarang dalam suatu cerita dapat bermacam-macam; (1) pengarang sebagai tokoh utama; (2) pengarang sebagai tokoh bawahan dan (3) pengarang hanya sebagai pengamat yang berada di luar cerita.
Titik pandang atau biasa diistilakan dengan point of view atau titik kisah, menurut Aminuddin (1999:90) meliputi: (1) narrator omniscent, (2) narrator observer, (3) narrator observer omniscent and (4) narrator the third person omniscent.
Narrator observer omniscent adalah pengisah yang berfungsi sebafai pelaku cerita. Karena pelaku juga dalam pengisah, maka akhirnya pengisah juga merupakan penutur yang serba tahu tentang apa yang ada dalam benak pelaku utama maupun sejumlah pelaku lainnya.
Narrator observer adalah bila pengisah hanya berfungsi sebagai pengamat terhadap permunculan para tokoh serta hanya dalam batas tertentu tentang perilaku batin para pelaku. Dalam narrator omniscient pengarang meskipun hanya menjadi pengamat dari pelaku, dalam hal ini juga menyebut nama pelaku dengan ia, mereka.
Menurut pendapat Junaedi, jika kita menghayati cerita fiksi dengan saksama akan ditemui cara pengisahan; (1) pengarang berada di luar cerita; (2) pengarang terlibat di dalam pengisahan dan (3) pengarang larut sepenuhnya dalam cerita (Junaedi, 1992: 172)




g.      Gaya Bahasa
Istilah Style (gaya bahasa) berasal dari bahasa Latin, Stilus, yang mempunyai arti suatu alat untuk menulis di atas kertas (yang telah dilapisi) lilin.
Soepomo Poedjosoedarmo membicarakan gaya bahasa sebagai salah satu variasi bahas, yaitu termasuk ragam, ditandai oleh “suasana indah”, dalam artikelnya “Kode dan Alih Kode”.
Dapatlah disimpulkan disini, bahwa analisis gaya basasa sebuah fiksi, terutama menekankan gaya bahasa perbandingan, sebab dalam gaya bahasa itulah tampak dengan jelas faktor intelektialitas, emosionalitas pengarang dalam karyanya.

2)      Ekstrinsik
   Pendekatan esktrinsik adalah pendekatan yang menganalisis karya sastra dari nilailuar atau unsur yang membangun novel dari luar yang di dalamnya mencakup  agama, motivasi, pendidikan, dan moral.
a.       Agama   
       Agama dalam sebuah karya sastra merupakan salah satu problem yang tidak bisa terlepas dari karya sastra. Sebagai salah satu gendre sastra, novel hadir dalam suasana lingkungan sosial yang sangat komplek tentunya karya sastra tersebut membawa pesan religius atau agama yang merupakan repsentase dari kehidupan sosial pengarang.
             Agama dalam pengertiannya dapat dikelompokkan pada dua bagian yaitu agama menurut bahasa dan agama menurut istilah.Menurut bahasa agama berasal dari bahasa sangsekerta yang erat hubungannya dengan agama hindu dan budha yang berarti ‘’tidak pergi ”tetap di tempat,diwarisi turun temurun.
          Menurut istilah agama adalah undang-undang atau peraturan-peraturan yang mengikat manusia dalam hubungannya dengan tuhannya dan hubungan manusia dengan sesama manusia dan hubungan manusia deangan alam.
        Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran, dan pengakuan akan keterbatasannya  menjadikan keyakinan bahwa ada sesuatu yang luar biasa diluar dirinya.sesuatu yang luar biasatentu berasal dari sumber yang luar biasa juga. dan sumber yamg luar biasa itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri misalnya tuhan atau dewa.
Sesuai dengan defenisi di atas maka pesan moral dalam konteks agama merupakan problem penting yang ingin disampaikan pengarang sebagai salah satu amanat untuk menambah khasana konsepsi epistemologi pembaca tentang hubungan manusia dengan manusia, manusia dengan lingkungan, manusia dengan diri sendiri, dan manusia dengan tuhan.                             
b.     Motivasi
Motivasi merupakan suatu hal yang terpenting dalam kehidupan manusia yang menjadi alat penggerak untuk melakukan suatu perbuatan. Kekuatan  penggerak tersebut berasal dari berbagai sumber. Motivasi dipandang sebagai dorongan mental yang menggerakkan prilaku manusia, termasuk perilaku belajar. Dalam motivasi terkandung keinginan yang mengaktifkan, menggerakkan, menyalurkan, dan mengarahkan sikap dan perilaku individu dalam pembelajaran 
Motivasi atau dorongan berkembang untuk memenuhi kebutuhan organisme. Disamping itu juga merupakan sistem yang memungkinkan organisme dapat memelihara kelangsungan hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan organisme merupakan penyebab munculnya  dorongan, dan dorongan akan mengaktifkan tingkah laku mengambalikan keseimbangna fisiologis organisme, Koeswara (dalam Mudjiono, 2006: 80).

c.       Pendidikan
Di dalam Novel Laskar Pelangi, selain mengandung unsur moral dalam hal ini sikap atau perbuatan yang juga mengandung nilai pendidikan. Sebab pada dasrnya pendidikan merupakan modal utama yang harus dimiliki seorang didalam mencapai suatu tujuan tertentu.
Moral dan pendidikan adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, didalam penelitian ini keduanya tidak dapat dipisahkan  moral dan pendidikan. Secara umum, pendidkan dirumuskan sebagai suatu bimbingan yang diberikan dengan sengaja oleh pendidik kepada peserta didik  keaarah satu tujuan.
Mengenai bimbingan atau bagaimana cara memberikan bimbingan, materi apa yang diberikan dalam bimbingan, apa tujuan dan hakikat pendidikan serta anak didik itu sendiri. Pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah, termasuk juga dalam hal biaya penyelenggaraan pendidikan. Pendidikan keluarga merupakan bagian dan jalur pendidikan sekolah yang diselenggerakan dalam keluarga dan memberikan keyakinan.
Nilai pendidikan masyarakat dan keluarga mengalami perkembangan sesuai dengan kemajuan budaya manusia. Pendidikan masyarakat (pemnas) adalah pendidikan yang diberikan diluar pendidikan persekolahan (formal) yang ditujukan untuk memberikan bimbingan kepada rakyat dengan mendidik kepribadiannya serta memperkuat kesanggpan lahir dan batin untuk mencapai masyarakat sejahtera. Jadi tujuan pendidikan masyarakat ialah mendidik masyarakt Indonesia untuk memiliki kemampuan mental, spiritual serta keterampilan, guna mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila sesuai pembukuan UUD 1945. Demikian juga pendidikan yang didapat di sekolah.
Tanggung jawab pendidikan diterima berdasarkan kepercayaan asas-asas sebagai berikut:
1)      Langsung jawab formal kelembagaan sesuai dengan fungsi dan tujuan yang telah ditetapkan menurut ketentuan-ketentuan yang berlaku.
2)      Tanggung jawab keilmuan yang berdasarkan bentuk izin, tujuan, dan tingkah pendidikan yang dipercayakan, kepadanya, oleh masyarkat dan negara.
3)      Tanggung jawab fungsional, yaitu tanggung jawab profesional pengelola dan pelaksanaan pendidikan (guru) yang menerima ketetapan ini berdasarkan ketentuan jabatan.
Dalam berbagai deskripsi tentang tujuan-tujuan pendidikan, seringkali diakui betapa pentingnya warga negara yang mampu bertanggung jawab secara moral. Banyak pemuka masyarakat, tokoh-tokoh politik bahkan juga pakar-pakar pendidikan yang mengakui betapa pentingnya moral sebagai  sebagai upaya untuk mentransmisikan nilai-nilai moral dan spritual yang diperlukan dalam menguraikan kehidupan yang lebih komplek ini.
Sementara itu guru dianggap sebagai kekuatan sentral yang menempati posisi terdepan dalam upaya membentuk karakter dan moralitas peserta didik. Tetapi kenyataanya masih terlihat perbedaan  yang maish cukup tajam antara kenyataan tersebut dengan kenyataan di lapangan.
Permsalahan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana pengkajian para sastrawan terhadap nilai-nilai pendidikan yang terdapat dalam setiap karya sastra. Generasi baru sekarang seakan-seakan menjadikan karya sastra hanya sebaga sarana hiburan, dan tidak menjadikan karya sastra sebagai sarana pendidikan


d.      Moral
Moral adalah nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan  seseorang atau suatu kelompok masyarakat dalam mengatur tingkah laku. Moral berasal dari bahasa latin yaitu mores yang merupakan bentuk jamak dari perkataan mos yang berarti adab atau kebiasaan. Moral dalam kamus bahasa indonesia diartikan sebagai penentuan  terhadap perbuatan baik buruk dan kelakuan.

Menurut Dhamananta (2002: 181) bahwa moral selalu berhubungan dengan tingkah laku, perbuatan baik atau manghasilkan penderitaan ataupun kebahagiaan itu tergantung pada individu masing-masing. Moral juga dapat diartikan sebagai ajaran baik dan buruk, perbuatan dan kelakuan, ahlak kewajiban, dan sebagainya.
 Pendidikan moral atau nilai hendaknya difokuskan pada kaitan antara pemikiran moral dan tindakan bermoral. Konsepsi moralitas perlu diintegrasikan dengan pengalaman dalam kehidupan sosial. Pemikiran moral dapat dikembangkan antara lain dengan dilema moral, yang menurut kemampuan subjek untuk mengambil keputusan dalam kondisi yang sangat dilematis. Dengan cara ini, pemikiran moral dapat berkembang dari tingkat paling rendah  yang berorintasi pada kepatuhan pada otoritas karena takut akan hukuman fisik ke tingkat-tingkat yang lebih tinggi, yaitu yang berorientagsi pada pemenuhan keinginan pribadi, loyalitas pada kelompok, pelaksanaan tugas dalam masyarakat sesuai dengan peraturan atau hukum, sampai yang paling tinggi yakni mendukubg kebenaran atau nilai-nilai hakiki, khususnya mengenai kejujuran, keadilan, penghargaan atas hak asasi manusia, dan kepedulian sosial.
Namun, perlu diingat bahwa tindakan moral yang selaras dengan pemikairan moral hanya mungkin dicapai pencerdasan emosianal dan spiritual  serta pembiasaan. Sebagai contoh, seorang yang mengerti bahwa melakukan korupsi itu merupakan tindakan buruk dan dosa, tetap saja melakukan tindakan tercela tersebut apabila tidak sensitif terhadap penderitaan masyarakat dan lemah iman. Suatu komunitas tidak akan terbiasa bertindak sesuai dengan nilai-nilai agama yang dianutnya apabila kondisi yang ada tidak mendukung. Demikian juga tindakan demokratis tidak akan mewarnai kehidupan suatu masyarakat, apabila kondisi yang ada tidak mendorong untuk bertindak demokratis.  
Uraian di atas mendeskripsikan bahwa moral merupakan salah satu aktivitas perbuatan manusia dalam suatu komunitas masyarakat yang tentunya berbeda dengan masyarakat lain. Oleh karena itu, kehadiran karya sastra yang merupakan representase kehidupan masyarakat tentunya membawa pesan-pesan moral sebagai salah satu amanat yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
Novel sebagai salah satu gendre sastra merupakan alat untuk menyampaikan reaksi pengarang terhadap sesuatu yang di lihat, di rasa dan di amati. Melalui karya sastra pengarang mengungkapkan gagasan tertentu berdasarkan lingkungan, budaya, pendidikan, dalam situasi tertentu yang mempengaruhi pikirannya.
Memahami sebuah karya sastra adalah bahan pengetahuan yang sangat beharga dalam kehidupan penikmat sastra, sangat dibutuhkan pemahaman yang lebih luas. Selain memahami karya sastra dan segi hakikatnya, permasalahan yang tidaka kalah pentingnya adalah pendekatan. Sebab dengan memahami segi pendekatan, penikmat sastra jugta dapat memungkinkan dirinya akan dapat mengapresiasikan dan menganilisis sebuah hasil karya sastra yang lebih mendalam. Oleh karena itu, penulis secara sengajamembahas permasalahan pembahasan pendekatan dalam analisis karya sastra ini yang berkaitan erat dengan dunia dan nilai pendidikan.
Seperti yang telah dijelaskan oleh Aminudin (1987: 45) bahwa beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam mengapresiasikan karya sastra yaitu pendekatan analitis, didaktis, dan soshopsikilogis.
Pendekatan anlitis yaitu pendekatan yang mengacu pada peranan guru bidang studi bahasa dan sastra indonesia dalam memahami unsur-unsur yang membangun dan berusaha memberikan makna sastra tersebut terhadap siswanya, sehingga siswa atau penikmat sastra dapat menganalisis dengan lbih jelas tentang sastra tersebut
Pendekatan didaktis merupakan pendekatan yang berusaha menemukan dan memahami gagasan dan tanggan evaluatif maupun sikap pengarang terhadap kehidupan.
Pendekatan soshopsikilogis adalah pendekatan yang mengaitkan karya sastra dengan lingkungan sosial budaya dan latar belakang pengarangnya.
Dari ketiga pendekatan yang dimaksud diatas, penulis juga menambahkan suatu pendekata yakni pendekatan psikologis. Maksudnya  pendekatan psikologis tersebut dalam memahami karya sastra karena penulis menganggap bahwa dengan pendekatan psikologis  memberikan sumbangsi untuk menambah pengetahuan penikamat sastra. Karena psikologis itu sendiri memberikan pengetahuan tentang ilmu yang ilmu yamg mempelajari respon yang diberikan oleh simakluh hidup terhadap lingkungan  menurut Murphi dalam Wirawan (1992: 4).
Dalam pendekatan psikologis ini juga tidak terlepas dari pendekatan instrinsik dan ekstrinsik, namun berkembang menjadi tiga pendekatan, yaitu pendekatan psikologis itu sendiri, sosiologi, dan pendekatan biografi.
Munculnya pendekatan psikologis tersebut dalam dunis sastra  disebabkan meluasnya ajaran froid yang mengungkapkan aliran jiwa. Di antara kritikan-kritikan sastra yang merintis dan menganjurkan pendekatan adalah I. A. Richards yang mencoba menghubungkan kritik sastra dengan uraian psikologi simantik. Harjana, (1981: 36).
Dan munculnya pendekatan psikologis tersebut lahirlah istilah-istilah lain akibat menikmati dunia sastra seperti moral dan etika. Sebab hubungan dunia pendidikan dibidang sastra moral dan etika sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Etika bukan sumber tambahan moralitas melainkan lebih luas lagi mengarah kepada filsafat yang mereflesikan ajaran-ajaran moral. Soesono, (1991: 3).
Hak asasi manusia di Indonesia mengacu kepada pancasila sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, dimana dalam hal ini martabat manusia telah mendapat perumusan dalam kelimasilanya. Daftar hak asasi manusia yang paling terkenal dan paling umum diakui dan dan juga ditandatangi oleh pemerintah Indonesia adalah pernyataan umum hak asasi manusia yang diproklamasikan oleh sidang sidang umum PBB di Istana Chailot Paris pada tanggal 10 Desember 1948 Soseno (1991: 102).
Memahami dunia sastra sangatlah bernilai tinggi dalam dunia pendidikan dan pembentukan jiwa, etika, dan moralitas manusia.
Khusus pendidikan seperti yang diungkapkan oleh Darmodbihadjo, (1981: 15) pendidikan bagi suatu bangsa sangat besar harganya karena pendidikan berfungsi sebagai pelestari nilai-nilai terpuji dalam masyarakat yang dikehendaki untuk di pertahankan. Memanglah tinggi nilai-nilai pendidikan yang terus melaju dalam kehidupan, sehingga membentuk kepribadian manusia yang mengarah  ke kehidupan  yang lebih tentram dan dunia. Seperti yang dikemukakan oleh Durkheim bahwa pribadi yang terdidik secara moral pada dasarnya adalah pribadi yang bertindak selaras, sedangkan cita-cita ataupun idealisasi moral adalah diperuntukan masyarakatnya sendiri dalam Harry Cahyono,(1995: 359).
Secara umum moral mengarah pada pengertian ajaran tentang baik buruknya  yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, budi pekerti, dan sebagainya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa moral merujuk pada pengertian tentang akhlak, budi pekerti, dan susila.(KBBI, 1994: 96).
Dengan demikian, nilai pendidikan moral yang dimaksud adalah sesuatu yang mempunyai sifat dan hal yang sangta dihargai dan berguna dalam memberikan tuntunan hidup guna mengarahkan manusia pada pembinaan sikap atau perbuatan yang mangacu pada pembentukan kepribadian kearah yang lebih baik.
Jika sebelumnya dikemukakan bahwa kebenaran dalam karya sastra tidak harus sejalan dengan kebenaran yang ada di dunia nyata. Hal itu mengarah pada pesan moral tertentu. Pesan moral sastra lebih menitikberatkan pada sifat kodrati manuasia yang hakiki, bukan pada aturan-aturan yang dibuat oelh manusia.
Bila dikatakan bahwa karya sastra itu tidak semata-mata alam maka dengan sendirinya sastra itu bisa dipandang sebagai sesuatu yang tidak memperjuangkan kebenaran. Dalam kenyataan ukuran kebenaran merupakan ukuran yang sering digunakan dalam menilai sutu karya sastra. Pembaca sering mempertanyakan tentang apakah yang diungkapkan pengarang itu mempunyai hubungan dengan kebenaran, pendidikan moral atau yang lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Memang tanggung jawab terhadap kebenaran dan moral ini harus ada pada setiap sastrawan dengan hasil karyanya. Bila pembaca tidak merasakan adanya suatu kebenaran  dan moral didalamnya, maka sadar atau tidak pembaca atau penikmat sastra menolak kehadiran karya sastra tersebut. Yang harus dipersoalkan adalah tentang istilah kebenaran dan moral itu sendiri.  Kebenaran dan moral itu diidentikan sebagai tiruan alam sebagaimana adanya atau sebagaimana yang telah terjadi, maka tentu saja tidak dapat diperoleh kebenaran dan moral itu didalam sastra atau didalam seni yang lain.
Kebenaran yang diartika disini adalah kebenaran dalam kadar yang benar dan moral diartikan masih dalam kadar yang baik. Kebenaran dan moral bukanlah  berdasarkan  kanyataan pengalaman sehari-hari. Tetapi kebenaran yang dituju adalah kebenaran dan moral yang ideal, yang bukan saja bertumpu pada kehidupan nyata yang terjadi sekarang. Tetapi juga kebenaran dan moral yang sepatutnya terjadi, yang diinginkan sehingga perbuatan yang baik dalam novel dapat dijadikan contoh dalam kehidupan sehari-hari.
Sikap dan tingkah laku tokoh tersebut hanyalah model, model atau sosok yang sengaja ditampilkan pengarang sebagai contoh dan sikap dan tingkah laku yang baik, agar diikuti atau minimal dicendrungi oleh pembaca.

B.     Kerangka Pikir
Dengan memperhatikan uraian pada tinjauan pustaka, maka pada bagian ini akan diuraikan beberapa hal yang dijadikan penulis sebagai landasan berpikir selanjutnya. Landasan berpikir yang dimaksud tersebut akan mengarahkan penulis untuk menemukan data dan informasi dalam penelitian ini guna memecahkan masalah yang telah dipaparkan untuk itu akan menguraikan secara rinci landasan berpikir yang dijadikan pegangan dalam penelitian ini:
1.       Karya prosa adalah karangan yang bersifat menerangkan secara terurai mengenai sesuatu masalah atau hal peristiwa dan lain-lain. Dengan demikian, karangan bentuk ini jelas tidak bisa disingkat dan pendek karena harus menerangkan secara panjang lebar dan sejelas-jelasnya akan sesuatu. Itulah sebabnya ketetapan dan kejelasan kalimat menjadi sangat penting.
2.       Karya sastra bentuk prosa pada dasarnya dibangun oleh dua unsur:
1)      Unsur instinsik; yaitu tema, amanah, plot, perwatakan atau penokohan, latar, dan karakter, titik pengisahan serta gaya bahasa. Selah satu bagian unsur instrinsik adalah karakter perwatakan yang mempunyai peranan sangat penting, karena tanpa karakter/perwatakan suatu cerita tidak akan tercipta.
2)      Unsur ekstrinsik yaitu unsur yang membangun karya sastra dari luar, seperti masalah sosial, pendidikan, dan agama. Unsur inilah yang merupakan motivasi sehingga sastrawan dapat menulis karya sastra berbentuk prosa berdasarkan masalah yang dihadapi atau imajinasi dalam diri sastrawan yang perlu diterapkan.




















       BAGAN KERANGKA PIKIR

Karya Sastra
 
Novel 
 
                         
 




Unsur Intrinsik

 
Unsur Ekstrinsik

 






Nilai Pendidikan
 


Moral
 


Temuan
 
                       



BAB III
METODE PENELITIAN

A.    Variabel dan Desain Penelitian
  1. Variabel Penelitian
Sebelum diuraikan mengenai variabel yang digunakan dalam penelitian, terlebih dahulu akan diuraikan pengertian variabel dalam suatu penelitian. Variabel tidak pernah lepas dari suatu penelitian, dan boleh dikatakan bahwa variabel merupakan syarat mutlak dalam suatu penelitian.
Arikunto (1992:89) mendefinisikan variabel adalah sebagai karakteristik tertentu yang mempunyai nilai atau ukuran yang berbeda untuk unit obsetvasi atau individu yang berbeda. Variabel adalah objek penelitian, baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitas. Variabel dapat dibedakan atas dua jenis, yaitu variabel kuantitatif dan kualitatif. Variabel kuantitatif misalnya luasnya kota, umur, banyaknya dan jam dalam sehari dan sebagainya. Contohnya variabel kualitatif adalah kemakmuran, kepandaian dan lain-lain.
Setelah memperhatikan uraian di atas, maka dapatlah ditentukan variabel sebuah penelitian yang digunakan untuk direncanakan, sehingga dengan itu pula maka jelaslah penelitian ini merupakan penelitian yang harus dibatasi variabelnya, agar data yang dikumpulkan dapat mengarah pada tujuan nilai pendidikan novel tersebut. Subvariabel adalah tuturan, gambaran, perilaku, bahasa, jalan pikiran, reaksi pendidikan.
Variabel yang diamati atau dianalisis dalam penelitian adalah variabel tunggal, maksudnya penelitan ini hanya menggunakan satu variabel yakni mendeskripsikan nilai-nilai kependidikan dalam novel “Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata” Adapun indikator variabel yaitu, moral, agama, dan motivasi.

  1. Desain Penelitian
Desain penelitian pada hakekatnya merupakan strategi yang mengatur ruang atau teknis penelitian agar memperoleh data maupun kesimpulan penelitian. Menurut jenisnya, penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Oleh karena itu, dalam penyusunan desain harus dirancang berdasarkan pada prinsip metode deskriptif kualitatif, yang mengumpulkan, mengolah, mereduksi, menganalisis dan menyajikan data secara objekti atau sesuai dengan kenyataan yang ada di lapangan untuk memperoleh data. Untuk itu, peneliti dalam menjaring data mendeskriftifkan nilaipendidikan yang ada dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata sebagaimana adanya.


B.     Definisi Operasional Variabel
Definisi operasional pada hakekatnya merupakan pendefinisian variabel dalam bentuk yang dapat diukur, agar lebih lugas dan tidak menimbulkan bias atau membingungkan. Penelitian bebas merumuskan, menentukan definisi operasional sesuai dengan tujuan penelitinya, dan tatanan teoritik dari variabel yang ditelitinya (Adi, 1993: 17).
Nilai kependidikan pada novel Laskar Pelangi adalah salah satu unsur penentu terciptanya suatu cerita dalam novel tersebut. Nilai pendidikan ini mencerminkan watak, sifat, pribadi dan tingkah laku dalam pendidikan sebagai pengembang amanah yang dipaparkan lewat peran yang dimainkan. Oleh karena itu, nilai kependidikan diperankan diibaratkan sebagai “juru kunci” amanah pengarang.
Untuk memeperoleh pemaknaan yang sama terhadap variabel yang digunakan dalam penelitian ini, penulis merasa perlu mengemukakan defenisi berikut ini
Analisis adalah pegamatan yang dilakukan untuk memperoleh  data yang lebih akurat misalnya agama, pendidikan,budaya pendidikan dan lain-lain. Sedangkan pendidikan adalah memanusiakan manusia menjadi manusiawi. Artinya mengubah  pengetahuan seseorang dari ketidaktauhuan menjadu tahu.


C.    Data dan Sumber Data
  1. Data
Data dalam penelitian ini adalah keterangan yang dijadikan objek kajian, yakni setiap kata, kalimat/ungkapan yang mendukung nilai pendidikan atau strategi dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata. Studi pustaka mencoba sejumlah buku dan tulisan yang relevan atau objek kajian.

  1. Sumber Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah novel berjudul Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang berjumlah 534 halaman diterbitkan oleh Bentang Anggota IKAPI pada tahun 2008 di Jakarta Timur.

D.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data yaitu teknik dokumentasi dengan jalan mengumpulkan data melalui sumber tertulis.
Dengan cara penelitian pustaka yaitu:
1.      Membaca berulang-ulang novel Laskar Pelangi  karya Andrea Hirata
2.      Mencatat data yang termasuk nilaipendidikan yang terdapat di dalam novel Laskar Pelangi, misalnya karakter dari watak, sifat, tingkah laku dan lain-lain dalam kartu pencatatan data.
3.      Mengklasifikasikan data yang termasuk nilaipendidikan misalnya  pendidikan moral, agama, dan motivasi dan lain-lain. dalam kartu pencatatan data.
     
E.     Teknik Analisis Data
Berdasarkan teknik pengumpulan data yang dipergunakan, maka unsur nilai pendidikan yang dapat dicocokkan dengan pendidikan yang dimaksud, kemudian diseleksi kutipan atau data yang mana lebih spesifik itulah yang akan diambil. Selanjutnya, menentukan watak, sifat, nilaipendidikan  sesuai dengan bukti atau penunjuk yang telah dipilih.
Sebagai hasil akhir, memaparkan watak, sifat, nilaipendidikan dengan senantiasa mengutip bagian cerita yang menunjukkan kebenaran analisis yang dimaksud, selanjutnya dideskripsikan bedasarkan fenomena sosial yang dijadikan acuan penelitian meliputi:
1.       Menelaah/menganalisis seluruh data yang telah diperoleh berupa  nilaipendidikan dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.
2.       Mendeskripsi unsur yang membangun karya sastra khususnya menyangkut nilaipendidikan dalam novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata.





BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada  bab ini penulis akan menguraikan secara mendetail hasil penelitian dari “Novel Laskar Pelangi Karya Andrea Hirata”. Juga membuktikan secara kongkrit hasil penemuan yang menjadi target penelitian.

A.       Hasil Analisis Data
a.      Moral
Sebelum membahas persoalan moral terlebih dahulu dapat didefinisikan pengertian dari moral. Moral adalah tingkah laku atau sifat baik dan buruk  yang terkandung dalam diri seseorang. Lebih jelasnya dapat dilihat kutipan berikut;
Ia sangat berbakti kepada orang tua, khususnya Ibunya. Sebaliknya, ia juga diperhatikan ibunya layaknya anak emas. Mungkin karena ia satu-satunya laki-laki di antara lima saudara perempuannya lainnya. Ayahnya adalah seorang operator vessel boardI dikantor telepon PN sekaligus tukang sirine. Meskipun rumahnya dekat dengan sekolah tapi sampai kelas tiga ia masih diantar jemput Ibunya. Ibu adalah pusat gravitasi hidupnya.( Laskar pelangi  2008: 75)

Kutipan di atas menggambarkan tentang kehidupan seorang anak dengan orang tua yang saling menghormati satu sama lainnya. Ibunya, orang tua yang sangat perhatian terhadap keluarganya dan mendidik anak-anaknya dengan nilai moral dan mendidik ke hal yang baik. Walaupun sekolahnya dengan ini berlangsung  sampai kelas tiga. Ini jelas seorang ibu tidak terbatas jasa. Jasanya jika kita pikir ibu adalah segalanya dalam hidup ini yang umum adalah orang tua. Tegaknya rumah tangga karena anggota keluarga hidup rukun dan tentram. Anak yang memiliki moral dan saling memahami satu sama lain  dalam segala urusan yang menyangkut persoalan kebaikan. Berbakti kepada kedua orang tua adalah kewajiban seorang anak yang tidak dapat ditinggalkan karena hal itu merupakan bentuk pengabdian yang harus dilaksanakan sebagaimana layaknya kasih sayang yang telah mereka curahkan. Dapat dilihat kutiran lain tentang moral:
Bodenga dan Fragmen sore itu menciptakan cetak biru rasa belas kasihan dan kesedihan di alam bawah sadarku. Mungkin aku masih terlau kecil untuk menyaksikan tragedy sepedih itu. Ia mewakili sesuatu yang gelap di kepalaku. Pada tahun-tahun mendatang bayangannya sering mengunjungiku. Jika aku dihadapkan pada situasi yang menyedihkan maka perlahan-lahan ia akan hadir, mewakili citra kepedihan di dalam otakku. Maka sore itu sesungguhnya Bodenga telah mengajariku ilmu firasat. Ia juga yang pertama kali mempelihatkan padaku bahwa nasib bisa memperlakukan manusia dengan sangat buruk, dan cinta bisa menjadi semakin buta.( Laskar pelangi  2008: 85)


Kutipan di atas menggambarkan seorang anak yang larut dalam kesedihan setelah melihat penderitaan temannya dalam kesusahan, kesusahan dalam rumah tangga. Sifat anak itu adalah contoh moral yang patut dijadikan  bahan perenungan kita semua. Banyak orang ketika melihat orang lain tertimpah musibah malah mengetawainya dengan kata lain tidak ingin membantu sesamanya yang terkena musibah. Moral yang membuat manusia dihargai dan moral pula membuat manusia untuk meningkatkan derajatnya. Jika orang tidak bermoral banyak yang membencinya, yang akhirnya tersingkir dari kehidupan orang banyak. Dalam perkataan kutipan di atas yang diucapakan oleh anak ini adalah: filsafat yang hidup dalam diriku adalah pengalaman, dan yang pertama kalinya memperlihatkan kepadaku bahwa nasib biasa memperlakukan manuasia dengan sangat buruk, dan cinta bisa menjadikan semuanya buta. Ini jelas bahwa kehidupan adalah suatu yang sangat misteri terkadang kita berada di atas dan terkadang juga berada sangat bawah” Jatuh miskin” dan cinta terhadap kehidupan dunia yang membuat manusia semakin sengsara karena meneruti hawa nafsunya. Mempelajari ilmu firasat berarti kita dapat dan ingin mengatahui serta merasakan apa yang dialami orang lain. Berbagi rasa memang telah menjadi hak dan kewajiban setiap insan yang bernyawa agar dapat menikmati kebahagiaan maupun penderitaan antar sesama. Kehidupan memang harus penuh dengan kehati-hatian. Tidak bertindak dengan hawa nafsu namun, harus melalui pertimbangan akal sehat yang matang karena salah menilai lingkungan kita akan terjebak suasana keduniawian yang lupa akan konsep moral dan tidak mengakui ketentraman orang lain. Bermoral dengan masyarakat atau berteman dengan siapa saja dan disenangi banyak orang sebaliknya, jika tidak memahami kondisi masyarakat akan sendirinya kita tersingkir dari kehidupan orang banyak.  Dapat dilihat kutipan berikutnya:
 Lintang adalah pribadi yang unik. Banyak orang merasa dirinya pintar lalu bersikap seenaknya, congkak, tidak disiplin, dan tak punya integritas. Tapi Lintang sebaliknya. Ia tak perna tinggi hati, karena ia merasa ilmu demikian luas untuk disombangkan dan menggali ilmu tak akan ada habis-habisnya. ( Laskar pelangi  2008: 108)

Kutipan di atas menggambarkan seorang anak yang bernama lintang yang berkepribadian unik, yang sangat menghargai ilmu pengatahuan. Banyak orang yang jika pintar sangat sombong kepada orang lain namun, pribadi lintang tidak demikian malah sebaliknya ia rendah hati, tidak pernah congka dan tidak pernah menyombongkan diri dan selalu tekun belajar untuk menimbah ilmu pengetahuan sebanyak-banyaknya. Baginya ilmu pengetahuan adalah tidak ada habis-habisnya untuk di gali demi kemaslatan orang banyak dan diri sendiri dan keluarga. Menggali ilmu pengetahuan berarti belajar dari kebodohan, dan dalam menuntut ilmu harus penuh keiklasan karena tanpa keihlasan tidak akan memperoleh hasil yang memuaskan. Penggambaran ilmu pengatahuan melalui Lintang memang dan sudah sepantasnya menjadi pedoman daalm kehidupan agar kita tidak ragu dan sombong atau pun egois dalam membagi ilmu yang dimiliki.
Belajar merupakan ruang kecerdasan karena melalui belajar sesorang dapat menambah wawasan atau ingin menjadi lebih baik demi masa depan dan cita-cita yang merupakan target utamanya. Makna belajar bukan semata-mata apa yang diberikan oleh guru di sekolah. Namun harus belajar dari banyak hal. Dapat dilihat kutipan berikutnya:
Jika kami kesulitann, ia mengajari kami dengan sabar dan selalu mebesarkan hati kami. Keunggulan tidak menimbulkan perasaan terancam bagi sekitarnya, kecermelangnya tidak menerbitkan iri dengki, dan kehebatannya tidak sedikit pun mengisyaratkan sifat-sifat angkuh. Kami bangga dan jatuh hati padanya sebagai seorang sahabatnya dan sebagai seorang murid yang cerdas luar biasa. Lintang yang miskin duafah adalah mutiara, galena, kuarsa, dan topas yang paling berharga bagi kelas kami( Laskar pelangi  2008: 109)

Kutipan di atas menggambarkan dengan hadirnya lintang adalah sebagai semangat bagi semua teman-temannya. Lintang adalah kegembiraan  bagi teman sekelasnya. Penasehat bagi teman-temannya dan dorongan untuk menjadi yang lebih baik. Teman-teman lintang bangga terhadap kepribadian lintang karena amanah terhadap teman-temannya. Tidak juga bersifat dengkih malah sebagai pendorong atau motivasi di kelasnya. Ini suatu bukti cerminan sikap yang ramah terhadap siapapun dan jika dikaitkan dengan zaman sekarang jarang ditemukan anak yang bermoral seperti itu. Malah mencaci maki teman-temannya jika salah dan tidak memberikan nasehat apa pun apa bila salah. Sikap egoisme yang mewarnai kehidupan remaja saat ini, individualisme sangat tinggi akhirnya moral pun jauh dari yang diinginkan dari dunia pendidikan, ini juga sebagai bukti pengaruh modernisme yang semakin merajalelah dimana-mana. Haruskah kita semua tergiur kepada modernisme yang tidak mengenal lagi batas kemanusiaan, kenegaraan dan sebagainya? Mengambil yang baik-baik tidak ada salahnya dan jika kita semua tidak mengambil hikmah dari kejadian masa lalu susah untuk bengkit apa lagi ini menyangkut moral pendidikan dan jika pendidikan telah merusak moralitasnya yakin semua ini akan berpengaruh besar. Ini suatu bukti bahwa moralitas sangat penting diajarkan oleh siapa pun baik orang tua, para pendidik, negarawan, dan elemen masyarakat yang peduli terhadap pendidikan. Jika kita tidak mengajarkan dari sekarang moral mungkin bangsa ini akan krisis moral nantinya. Jika krisis moral melanda bangsa ini tunggu akan kehancuran bangsa” Indonesia”. Sebaiknya moral harus betul-betul diperhatikan mulai dari sekarang. Maju mundurnya bangsa itu ditentukan oleh generasi sekarang namun jika moralnya rusak apa yang bisa dibanggakan malah makin menyengsaraakan rakyat kecil nantinya kalau sudah duduk di parlamen atau instasi lain.
Jika satu di antara sejuta kemungkinan-orang ini tak pernah menghampiri seseorang yang sesungguhnya berbakat, maka hanya nasib yang menentukan apakah bakat seseorang tersebut pernah ditemukan atau tidak, pelajaran moral nomor empat: ternyata nasib yang juga yang sangat misterius itu adalah seprang pemendu  bakat! Hal ini paling tidak dibuktikan oleh Forest Gump, jika ia tidak mendaftar menjadi tentara dan jika tidak mengikuti kegiatan ekstakurikuler dibarak pada suatu sore maka mungkin ia tak pernah tahu kalau ia sangat berbakat bermain tenis meja. Ritchhie Blackmore juga begitu, kalau orangtuanya membelikan papan catur untuk hadiah ulang tahun mungkin ia tak pernah tahu kalau ia berbakat menjadi seorang gitaris,classic rock. (Laskar pelangi  2008: 129)

Kutipan di atas menggambarkan bahwa bakat adalah soal misterius yang harus diasah terus baik terhadap dorongan orang lain atau motivasi diri sendiri itu lebih penting karena ada seorang pernah menyesali dirinya pada pada akhir hidupnya bertanya seperti ini: Jika saya besar nanti saya akan bercita-cita mengubah dunia dan hal yang diusahakannya pun tidak berhasil lambat laun akan berkata lagi karena tidak mampu mengubah dunia, maka berkata lagi, saya akan mengubah negara saya dia berusaha terus menerus tidak berhasil karena usianya semakin tua dan termakan oleh waktu dia berkata lagi, saya akan mengubah keluarga saya, terus dan terus berusaha namun usahanya untuk mengubah keluarga pun gagal namun sadar diakhir hayatnya seandainya saya mengubah diri sendiri terlebih dahulu kemungkinan besar saya akan menjadi panutan terhadap keluarga dan akhirnya mampu mengubah negara bahkan dunia sekali pun  seandainya saya tabahkan diri terlebih dahulu. Ini jelas bahwa yang terpenting yang harus dilakukan adalah  menghargai diri sendiri dan memperlakukan diri sendiri dengan baik, harusnya jangan memandang enteng dengan moral yang tidak baik dan mulai menggali kelebihan yang ada dalam diri kita dan yang terpenting adalah moral dan kerja harus berjalan dengan beriringan dan ini akan memunculkan bakat baru dalam diri kita. Kutipan lain mengenai moral:
Kami juga tak memerhatikannya bernyanyi. Lintang sibuk dengan rumus Phitagoras, Harun tertidur pulas sambil mendengkur, Samson menggambar seorang pria yang mengangkat sebuah rumah dengan satu tangan kiri. Sahara asyik menyulam kruistik kaligrafi tulisan Arab Kulil Haqqu Walau Kana Muron artinya: Katakan kebenaran walaupun pahit dan Trapani melipat-lipat sapu tangan Ibunya. Sementara itu Syahdan, aku, dan kucai sibuk mendiskusikan rencana kami menyembunyikan sandal Pak Fahimi (guru kelas empat yang galak itu) di Masjid Al-Hikmah. Mahar adalah orang satu-satunya yang menyimaknya. Sedangkan Bu Mus menutup wajahnya dengan ke dua tangan, beliau berusaha keras menahan kantuk dan tawa mendengar lolongan A Kiong. (Laskar pelangi  2008: 130)

Kutipan di atas menggambarkan kehidupan murid yang masing-masing mempunyai keahlian dibidang yang sibuk dengan keahliannya dan ada pula yang tidak mendengarkan gurunnya menerangkan. tidak memperhatikan apa yang telah diterangkan oleh gurunya acu tak acu mendengarkan seruan gurunya. Namun pribadi lintang tetap bijak dengan kebiasaan giat belajar tanpa mengenal waktu. Hari-harinya dilalui dengan terus belajar dan belajar hanya itu yang ada dalam pikirannya dan hari-harinya di isi dengan  belajar. Orangnya sangat giat berusaha semaksimal mungkin apa yang menjadi cita-citanya. Kemauan didukung oleh gurunya yang sangat rajin dan pantang menyerah dalam mendidik murid-muridnya walaupun mengantuk dia tetap mengajar. Guru yang bagus misalnya menanggapi ilmu pengetahuan dan menghargai dunia pendidikan. Tidak mengenal batas lagi tentang lelah namun, bagaimana bisa seluruh siswanya bisa cerdas dan jika guru seperti ini semua mungkin dunia pendidikan di Indonesia akan terus meningkat dan alumninya bisa bersaing di forum internasional. Namun kebanyakan guru sekarang hanya semaunya mengikuti kamauan dan mempertinggi titel yang dalam ukuran intelektuan kosong “hanya mencari dan mengharapkan gaji yang tinggi kemudian banyak berharap trehadap pemerintah” Guru sepertinya sangat jauh dari realitas pendidikan yang di gunakan. Bagaimana bisa maju dunia pendidikan jika pengajarnya bobrok paradigma perilakunya.
Pendidikan bisa maju apa bila para pengajarnya sadar untuk mecerdaskan murid-muridnya dari kebodohan. Guru yang paling baik adalah bagaiman dia bisa membuat muridnya betah di dalam ruang belajar dan mendengarka apa yang diucapkan oleh gurunya. Yang tidak kalah pentingnya juga menyeimbangkan ilmu dengan moral. Itulah sebabnya banyak orang cerdas bukan malah mencerdaskan sesamanya dan menuangkan ilmunya kepada orang bodoh dan semakin sombong terhadap apa yang dimilikinya. Itulah akibatnya jika ilmu pengetahuan tidak dibarengi dengan moral. Dan kutipan di atas menggambarkan juga tentang seorang murid yang hanya senang menyembunyikan sandal gurunya karena beralasan gurunya itu ”Galak” mungkin karena anak ini mau menunjukan kenakalannya kepada gurunya atau kurangnya perhatian dan pembelajaran moral dilingkungan keluarga sehingga anak melakukan perbuatan tidak terpuji atau sekedar hanya ingin balas dendam dengan alasan, gurunya galak. Guru galak bukan karena tidak beralasan namun demi untuk mencerdaskan murid-muridnya namun murid-muridnya salah mengartikan tentang perbuatan gurunya. Ini jelas bahwa seorang guru dan murid harus saling memahami jangan karena persoalam sepeleh langsung melapor kepada orang tuanya dan pengaduan dilembaga hukum.
Guru adalah segalanya setelah orang tua jadi tidak ada guru yang ingin menjerumuskan muridnya dari yang hina dini. Bagaiman pun pelanggaran tetap guru adalah orang tua yang sangat istimewa setelah kedua orang tua. Jadi guru harus memahami betul anak didiknya. Kutipan lain mengenai moral:
Karena kekacaun persoalan manajemen keuangan ini, orang Sawang tak jarang menjadi korban stereotip di kalangan mayoritas Melayu. Setiap perilaku minus tak ayal langsung diasosiasikan dengan mereka. Discredit ini adalah refleksi sikap diskriminatif sebagian orang Melayu yang takut direbut pekerjaannya karena malas bekerja kasar. Sejarah menunjukan bahwa orang-oarang Sawang memiliki integritas, mereka hidup eksklusif dalam komunitasnya sendiri, tidak usil dengan urusan orang lain, memiliki etos kerja tinggi, jujur, dan tak pernah berurusan dengan hokum. Lebih dari itu, mereka tidak perna lari dari utang-utangnya. (Laskar pelangi  2008: 168)


Kutipan di atas menggambarkan tentang kesukuan yang tidak mau mengala satu sama lain. Adanya gensi yang masih tinggi, tidak mau bekerja dengan kasar itulah sering terjadi pertentangan pendapat bahkan saling mencurigai satu sam lain, antara suku yang satu dengan suku yang lainnya karena ingin semua di atas. Namun, tidak melihat dari segi kapasitasnya dimana saya layak. Itu juga yang menyebabkan adanya saling curiga mencuriga kerena tidak adanya saling mempercayai suku yang satu maunya selalu di atas sedangkan suku yang satunya selalu mengala dan bertindak sesuai dengn norma adat dan perundangan yang berlaku. Misal orang Melayu hanya senang memperebutkan pekerjaan karena malas bekerja kasar. Orang-orang sawang memiliki integritas tinggi, tidak usil dengan pekerjaan orang lain, memiliki etos kerja tinggi, jujur dan tidak perna berusan dengan hukum. Orang-orang yang seperti ini betul-betul memahami konsep sosial yang sesungguhnya karena tidak lagi mebedakan dari mana asalnya namun, berdasarkan kemampuannya. Sifat seperti ini seharusnya dimiliki oleh bangsa Indonesia pada umumnya baik sifat ini dipergunakan dalam bidang politik, hukum, pendidikan, atau pun agama. Tindakan seperti ini mengandung banyak manfaat dibanding jika saling mencurigai. Moral seperti ini sangat disukai di masyarakat karena bagaimana pun masyarakat juga menginginkan kedamaian. Kesadaran antara orang yang satu dengan yang lain harus betul-betul saling memahami dalam hal ini moral harus berperan aktif dalam menyikapi kehidupan.
b.      Motivasi

Motivasi memang sangat perlu sebagai jembatan utama dalam menggapai cita-cita untuk lebih jelasnya dapat dilihat kutipan di bawah ini;
Kucai sedikit tak beruntung. Kekurangan gizi yang parah ketika kecil mungkin menyebabkan ia menderita myopia alias rabun jauh. Selain itu pandangan matanya tidak focus, melenceng sekitar 20 derajat. Maka jika ia memandang lurus kedepan artinya yang ia lihat adalah benda disamping benda yang ada persis di depannya dan demikian sebaliknya, sehingga saat berbicara dengan seseorang ia tidak memandang lawan bicaranya tapi ia menoleh ke samping. Namaun, kucai adalah orang paling optimis yang pernah aku jumpai. Kekurangannya secara fisik tak sedikit pun membuatnya minder. Sebaliknya, ia memiliki kepribadian populis, oportunis, bermulut besar, banyak teori, dan sok tau. (Laskar pelangi  2008: 69)


Kutipan di atas menggambarkan seorang anak yang tidak begitu sempurna dengan manusia lain yang sering menjadi bahan tawaan bagi teman-temannya karena ketidak sempunaan yang ia miliki. Namun anak itu tidak berkurang sedikit pun rasa padanya dengan penampilan yang paspasan. Teman-temannya menjulukinya manusia pertama yang dijumpai dalam hidup ini yang penuh dengan motivasi tinggi namun, mempunyai kepribadian populis dan tidak minder jika berhadapan dengan orang banyak. Sikap seperti ini bukan mala mencerdaskan namun malah membuat orang itu tidak mampu berbuat apa-apa karena sifat malunya tinggi. Sifat seperti ini harus dilawan dengan banyak belajar dan berlatih karena tanpa belajar dan berlatih mustahil untuk menemukan diri kita yang lebih baik hari ini masa depan apa lagi masa kini adalah masa dunia modern. Jika tidak tidak mempunyai keahlian dalam diri dan penerjamahan yang kuat, kita akan tersingkirkan dari dunia modernisasi. Tidak ada kata tidak untuk tidak menyatakan hal-hal yang berguna dan membentengi diri dengan dengan kebulatan tekad yang tinggi. Dapat dilihat kutipan berikutnya mengenai motivas;
Kucai juga bertahun-tahun menjadi ketua kelas kami namun bagi kami ketua kelas adalah jabatan yang paling tidak menyenangkan. Jabatan itu menyebalkan antara lain karena harus mengingatkan anggota kelas agar jangan berisik padahal diri sendiri tak bisa diam. Ini menyebabkan tak ada dari kami yang ingin menjadi ketua kelas, apalagi kelas kami ini sudah terkenal susah dikendalikan. Berulang kali kucai menolak diangkat kembali menduduki jabatan itu, namun setiap kali Bu Mus metapa muliahnya menjadi seorang pemimpin, kucai pun luluh dan dengan terpaksa bersediah menjabat lagi. (Laskar pelangi  2008:  70)

Kutipan di atas menggambarkan betapa tinggi motivasi seorang guru terhadap anak didiknya dan tidak pernah surut memberikan motivasi sedikit pun dari anak didiknya. Guru memang jika dilihat peranannya sebagai orang tua murid sekolah harus memang mempetahankan anak didiknya sebagai anaknya sendiri namun harus juga melihat prosedur lain bahwa juga tidak boleh terlalu  memanjakan murid-murid agar ada sebatas pandangan antara guru dengan muridnya melalui moralitas. Namun, harus memotivasi secara terus menerus ke hal-hal yang baik dan mendapatkan hasil belajar yang memuaskan.  Dan jika guru seperti ini dalam melihat peserta didiknya kemungkinan besar anak didiknya merasa nyaman belajar dan dekat dengan gurunya. Tingginya motivasi guru itu juga sebagai penunjang behasil tidaknya seorang anak didik
Kutipan di atas juga menggambarkan adanya seorang murid yang tidak mau menjadi ketua kelas karena dengan alasan pertimbangan pertanggungjawaban di dunia dan setelah di akhirat kelak. Namun jika kita melihat dunia zaman sekarang malah orang berlomba-lomba ingin menjadi pemimpin walaupun tidak mempunyai keahlian di bidang itu atau bisa saja orang berlomba-lomba menjadi pemimpin karena adanya jaminan masa depan yang menjanjikan. Ini jelas merugikan orang banyak jika dimaknai, pemimpin hanya mencari kerja dan bertanding. Namun zaman ini masih ada saja orang yang tidak mau menjadi pemimpin karena katanya dosanya besar dan tidak mampu untuk dipertangjawabkan nanti. Memang menjadi seorang pemimpin adalah pekerjaan yang sangat berat. Kutipan berikutnya mengenai motivasi;
 Sejak itu borek tidak tertarik lagi dengan hal lain dalam hidup ini selain sesuatu yang berhubungan dengan upaya membesarkan ototnya. Karena latihan keras, ia berhasil, dan mendapat julukan Samson. Sebuah gelar ninggrat yang disandangnya dengan penuh rasa bangga. Agak aneh memang, tapi paling tidak sejak usia mudah Borek sudah menjadi dirinya sendiri dan sudah tahu pasti ingin menjadi apa dia nanti, lalu secara konsisten ia berusaha ia mencapainya. Ia melompati suatu tahap pencarian identitas yang tak jarang mengombang-ambingkan orang sampai tua. (Laskar pelangi  2008: 78)

Kutipan di atas menggambarkan kehidupan Borek yang tidak lagi bermain dengan permainan anak-anak. Seperti anak-anak lainnya yang tidak lain hanyalah ingin membesarkan ototnya karena terinspirasi melihat Samsong. Itulah sebabnya mereka rajin berlatih mengangkat besi dan melakukan apa saja yang sifatnya bisa membuat otot yang lebih besar. Obsensinya sangat tinggi untuk memperbesar ototnya. Walau pun seperti itu otot-ototnya, namun, Borak sudah bisa menjadi dirinya sendiri. Dia mampu menjadi dirinya sendiri dan meninggalkan sifat kenak-kanaknya. Ini suatu kemajuan bagi dunia anak-anak yang tidak lagi bermain-main layaknya anak-anak lainnya. Pelajaran seperti ini sangat manjur sekali untuk diajarkan atau sebagai motivasi untuk bangkit dari kemalasannya. Karena tanpa adanya dorongan bagi dunia anak-anak mustgahil untuk bisa berhasil. Motivasi sangat penting mendorong semgangat anak agar selalu begejolak setiap saat dalam mengelolah kepribadian diri. Menjadi diri sendiri adalah lebih baik dari pada memaksakan kehendak untuk menjadi orang lain. Dengan mengenali diri sendiri berarti cerminan sikap untuk mengarah yang lebih baik. Dapat dilihat kutipan berikutnya mengenai motivasi.
Maka sejak waktu  virtual tercipta dalam definisi hipotesis manusia tatkala nebula mengeras  dalam teori lubang hitam, di antara titik-titik kurunnya yang menentang panjang tak tahu akan berhenti sampai kapan, aku pada titik ini, di tempat ini merasa bersyukur menjadi orang Melayu Belitong yang sempat menjadi murid Muhammadiyah. Dan sembilan teman sekelasku memberiku hari-hari yang lebih dari cukup untuk suatu ketika di masa depan nanti kuceritakan pada setiap orang bahwa masa kecilku amat bahagia. Kebahagiaan yang spesifik karena kami hidup dengan persepsi tentang kesenangang sekolah dan persahabatan yang kami terjemahkan sendiri. (Laskar pelangi  2008: 85)

Kutipan di atas menggambarkan tentang pershabatan yang terjalin dengan baik pada waktu masih bersekolah di Muhammadiyah yang sarat dengan persahabatan. Persahabatan sangat penting untuk menjaling hubungan  yang lebih akrab dengan teman-teman dan bisa bertukar pikiran dengan adanya sahabat apalagi sahabat karib. Sangat bagus yang namanya sahat karib karena bisa membantu suka maupun duka yang kita alami.
Persahabtan juga merupakan kebersamaan. Tingginya kebersamaan didukung oleh persahabatan yang kuat dan keakraban terjalin karena saling berteman dan bercanda. Alangkah nikmatnya persahabatan jika kita terjamahkan sendiri karena kita saling mengerti satu sama lain tanpa ada tekanan dari mana pun. Sebab bagaimana pun, persahabatan itu penting untuk kita jaga. Namun, persahabatan juga harus kita pilah dan pintar-pintar bersahabat dengan orang-orang yang baik. Karena jika sahabat kita pemabuk akhirnya juga kita yang akan dijerumuskan terhadap hal-hal yang sifatnya merusak moral dan cara berpikir kita. Banyak anak-anak yang hancur karena persahabatan. Boleh-bolehlah yang namanya persahabatan namun, harus mengarah yang baik-baik dan ada nilai positifnya untuk diri sendiri. Pergaulan itu sangat penting jika ditanggapi secara positif ke arah yang lebih baik. Karena tanpa persahabatan dan pertemanan tidak akan tercipta yang namanya solidaritas. Jadi persahabatan dan pertemanan ada dua arah yang jika digabungkan akan menjadi hal yang istimewa. Kutipan berikutnya mengenai motivasi.
 Lintang hanya dapat belajar setelah agak larut karena rumahnya gaduh, sulit menemukan tempat kosong, dan arena harus berebut lampu minyak. Namun sekali ia memegang buku, terbanglah ia meninggalkan gubuk doyang berdinding kulit itu.  Belajar adalah hiburan yang membuatnya lupa pada seluruh penat dan kesulitan hidup. Buku baginya adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu meberi kekuatan baru agar ia mampu mangayu sepeda menantang angin setiap hari. Jika berhadapan dengan buku ia akan terisap oleh setiap kalimat ilmu yang dibacanya, ia tergoda oleh sayap-sayap kata yang diucapkan oleh para cerdik cendekia, ia melirik maksud tersembunyi dari sebuah rumus, sesuatu yang mungkin tak kasat mata bagi orang lain. (Laskar pelangi  2008: 100)


Kutipan di atas menggambarkan seorang murid yang begitu rajin dalam belajar dan memaknai ilmu pengetahuan. Namun juga ada kendala untuk belajar karena rumahnya sempit dan tidak ada lampu listrik yang masuk kerumahnya dan hanya menggunakan lilin kecil sebagai penerang malam di dalam rumahnya. Di tambah lagi ruangan sangat sempit namun, semuanya itu tidak membuat Lintang surut sedikit pun untuk belajar. Belajar baginya adalah kunci kesuksesan untuk meraih masa depan yang lebih baik walaupun ditambah kesusahan di dalam rumah tangganya namun baginya belajar dan mempelajari buku adalah obat dan sumur kehidupan yang airnya selalu memberi kekuatan. Karena pendidikan adalah proses memanusiakan manusia dari tidak tahu menjadi tahu. Ini sangat jelas betapa tingginya motivasi hidup yang dimiliki oleh seorang Lintang. Namun jika dikaitkan dengan anak-anak dunia zaman sekarang yang semakin lengkap peralatan canggih namun tidak lebih dari apa adanya hasil pendidikan. Banyak orang beranggapan ini konsep pendidikan seperti apa di Indonesia. Apa memang telah di atur oleh para politikus sedemikian rupa sehingga pendidikan di Indonesia bukan penemu para lulusannya namun sebagai ilmu terapan dan penghafal teori. Haruskah kita berpangku tangan melihat pendidikan yang kira rasakan dewasa ini. Memikirkan akan jalan dan intelektual akan berkembang kalau peningkatan dalam dunia pendidikan tidak dicampur adukan dengan kepentingan. Kutipan lain mengenai motivasi.

Hari demi hari semangat Lintang bukan semakin pudar tapi mala meroket karena ia sangat mencintai sekolah, mencintai teman-temannya, menyukai persahabatan kami yang mengasyikkan, dan mulai kecanduan pada daya tarik rahasia ilmu. Jika tiba di rumah ia tak langsung beristrahat melaingkan segera bergabung dengan anak-anak seusia di kampungnya untuk bekerja sebagai kuli kopra. Itulah penghasilan sampingan keluarganya dan juga sebagai kompensasi terbebasnya dia dari pekerjaan di laut serta ganjaran yang ia dapat dari “kemewahan” bersekolah. (Laskar pelangi  2008: 95)


kutipan di atas menggambarkan bukanya motivasi lintang semakin berkurang namun, semakin bertambah. Suatu peningkatan yang dahsyat. Banyak orang ketika mengalami keberhasilan mala cenderung menurun motivasinya dan tidak mau berusaha lagi karena sudah didapatkan apa yang menjadi prioritasnya. Tidak memaknai proses yang namanya proses adalah sangat penting untuk menghasilkan semaksimal mungkin apa yang kita ingingkan. Kemaun adalah kunci suskses yang akan membawa seseorang menloncat ke atas yang lebih baik dari hari ini. Tanpa kemauan tidak akan ada apa-apa yang bisa kita hasilkan selain angan-agan. Kemaun itu adalah kunci kesusksesan. Persahabatan sangat perlu untuk mendukung dan memotivasi apa yang kita ingin capai hari ini. Karena tanpa yang namanya persahabatan dan mencintai teman-teman sulit menemukan hal-hal baru. Sebab bagaimanapun yang namanya pertemanan kalau dimaknai positif akan membawa perubahan yang lebih baik dari hari kemarin. Dengan adanya teman kita dapat bertukar pikiran banyak melakukan diskusi, bercanda, dan sebagainya. Dari pada berpangku tangan itu tidak akan menghasilkan apa-apa lebih baik menyibukkan diri sejak  dari sekarang atau menemukan hal-hal yang baru yang sifatnya untuk kemaslahatan. Menggali ilmu itu sangat penting apa lagi kecanduan membaca. Dengan membaca kita bisa mengutip jendela  dunia, maksudnya kita bisa mengetahui budaya lain. Membaca tidak sekedar hanya membaca namun harus penuh dengan pemahaman untuk menciptakan atau menghasilkan hal baru di mata masyarakat berdasarkan ilmu yang dimiliki. Apalagi menuntut ilmu sambil bekerja itu semua adalah fenomena menuju keberhasilan yang ingin dicapai. Bekerja keras adalah orang yang ingin berhasil dalam usahanya dan lebih menyenangkan lagi jika dipadukan antara ilmu dengan kerja keras. Maksudnya menuntut ilmu sambil bekerja keras itu juga sangat baik untuk menutupi biaya sehari-hari. Bukan untuk membebankan orang tua namun membantunya mengurangi beban mereka apalagi jika orang tua telah  lanjut usia atau tua maka anaklah yang seharusnya bertanggung jawab penuh. Alangkah bahagianya yang namanya orang tua jika anaknya berhasil. Belum berhasil jika ada yang bisa dilihat secara kasat mata betapa bahagianya orang tua. Apalagi sudah bekerja dan rajin mengunjungi. Itu adalah kebanggaan yang terbesar. Apalagi aktifitas sekarang kita membawa manfaat yag penuh dengan semangat tinggi. Bukan hanya kita yang membanggakan keberhasilan kita namun menjadi kegembiraan orang lain disekitar kita apalagi mengerjakan sesuatu yang bermanfaat kepada mereka atau orang lain.
Menuntut ilmu pengetahuan dan bekerja keras menggalinya terus menerus dengan melibatkan membaca buku dan menghadiri forum-forum diskusi itu akan semakin menambah ilmu pengetahuan apalagi masi kita kuat untuk mengatur waktu semaksimal mungkin. Karena jika kita yang diatur oleh waktu maka sulit untuk mengerjakan banyak hal.
Orang yang berhasil adalah  karena keinginannya kuat. Oleh sebab itu, pandai-pandailah mengatur waktu dalam memanfaatkan kondisi yang beraturan untuk mencapai hal baru yang kita inginkan dan memotivasi diri secara terus menerus untuk mendukung usaha kita. Berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan bayak aktifitas setiap hari dan memperbanyak bahan baca apa pun bentuknya baik navel, cerpen, puisi, karya ilmiah, dan sebagainya. Dan yang terpenting adalah mengenal medan kerja dan strategi ketika kita telah berada di lapangan dan mempratekkan apa yang kita dapatkan dilingkungan masyarakat. Teori harus beriringan denga praktek . teori tanpa pratek hanyalah onani intgelektual. Keduanya harus bejalan beriringan. Dapat dilihat kutipan lain mengenai motivasi.

Seluruh kalangan di perguruan Muhammadiyah sekarang menjadi satu hati dan mendukung penuh konsep Mahar. Semangat kami berkobar, kepercayaan diri kami meroket. Kami saliong berpelukan dan meneriakan nama Mahar. Ia laksana pahlawan. Kami akan menampilkan sebuah tarian spektakuler yang belum pernah ditampilkan sebelumnya. Dengan suara tabla bergemuruh, dengan kostum suku Masai yang eksotis, dengan koreografi yang memukau, maka semua itu akan seperti festifal Rio. Kami sudah membayangkan penonton yang terpesona. Kali ini, untuk pertama kalinya, kami berani bersaing. (Laskar pelangi  2008: 227)


Kutipan di atas menggambarkan sekolah Muhammadiyah dengan gigi bertanding memperebutkan piala antara sekolah dan motivasi yang mendorong sehingga dapat bersaing antara sesama sekolah. Sekolah lain berkat dorongan juga dari seluruh muhammadiyah dan guru-guru. Sudah saatnta guru mendukung murid-muridnya jika perbuatan yang dilakukan mengarah kepada kebaikan dan bersifat universal melalui murid-muridnya dan bukan  mendidik hanya melalui buku-buku formal yang diajarkan di sekolah saja namun harus mengajarkan segalanya menyangkut ilmu pengetahuan, karena tanpa ilmu pengetahuan sulit untujk bersaing di luar san apalagi sekarang adalah dunia modern jika tidak di persiapkan sedini mungkin kita akan ketinggalan dan kalah bersaing dengan negara lain pada konteks nasional. Sudah saatnya mempelajari segala macam ilmu pengetahuan untuk bersaing dengan negara-negara lain berkembang pesat mutuh pendidikannya.
Mahar sebagai toko dalam dunia seni karena semangat yang dimiliki berbeda dengan teman-temannya yang lain. Semangat yang dimilki oleh Mahar berkobar-kobar dan gigi berani bertanding dengan sekolah lain. Mahar juga menampilkan karya seni yang belum pernah ditampilkan sebelumnya oleh siapa pun. Berarti ide Mahar memang sangat cemerlang dalam menghasilkan karya di bidang seni. Seni adalah keindahan yang membawa seseorang terhadap kemampuan jiwa yang mendalam. Walaupun oarng lain beranggapan bahwa seni itu haya untuk seni. Bagi dunia Mahar  seni ini adalah universal tergantung oarang menilainya dari sudut pandang sepeti apa. Orang berbeda-beda menafsirkan seni. Siapa pun itu, yang namanya seni adalah keindahan dan marupakan milik siapa pun. Kutipan lain mengenai motivasi.

“Sekolah Muhammadiyah telah menciptakan daripada suatu arwah baru dalam karnaval ini. Maka dari itu mereka telah mencenangkan suatu daripada standar baru yang semakin kompetitif daripada mutu festival seni ini. Mereka mendobrak dengan ide kreatif, tampil all out, dan berhasil menginterprestasikan dengan sempurna daripda sebuah tarian dan musik dari negeri yang jauh. Para penarinya tampil penuh penghayatan, dengan spontanitas dan totalitas yang mengagumkan sebagai suatu manifestasi darp pad penghargaan daripada mereka terhadap pertunjukan itu sendiri. (Laskar pelangi  2008: 246)


Kutipan di atas menggambarkan sekolah muhammadiyah telah menciptakan wajah baru dalam karnaval adalah suatu bukti yang luar biasa walaupun sekolahnya hampir roboh dimakan waktu namun semangat orang-orang di dalam tidak perna memudar mala semakin meningkat dan sangat nampak terlihat dalam menggali ilmu pengetahuan. Memang sangat menakjubkan jika dipikir-pikir memunculkan wajah baru dalam dunia pendidikan memang sangat sulit jika hanya berpangku tangan melihat keadaan yang ada. Sudah saatnya kita tanpil sebagai generasi muda dalam menggapai hasil yang memuaskan agar kita sebagai peerus generasi bagsa mampu bersaing dengan negarfa lain di forum internasional. Banyak sekolah-sekolah yang mampu secara bangunan dan dimanjakan peralatan namun jika siswanya acu tak acu dalam menanggapi ilmu pengetahuan sama saja dengan kebohongan yang pada gilirannya tidak menghasilkan apa-apa.
Dunia pendidikan zaman sekarang siswa-siswa hanya sifatnya berftauran dimana-mana dan semangatnya hanya menikmati dunia mudahnya dan senangnya hanya menghadikri konser musik, hiburan yang sifatnya sangat peribadi yang hanya kenikmatgan sesaat. Bagaimanapun yang namanya pendidikan dia sangatlah penting untuk menyadari segala kekurangan yang kita miliki karefna tanpa kesadaran diri siapa pun guru mengajari kita jika bukan kesadaran diri mustahil untuk memperoleh hasil yang memuaskan. Jadi kesadaran diri tidak kalah pentingnya dengan ilmu-ilmu lain dan saatnya untuk bangkit dari dunia kebodohan yang melanda negeri ini untuk masa depan yang lebih cerah. Mengambil pelajaran dari masa lalu untuk memperoleh hikmah.
Sebaliknya kami, delapan ekor ternak dalam kereografi hebat itu, tetap tak tahu semua kejadian yang menggamparkan itu, dan kami juga masih tahu ketika Mahar diarak warga Muhammadiyah setelah sekolah menerima trofi bergensi Penampil seni terbaik tahun ini. Trofi yang telah dua puluh tahun kami idamkan dan selama itu pula bercokol  di sekolah PN. Baru pertama kali ini tropi itu di bawa pulang oleh sekolah kampung. Trofi yang takkan membuat sekolah kami dihina lagi. (Laskar pelangi  2008: 247)


Kutipan di atas menggambarkan sekolah Muhammadiyah yang terhina oleh sekolah lain akibat bangunannya hampir roboh oleh awaktu karena tidak adanya perhatian oleh pemerintah setempat. Haruskah sekolah muahammadiyah menanggung beban yang sangat tidak masuk akal jika tidak bisa dibangun seperti sekolah lain. Apakah pemerintah harus lepas tangan jika yang namanya sekolah keagamaan ”swasta” yang hanya sederhana. Jika dilihat semuanya semuanya ada dalam naungan republik ini. Namun, dilupakan oleh pemerintah kalau alasan mendasar karena swasta. Itulah sebagai yang tertuang dalam undang-undang bahwa seluruh warga negara indonesik berhak memperoleh pendidikan yang layak. Nnyatanya pasal ini masih jauh dari realita yang diungkapkan karena banyaknya diskriminasi dalam dunia pendidikan. Marilah kita membuktikan melalui jendela dunia khususnya indonesia yhang biaya pendidikan semakin meningkat, ditambah buku-buku yang semkin melompat mahal. Jadi logikanya adalah pendidikan hanyalah bagi orang-orang kaya dan yang mampu atau bisa dikategorikan bahwa pendidikan saat ini sesungguhnya hanyalah milik orang-orang yang berduit. Pendidikan sangat memprihatinkan di negara ini, banyak eksploitasi pendidikan yang dilakukan oleh negara ini dan ditambah lagi dengan guru-guru yang hanya mempertinggi titel atau pangkatnya sementara anak didiknya berjalan dengan kebodohan dan tanpa arah yang jelas.
Sekolah muhammdiyah walaupun dilihat dari segi manapun yang digambarkan dalam novel Laskar Pelangi namun, murid-muridnya semuanya pintar dan mempunyai keahlian masing-masing dan pengajarannya pun sangat dibatasi oleh fasilitas sekolah. Ini suatu bukti bahwa jangan dimaknai pendidikan sebatas materi dan perlengkapan  pembelajaran  yang memadai dan mampu memfasilitasi dalam menyikapi pendidikan.

Akhirnya, aku mampu melangkah menyebrangi garis ujian tabiat mengasihani diri dan sekarang aku berada di wilayah positif dalam menilai pengalamanku. Aku mulai bangkit untuk menata diri. Aku mempelajari metode-metode ilmiah modern agar dapat bangkit dari keterpurukan. Aku rajin membaca berbagai buku kiat-kiat sukses, pergaulan yang efektif, cara cepat menjadi kaya, langkah-langkah menjadi pribadi magnetik, dan bungai rampai manajemen pengembangan pribadi. Mahar mengelus-elus koper bututnya dan A Kiong semakin fanatik padanya. Mereka berdua tenggelam dalam kesesatan  memersepsikan diri sendiri. (Laskar pelangi  2008: 339)


Kutipan di atas menggambarkan betapa pentingnya pengalaman. Pengalaman itu sangat menyenangkan namun, juga penuh suka duka yang kita lalui. Suka duka itu lahir karena dengan adanya pengalaman dan peristiwa dasyat yang dialami. Kisah hidup yang menggelora jika pengalaman itu ditafsirkan menuju hal yang bermanfaat. Karena tanpa pengalaman sulit untuk mengetahui dunia yang kita jalani atau lalui. Pengalaman juga dapat membawa kita ke hal-hal yang tidak diinginkan. Karnanya haruslah berhati-hati dalam melihat masa lalu itu. Banyak orang terpenjara dengan masa lalu karena tidak bisa menyeimbangkan dengan realitas yang ada. Selalu ke angan-angan dan hidup dimasa lalunya, masa lalu biarlah ia berlalu dan yang kita inginkan saat ini adalah pencapain masa depan. Malihat ke depan adalah cara terbaik untuk masa depan yang baik pula.
Untuk bangkit dari keterpurukan adalah hal yang baik namun, jika tidak belajar dari masa lalu tentang kegagalan maka yang dialamii terkadang keberhansilan yang tidak memuaskan. Mencuri peluang memang benar-benar bisa mengarahkan untuk menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya, serta tidak boleh fanatik dalam memiliki diri sendiri dan orang lain. Terkadang hal itu yang menjadi kendala untuk membangkitkan kita.
Penghalang yang terbesar dalam hidup adalah selalu hidup di masa lalu itu sendiri. Namun pengalaman dan prinsip sangat penting untuk menjadikan diri kita berani mengambil resiko. Orang yang tidak mempunyai prinsip dan pengalaman  akan kering dengan praktek terhadap ilmu yang dimilikinya.

c.       Agama

“Ibunda Guru, Ibunda musti tahu bahwa anak-anak kuli ini kelakuannya seperti setan. Sama sekali tak bias disuruh diam, terutama Borek, kalau tak ada guru ulahnya ibarat pasien rumah sakit jiwa yang buas. Aku sudah tak tahan, ibunda, aku menuntut pemungutan suara yang demokratis untuk memilih ketua kelas baru. Aku juga tak sanggup mempertanggungjawabkan kepemimpinanku di padang masyar nanti, anak-anak kumal ini yang tak biasa diatur ini hanya akan memberatkan hisabku. (Laskar pelangi  2008: 71)


Kutipan di atas menggambarkan tentang seorang anak yang tidak ingin lagi menjadi ketua kelas karena perlakuan teman-temannya jika tidak gurunya tidak mau diatur yang perlakuannya seperti setan. “Akhirnya tidak mau menjadi ketua kelas”. Memang jika tidak tegas memimpin akhirnya kita tidak mampu mengatur orang disekeliling kita. Seorang pemimpin adalah bemental cengeng namun harus memiliki kepribadian yang selalu bersemangat dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas kepemimpinannya. Seorang pemimpin adalah orang yang berani mengambil resiko. Apa pun itu resikonya jika mengarah kepada yang lebih baik. Namun juga tidak boleh bretindak semena-mena dalam menjalangkan tugas. Bertindak sesuai dengan koridor hukum yang berlaku, bukan menambah-nambah hukum yang sudah ada. Lebih sederhana hukum jangan seperti pisau jika di bawah tumpul dan jika di atas tajam. Gambaran lain tentang kutipan di atas adalah bagaimana memilih pemimpin yahng demokratis dan pemelihannya sangat sederhana dan tidak bertele-tele namaun tidak merugikan salah satu pihak. Seorang pemimpin harus bertanggungjawan dan menjalangkan amanah sebaik-baiknya.
Ia mahluk yang merdeka. Ia seperti angin. Ia bukan Melayu, bukan Tionghoa, dan bukan pula Sawang, bukan siapa-siapa. Tak ada yang tahu asal-usulnya. Ia tak memiliki agama dan tak bisa bicara. Ia bukan mengemis bukan pula penjahat. Namanya tak terdaftar di kantor desa.  Dan telinga sudah tak bias mendengar ikarena ia perna menyelami dasar Sungai Lenggang untuk mengambil bijih-bijih timah, demikian dalam hingga telinganya mengeluarkan darah, setelah itu menjadi tuli. (Laskar pelangi  2008: 91)


Kutipan di atas menggambarkan adanya manusia yang merdeka dari segalanya dan tidak memiliki agama kemudian tidak berbicara apa-apa. Namunn, perlakuannya tidak jahat, tidak juga merusak lingkungan dan tidak mengganggu ketentraman orang lain. Tidak memiliki agama kemungkinan besar karena pengajar agama jauh dari tempat tinggalnya sehingga guru agama tidak menjangkaunya. Namun itu tidak penting untuk dibicarakan karena hanya kita mengada-ngada jika dibahas barng yang tidak pasti dari mana asalnya dan dia bukan pengemis buka pula penjahat, namanya pun tidak terdaftar di kepala desa, kelaukuannya juga sangat aneh dan misterius kehidupannya. Kutipan lain mengenai agama:

Tuhan menakdirkan orang-orang tertentu untuk memiliki hati yang terang agar dapat memberi pencerahan pada sekelilingnya. Dan di malam yang tua dulu ketika Copernicus dan Lucretius duduk di samping Lintang, ketika angka-angka dan huruf menjelma menjadi kunang-kunang  yang berkelap-kelip, saat itu Tuhan menyemaikan biji zarah kecerdasan, zarah yang jatuh dari langit dan menghantam kening langit. (Laskar pelangi  2008: 105)


Kutipan di atas menggambarkan tuhan menakdirkan orang-orang tertentu memiliki hati yang terang untuk memberi pencerahan kepada orang lain disekelilingnya. Hal inilah yang harus kita renungkan bahwa ada memang utusan Allah dalam hal ini adalah pencerahan bagi yang tidak tahu menjadi tahu segala apa yang menjadi prioritas dalam hai ikhwan. Sudah banyak utusan Allah memberikan pencerahan di muka bumi untuk kita pelajari bersama. Manusia memang membutuhkan yang namanya dengan pencerahan karena sifat manusia tidak luput dari kesalahan. Secara teologis yang namnya iman kadang naik dan kadang juga turun. Dapat dilihat kutipan berikutnya  mengenai agama:

“Persoalannya apakah Anda seorang religius, seorang Darwinian, atau sekadar seorang oportunis? Pilihan sesungguhnya hanya antara religius dan Darwinian, sebab yang tidak memilih adalah opotunis! Yaitu mereka yang  berubah-ubah sikapnya sesuai situasi mana yang akan lebih menguntungkan mereka. Lalu pilihan itu seharusnya menentukan prilaku dalam menghargai hidup ini. Jika anda seorang Darwinian, silakan berperilaku seolah tak ada tuntunan akhirat, karena bagi Anda kitab suci yang memaktub bahwa manusia berasal dari Nabi Adam adalah dusta. Tapi jika anda adalah seorang religius maka Anda tahu bahwa teori evolusi itu palsu, dan ketika Anda tak kunjung mempersiapkan diri untuk dihisab nanti dalam hidup setelah mati, maka dalam hal ini Anda tak lebih dari seorang sekuler opotunis yang akan dibakar di dasar neraka!” (Laskar pelangi  2008: 121)


Kutipan di atas menjelaskan teori perbandingan antara buatan manusia dan teori buatan manusia dengan wahyu Allah. Ini sangat jelas dan patuh dibicarakan karena yang namanya teori tidak semuanya benar. Makanya kitga harus melihat teori dari sisi baik dan buruknya, jika baik kita ambil. Teori adalah buatan manusia, sedangkan manusia adalah mahluk yang terbatas pemahamannya dan tidak menutup kemungkinan tegori itu tercipta hanya sebagai pelampiasan intelektual atau pemuas diri. Terkadang teori tidak mampu melahirkan praktek dan masi jauh yang diinginkan oleh manusia misalnya, teori dari Darwin beranggapan bahwa asal manusia itu adalah kera atau nenek moyangnya berasal dari kera. Itulah sebabya tgeori itu dicermati mana yang mendekati kebenaran dan mana yang sama sekali jauh dari kebenaran (yang terpenting adalah mengambil hikmah dan membuang  yang tidak baik). Kutipan lain mengenai agama:

Lintang menepuk-nepuk punggung Mahar, menghargai ceritanya yang menakjubkan, tapi ia tersenyum simpul dan pura-pura batuk untuk menyamarkan tawanya. Kami terus memanddngi keindahan pelangi tapi kali ini kami tak lagi berdebat. Kami diam sampai matahari membenamkan diri. Azan magrib menggema dipantulkan tiang-tiang tinggi rumah panggung orang Melayu, sahut-menyahut dari masjid ke masjid. Sang lorong waktu perlahan hilang ditelan malam. Kmai diajari tak bicara jika azan  berkumandang. “ diam dan simaklah panggilan menuju kemenangan itu…,” pesan orangtua kami.  (Laskar pelangi  2008: 162)


Kutipan di atas menggambarkan orang-orang belitong dalam memaknai hidup dalam konsep agama namun, banyak juga yang mempercayai dunia mistik tapi yang paling berpengaruh adalah agama islam dan pada saat azan dikomandangkan semua orang berbondong-bondong melakukan shalat berjamaah. Ini suatu bukti bahwa orang-orang belitong sangat menghargai yang namanya agama dan taat melaksanakn shalat lima waktu “kemungkinan begitu”. Orang tua mengajari anaknya jika azan maka jangan bicara, simaklah azan itu, kata orang tua belitung “sebagian untuk memenuhi panggilan yang maha kuasa

B.       Pembahasan
Berdasarkan analisis data, maka diketahui bahwa novel laskar pelangi karya Andrea Hirata mempunyai nilai pendidikan adalah sebagai berikut:

a.      Agama
Agama yang dilukiskan dalam novel laskar pelangi memang sangat menakjubkan dan sesuai dengan apa yang terjadi dalam kehidupan manusia. Walaupun banyak bumbu-bumbu mistik yang disajikan dalam pencarian untuk dihapus karena itu merupakan bentuk pengingkaran terhadap agama. Banyaknya praduga dan sampel yang dilukiskan dalam novel Laskar Pelangi sehingga mampu untuk dicerna dan sederhana untuk di amalkan walupun masih banyak kekurangan namun patut untuk dijadikan sebagai contoh dewasa ini dalam mengarungi hidup yang lebih baik dari sekarang. Namun, banyak orang melihat agama itu sendiri sebagai ajaran hanya persoalan rohani yang dikedepankan. Persoalan dunia disepelehkan. Ini juga jelas telah mengabaikan konsep agama itu sendiri, karena didalam agama islam itu dengan sesuai dengan penjelasan hadist yang artinya bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau hidup selamanya dan beribadahlah untuk akhiratmu seakan-akan engkau meninggal besok. Ini menunjukan bahwa kita harus menyeimbangkan alam dunia dengan alam akhirat.
Penggambaran agama dalam novel Laskar Pelangi sangat nyata disisi lain agama islam mencoba melawan hemistik dan syirik atau melawan perdukunan dengan konsep muhammadiyah itu sendiri yang dilukiskan dalam novel laskar pelangi. Ini suatu bukti bahwa masi ada gerakan yang peduli terhadap keaagmaan. Agama dianggap sebagai penolong dunia sebagai bekal sebagai penolong di akhirat kelak, walau pun penggambarannya masih bersifat kedaerahan namun itu juga sebagai usaha demi kemaslahatan orang banyak.
Tanpa agama hidup ini akan terasa tidak memiliki tujuan yang jelas dan kehancuran menjadi penguasa. Kebebasan  tindakan jelas akan menjadi juri  kesesatan bagi semua insan. Lahirnya agama agar dapat menjadi pembebasan karena agama merupakan atau untuk meninekatkan keimanan, pemahaman, pengahayatan, dan pengamalan kepada setiap insan agar dapat mengenal  penciptanya.

b.      Moral
Dalam novel laskar pelangi penggambaran moral sangat jelas dan kental dalam melihat sisi-sisi kehidupan baik pesoalan individu mau pun persoalan publik. Moral memang terkadang menjadi perbincangan dan jika salah melihat diri individu misalnya dari pergaulan yang paling pertama dinilai adalah segi moral. Jika moral bagus maka segala penilain akan semuanya bagus dalam diri kita. Patut menjadi pelajaran jika terkadang orang membenci kita hari ini untuk memperbaiki di esok hari apalagi saat ini banyak remaja kita yang tidak memiliki moral yang tahunya hanya tawuran dimana-mana sangat jauh dari moral yang diharapkan. Namun terkadang juga dari segi keluarga sehingga anak itu bertindak di luar batas kewajaran kamanusiaan. Pembelajaran moral dalam keluarga sangat penting demi kelangsungan hidup yang lebih baik karena tanpa pembelajarn moral bagi anak-anak mungkin itulah sebab anak-anak tidak menghargai orang tua dan orang lain. Kesemuanya itu orang tua harus berperan aktif dalam mendidik anak agar nantinya ketika terjun ke masyarakat sangat memahami keadaan seseorang dengan tidak bertindak semena-mena.
Moral dalam Laskar Pelangi sangat kental menyajikan pembelajaran moral dan sangat bagus untuk menjadikan bahan bacaan dan perenung bersama. Pengganbarannya sangat mudah dipahami dalam mendorong seseorang untuk berbuat baik dan ditambah lagi dengan contoh kehidupan yang disajikan untuk pembelajaran moral walau pun penggambarannya seputar lingkup muhammadiyah namun sangat menarik dalam memerangi yang tidak baik dalam masyarakat.

c.       Motivasi
Lahirnya motivasi karena adanya dorongan drai luar atau isnpirasi sehingga termotivasi ingin berbuat atau melihat keberhasilan teman-teman sehingga termotivasi untuk melakukan hal yang sama. Motivasi buka lahir serta merta lahir begitu saja namun sangat dipengaruhi oleh lingkungan keluarga atau pergaulan. Banyak orang termotivasi ingin kaya karena  melihat oarng kaya disekelilingnya dan banyak orang belajara lebih giat karena melihat orang-orang cerdas yang begitu dihormati di hadapan orang banyak.
Motivasi lahir karena adanya juga dorongan dari teman-teman, sahabat, pacar, guru, dan banyak membaca buku. Hal-hal seperti inilah membuat kaita termotivasi dalam melakukan hal yang berbeda dengan orang lain. Dalam novel laskar pelangi digambarkan motivasi ke sepuluh murid Muhammadiyah betapa tinggi motivasinya misalnya, sangat menghargai yang namnya pendidikan sehingga ia rajin belajar.
















BAB V
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Dari hasil analisis data penelitian  ini diperoleh kesimpulan bahwa nilai pendidikan dalam novel laskar pelangi karya Andrea Hirata adalah sebagai berikut;
    1. Agama

Nilai agama dalam novel laskar pelangi sangat kental menggambarkan pendidikan keagaman dan menawarkan nilai agama supaya diajarkan agama sedini mungkin bagi generasi kita supaya nantinya kalau sudah hidup dalam ruang lingkup mayarakat dapat memberikan contoh di masyarakat dan menghindari ketidak beresan moral generasi kita “bangsa Indonesia di masa mendatang”.

    1. Moral
Dengan adanya pengajaran dalam pendidikan  agama baik di sekolah atau lingkungan keluarga dengan sendirinya akan timbul moral yang nanti bisa sebagai panutan baik di lingkungan keluarga dan di masyarakat pada umumnya dan moral yang digambarkan dalam novel laskar pelangi sangat cocok sebagai pembelajaran bagi anak-anak , remaja, dewasa, ataupun tenaga pendidik. Karena moral yang ditawarkan sangat jelas dan mendidik. Apalagi generasi muda kita sekarang ini mengalami kerisis moral.

    1. Motivasi
Semangat berapi-api yang digambarkan dalam novel laskar pelangi begitu tinggi dan sangat bagus untuk diajarkan dalam pengajaran sastra untuk membentuk keperibadian anak “utamanya remaja”.

B.     Saran
Dengan hasil penelitian ini, dikemukakan beberapa saran diantaranya :
1.      Sudah sepatutnya uraian dalam tulisan ini tidak hanya sekedar kritik  ilmiah bagi penulis dan pembaca, tetapi dapat memberikan hikmah ilmiah dan dapat dijadikan pelajaran berharga menyikapi permasalahan  dalam kehidupan.
2.      Kiranya dalam penelitian ini merupakan motivasi bagi pembaca untuk mengkaji aspek-aspek lain dari novel berbobot lainnya sebagai suatu motivasi. Jika perlu ada baiknya kalangan mahasiswa Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia memberdayakan pengkajian semacam ini sebagai suatu bentuk kegiatan apresiasi.





DAFTAR PUSTAKA

Adi, S. Sutjarso. 1993. Penelitian Sastra. Ujung Pandang : FPBS IKIP.

Aminuddin. 1991. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung : Sinar Baru.

Arikunto, Suharsimi. 1992. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan. Jakarta : Rineka Cipta.

Adhar, Al-Fisah. 1997. Penokohan dalam Novel Harimau-harimau Karya Mukhtar Lubis. Skripsi. Ujung Pandang : UNISMUH.

Depdikbub. 1993. Kamus Besar  Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Gunawan. 1986. Kebijakan-Kebijakan Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.

Junaedi, Moha. 1992. Apresiasi Sastra Indonesia. Ujung Pandang : CV. Putra Maspul Ujung Pandang.

_______, 1994. Apresiasi sastra Indonesia. Ujung Pandang : CV. Putra Maspul Ujung Pandang.

Kridalaksana, Harimukti. 1982. Kamus Linguistik. Jakarta : Gramedia.

Toer, Pramoedya Ananta. 2006. Rumah Kaca. Jakarta Timur : Lentera Dipantara.

Nurgiyantoro, Burhan. 2000. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta : Gajah Mada Universitas Press.

Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Muhaimin. 2002. Paradigma Pendidikan Islam. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Poerwadarminta, W.J.S. 1984. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Poedjosoedarmo, Soepomo. 1978. “Kode dan Alih Kode” Widya Parwa 15. Yogyakarta : Balai Penelitian Bahasa.

Ratna, Nyoman Kutha. Sastra dan Cultural Studies. 2007.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Semi, M. Atar. 1988. Apresiasi  Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

Sumarjo, Joko. 1984. Memahami Kesusastraan. Bandung : Alumni.

Suhaeb. 1979. Karaktorologi. Ujung Pandang : IKIP.


Sudirman, Panuti. 1984. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta : Pustaka Jaya.

Suroto. 1989. Apresiasi Sastra Indonesia untuk SMA. Bandung : Erlangga.

Sukada, Madu. 1993. Pembinaan Kritik Sastra Indonesia Masalah      Sistematika Analisis Struktur Fiksi. Bandung : Angkasa.

Tarigan, Guntur. 1985. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung : Angkasa.
_______, 1981. Menulis Sebagai Keterampilan Berbahasa. Bandung : Angkasa.

Wellek, Rene dan Weren, Austin. 1990. Teori Kesusastraan (Terjemahan). Jakarta : PT. Gramedia.

_______, 1993. Teori Kesusastraan Diterjemahkan oleh Melani Budianta. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.

Zaidan, Abdul Razak, dkk. 1994. Kamus Istilah Sastra. Jakarta : Balai Pustaka.

Zuchdi, Darmiyati. 2008. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: PT. Bumi Aksara.















RIWAYAT  HIDUP

            
               RAMADHAN  OHOIRAT,  anak  pertama  dari  empat bersaudara   
               Lahir  di  Labobar  pada  tanggal  17  Februari  1987,  tepatnya pada                                      
               hari kamis. Ia mulai menjalani pendidikan dibangku sekolah pada usia 05 tahun, yaitu pada tahun 1995 di SD negeri Labobar selama 6 tahun, pada tahun 2001 duduk di bangku MADRASAH TSANAWIA NEGERI MASTUR dan tamat pada tahun 2003, dan melanjutkan Sekolah di SMA pada tahun 1998 dan tamat pada tahun 2005 di MADRASAH ALIYA NEGERI TUAL, Kemudian lanjut pada salah satu Universitas yang ada di Makassar, yaitu Universitas Muhammadiyah Makassar ( UNISMUH ) dalam usia 18 tahun dan mengambil Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Tahun 2009 bulan November mengikuti ujian penyelesaian studi S1 di Universitas Muhammadiyah Makassar dengan judul Skripsi “ANALISIS NILAI KEPENDIDIKAN NOVEL LASKAR PELANGI KARYA ANDREA HIRATA”






BIOGRAFI SINGKAT ANDREA HIRATA

ANDREA HIRATA, lahir di Belitong. Meskipun studi mayornya ekonomi, ia amat menggemari sains­­­ dan tentu saja sastra. Edonsor adalah novel ketiganya setelah novel best seller Laskar Pelangi dan Sang Pemimpi. Andrea lebih mengidentikan dirinya sebagai seorang akademisi dan backpacker. Sekarang ia tengah mengejar mimpinya yang lain untuk tingggal di Kye Gompa, desa tertinggi di dunia, di Himalaya. Andrea berpendidikan ekonomi dari Universitas Indonesia. Ia mendapat beasiswa Uni Eropa untuk studi master of science di Universite de Paris, Sarbonne, prancis dan Sheffeld Hallam University, United Kingdom. Tesis Andrea di bidang ekonomi telkomunikasi mendapat penghargaan dari kedua Universitas tersebuat dan ia lulus cum laude. Tesis itu telah diadaptasi ke dalam bahasa Indonesia dan merupakan buku teori ekonomi telkomunikasi pertama yang ditulis oleh orang Indonesia. Buku itu telah beredar sebagai referensi ilmiah. Saat ini Andrea Hirata tinggal di Bandung dan masih bekerja di kantor pusat PT Telkom. Hobinya naik komidi putar. Komunikasi dengan Andrea dapat melalui www.sastrabelitong.multiply.com